31 December 2007

"Fursuit to Happiness"

Bahagia itu apa seeh?
Saya sih terus terang belum bisa mendefinisikan apa itu bahagia. merumuskannya apa lagi. Sampai saat ini (diusia yang terus beranjak) bahagia hanya sebuah emosi yang terus dicari dan dirumuskan, namun ketika menjelaskannya malah kehabisan kata-kata.
emang manusia sepertinya akan mengerti apa itu bahagia saat benar-benar mengalami bahagia. Bukan saat berpikir apa itu bahagia.

Sangat tidak terdefinisikannya bahagia, bahkan mereka yang sedang berbahagia, akan merasa timpang, ga sesuai dan ga sepenuhnya sama, apa yang ia rasakan mengenai bahagia dengan apa yang ia definisikan.

Lha, pertanyaan selanjutnya perlu ga sih manusia itu bahagia?
Pertanyaan yang mungkin sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Karena manusia toh tak ingin hidup dalam kesengsaraan atau kesedihan. Masalahnya adalah, mungkin, sebenarnya, ketika manusia semakin banyak usia dalam mengejar kebahagiaan justru ia semakin menjauh dari kebahagiaan. Karena saat-saat manusia paling berbahagia adalah disaat usia masih kecil.
(nah llho!!)

Apa yang ingin orang lakukan saat orang tersebut berbahagia? Begitu senang dengan keadaan hidup yang dialami? Mungkin salah satu jawabnnya, manusia ingin terus menerus merasakan momen tersebut sampai selama-lamanya. Mungkin dengan cara merekam momen tersebut dan lalu memutarnya terus-menerus sepanjang hari. Menikmatinya sendiri.
________________________________
Anda sudah baca bukunya Chris Gardner? atau mungkin nonton film-nya yang berjudul fursuit happiness? Klo sudah, gimana komentar sampeyan tentang film tersebut?

Terakhir menonton saya ko mendapat sesuatu yang baru (lagi) dan bikin saya terheran-heran mengenai apa itu bahagia. di lain sisi saya salut dengan sikap begitu teguhnya semangat mereka (masyarakat amerika) dalam mengejar kebahagian. Namun yang bikin benak ini merasa heran adalah, kenyataan bahwa “Kebahagian” mereka ternyata menempel dengan lembaran kertas dengan nomial yang besar. Kebahagiaan berarti jabatan tinggi dengan fasilitas (mobil, rumah, dan perabotan) kelas atas. Sebuah gambaran masyarakat yang dibangun dari semangat matrealistik.
Dari situasi tersebut menjadi begitu susahnya-lah orang mendapat kebahagiaan. Karena kebahagiaan menempel pada wujud-wujud berkelas.

Berbeda jauh besar dengan film yang berjudul La Vesta et Bella (life is beautiful). Masih sama-sama film yang menjual ide tentang kebahagiaan. Namun di film ini kebahagiaan tidak hadir dengan sosok pekerjaan yang berbandrol jutaan atau jabatan mentereng dengan fasilitas yang berlebih. Kebahagiaan dalam film ini di hadirkan dalam sosok yang sederhana dan hadir dalam kehidupan sesehari. Kebahagiaan yang hadir dalam diri manusia, walaupun berada dalam kamp-kamp konsentrasi.

Berbeda jauh memang dari kedua tokoh tersebut dalam mengejar kebahagiaan. Yang satu berlari keluar, mengejar bayangan kebahagiaan, yang berkelebat yang ada di luar dirinya. Yang satu lagi benar2 ingin memahami bahwa kebahagiaan itu tak jauh-jauh dalam dirinya. Kebahagiaan bahkan sudah ada dalam dirinya sendiri. kebahagiaan bukanlah sesuatu yang harus dikejar-kejar sampai kita kelelahan, tapi ternyata saat mendapatkan tidak bisa menikmati “kebahagiaan” tersebut. Kebahagiaan sudah ada dalam setiap diri dan tinggal dinikmati.

Apa yang didapat Rama setelah berusaha mati-matian untuk merebut Sita kembali dari sekapan Rahwana di istana Alengka? Setelah Rama merebut kembali Sita, ia tak yakin sita seorang istri yang setia. ia ragu Sita masih seorang perempuan yang suci. Dan seperti sia-sia saja peralanannya selama ini.

jangan sampai setelah lelah jauh mengejar "kebahagiaan", ternyata bukan "kebahagiaan" itu yang kita butuhkan.
betapa akan bikin hati kelu, kaki lemas, dan hilang selera.
jangan sampai dah...

30 hari mencari ikan

Sebulan di tengah Samudera Hindia.
____________________________________


“Tapi ikut melaut ga, Dek?”
“klo dlm penelitiannya tidak dibutuhkan, ya mungkin tidak ikut melaut pak. Tapi kalo harus ikut ya mungkin terpaksa akan ikut melaut juga pak”

“iya, boleh-boleh saja asal ada surat keterangan dari universitas, orang tua, instansi penelitian, dan lain-lain. Soalnya resikonya kan besar klo ada pa-pa. Minimal dilaut kan 30 hari”
"apalagi sekarang lagi banyak badai...."


glek!!!

Sebulan pak??
e-emhh.. *menggumam tak jelas*

_____________________________________________
eng-ing-ennng... sudah hampir setenga jalan. masa nyerah sampai disini.

Kuat g y sebulan ditengah laut bersama nelayan long-line.

20 December 2007

I'dul Adha dan Kesadaran diri

Wahyu itu datang lewat mimpi. namun sang penerima wahyu dalam hati masih menyimpan ragu, benarkah ini pesan dari Allah ataukah hanya sebuah mimpi buruk yang datang dari setan. Masih belum yakin ia. Disamping karena begitu berat perintah yang datang, ia masih menyimpan tanya “kenapa” dari apa yang diperintah yang datang lewat mimpi tersebut.

Mengorbankan anak semata wayang. anak yang telah lama dinanti-nanti pula disayang, yang sekarang hadir ditengah-tengah hidupnya dan sedang menganjak besar, haruslah dikorbankan; begitu pesan yang diterimanya lewat mimpi. Perasaan ini berbeda dengan apa yang pernah dirasakannya dahulu, ketika ia diperintahkan harus meninggalkan anak dan istrinya tanpa makanan dipadang tandus tak bertanam. Perasaan cinta yang menancap dihati kini telah jauh lebih dalam, sehingga terasa sangat jauh lebih berat.

Namun kecintaan kepada Sang Pemilik Hidup haruslah lebih besar dari apapun yang dimilikinya di dunia. Bahkan istri, bahkan anak. Dan ingatlah ia, ini adalah nazar yang harus dibayar ketika dulu mengaharap datangnya seorang anak.
Ragu, bimbang, cemas, yang sempat berhenti di hati sang ayah hilang ketika sang anak, yang akan dijadikan korban, juga menyanggupi.

Namun pada akhirnya, hamba yang beriman, percaya sepenuhnya terhadap mimpi yang datang pada tidurnya, sebanyak tiga kali, adalah wahyu dari Allah. Adalah lagi perintah yang harus segera dilaksanakan.


Iblis, sang pembangkang, tersenyum puas mengetahui adanya perintah kepada Ibrahim untuk mengorbankan anak kesayangannya. Ia merasa berpuas diri, tak harus banyak berbuat, tapi Ibrahim sudah masuk dalam situasi simalakama. Tugasnya sekarang adalah mengajak Ibrahim untuk membangkag perintah Allah. Tak dapat Ibrahim dapatlah istrinya, Hajar, ataupula anaknya, Ismail, begitu pikirnya. Berharap jerat jebakan yang ditebar bisa termakan salah satu atau seluruh keluarga tersebut. Jikalaupun pada ujungnya gagal, piker iblis, toh perintah ini bisa dijadikan senjata untuk menjauhkan manusia dari Sang Pencipta. “Betapa tak masuk akalnya, dan betapa kejamnya perintah dari Tuhan untuk hamba yang beriman…” atau “beginikah balasan Sang Pencipta terhadap hambanya yang bertakwa” dilihatnya Sudah tak ada lagi jalan keluar dari situasi ini. Lengkung senyum menang melengkung lagi diujung bibirnya.

Di atas langit, Allah Yang Maha Bijaksana, terlihat kalem. Ia, dengan pengetahuanNya yang jauh sebelum kehidupan ada, tak nampak gusar dengan perhitungan iblis. dibiarkanNya pula iblis menjalankan rencananya menggoda Ibrahim. dibiarkanNya pula ibrahim dalam menentukan pilihan. Telah melihatnya Ia dulu, bahkan sebelum semuanya dimulai. bahkan nazar yang diucapkan Ibrahim-pun adalah tak lain mengikuti pola apa yang telah di gariskannya dahulu. Dibiarkannya iblis terus melangkah, menggoda manusia untuk menjauh dari perintah yang tlah digariskan oleh Maha Pencipta.

Hanya Hendak menguji Ia kepada hambanya yang beriman. Hanya tak ingin Allah mendapatkan cinta hambanya karena tak ada pilihan lain selain untuk meyembahnya, cinta yang membuta. Pun cinta yang terpaksa karena tak punya pilihan untuk membangkang. Atau pula cinta karena membaranya batu-batu di neraka yang mendidihkan isi kepala. Untuk itu faalhamaha fujuraha wa taqwaha- maka Allah mengilhamkan kepadanya (potensi) kedurhakaan dan ketakwaan.
Yang diinginkanNya adalah cinta dari kesadaran diri. bahwa manusia bisa berlaku sesuai dengan selera dan nalurinya, menuju kesadaran bahwa ia memiliki ego yang merdeka, yang mampu untuk bersikap ragu dan mampu pula untuk membangkang. Cinta yang terlahir dari kesadaran diri. Cinta yang tumbuh dari pilihan bebas. Cinta yang menyala setelah melawati ujian, yang kemudian dibawa setiap hari setiap detik sampai mati.

Menjelang prosesi pengor-banan, iblis melihat mereka dari jauh, dengan masih tersenyum sinis pertanda puas.
Walaupun telah gagal ia membujuk Ibrahim, begitu pula dengan istri dan anaknya. Menggoda mereka, membujuk mereka, untuk membangkang, agar menolak apa yang diperintahkan oleh Tuhan kepadanya. persis apa yang ia lakukan dulu terhadap Adam. Tapi iblis masih saja berharap akan memenangkan satu senjata lagi untuk menggoda manusia dari peristiwa ini. Sehingga ia, iblis, masih tetap saja sombong, mengira kemenangan yang sudah didepan matanya akan segera diraih. “apa lagi yang akan Kau lakukan wahai Sang Maha Bijaksana?” dalam batin iblis, seraya mengejek.

Waktu terus berjalan, nazar harus dilunasi. pengorbanan segera dilaksanakan. Namun Allah melihat keikhlasan dan kesabaran keluarga Ibrahim dalam pengorbanan tersebut. Kurang dari sedetik sebelum pedang Ibrahim menyambar leher Ismail, ketika semua mata menutup karena tak tega melihat sang anak harus tertebas lehernya oleh pedang, Allah menukar Ismail dengan domba yang sehat lagi gemuk.

Iblis membelalak. Matanya meloncat keluar, tak percaya.

Syukur, sabar, dibalasnya dengan balasan yang setimpal. Keadilan tlah ditegakkan, bukan hanya itu sifat Ar-Rahmaan Ar-Rahiim terpancar membahana.
Dan dijadikan keturunan mereka adalah keturunan yang soleh. Bahkan Rasul terakhir dipilih olehNya dari garis keturunan Ismail.

Bukan darah, bukan pula daging kurban yang sampai ke atas sana. Tapi kecintaan dan kesabaran dari hamba kepada Allah yang menjadi penilaian.

Selamat Idul Adha.

18 December 2007

yang paling korup

Kaget tapi tak terkejut saya.

Ketika salah satu lembaga survey memaparkan hasil survey-nya: kepolisian sebagai lembaga yang paling korup di Indonesia.

Tak pernah saya terkejut jikalau ternyata para aparat yudikasi kita; Jaksa, advokat, hakim, polisi, sipir, adalah para aparat yang tenggelam dan berkubang dalam lautan korup. Jaksa kita adalah jaksa yang paling banyak menangani kasus pelanggaran, dan agar dengan mengusut kasus itu para jaksa bisa menerima suap dari para pelaku pelanggaran. Advokat negara ini adalah para advokat yang mudah dibujuk dan ditutup mulut dengan segepok uang. Hakim kita yaitu hakim yang bisa menjalankan tugasnya hanya kepada maling sandal jepit yang tak punya uang. Sedangkan Polisi kita adalah polisi yang rajin menilang mobil yang melanggar aturan, juga polisi yang bisa disuap saat itu juga.

Penuh paradoks memang...

Yang ternyata membuat saya keget adalah kesimpulan bahwa polisi-lah yang paling korup diantara yang korup itu (Kaget- karena yang saya anggap tekorup adalah jawatan ke-jaksa-an. Ternyata dugaan saya toh meleset). Lantas, yang membuat saya bertambah bingung adalah gimana caranya lembaga survey ini melakukan penelitian sampai keluar nama polisi.

Apakah dari banyak pe-nilangan (menyetop supir yang melakukan pelanggaran lalu lintas) yang dilakukan berbanding dengan jumlah sogokan yang diterima jauh mengalahkan kejaksaan dan instansi lainnya?

Dan sayang sungguh sayang adalah ketika dari para pak polisi tersebut mengelak dan hanya menganggap hitungan tersebut adalah hanya sebuah statistika, hanya sebaris angka-angka, Yang bisa akurat bisa saja meleset.
Bukannya ditindaklanjuti dengan perbaikan dan kinerja serta pembersihan ditubuh kepolisian.

16 December 2007

ladang ilalang

Ladang ilalang

Ladang ini adalah tanah yang terun-temurun
Yang kami terima dari ayah ayah ayah kami
Ladang yang disebagiannya tumbuh ilalang
Ladang yang di ilalangnya hinggap belalang

Di ladang ini tersimpan sebagian nyawaku
Juga nyawa sanak saudaraku
Ladang ilalang
Tempat belalang hinggap di ilalang

Lalu beramai kau datang
Kau meradang lalu menerjang
Hendak kau rebut kami punya ladang
Dengan seragam itu pula kau menendang

meski nyawa harus melayang

Kan kami hadang siapa yang
Hendak merebut kami punya ladang
meski harus dengan sebilah pedang

terus tetap melawan

06 December 2007

Adelin lis bukan pencopet di metromini

Selalu ada perasaan tak berdaya bila melihat prilaku per-adilan hukum yang tampil sesehari di negeri Indonesia ini.

Dihari-hari kemarin, saya dengan teman sekontrakan, kami sedikit berdiskusi, bergeram marah dan sedikit berkeluh dengan adanya kasus Adelin Lis yang pada akhirnya divonis bebas begitu saja di peradilan Indonesia. Diskusi kami tentu saja bukan sebuah diskusi yang layak diberitakan atau pun laik untuk masuk sebuah media cetak. Diskusi yang para perumusnya sambil rehat sedang berkumpul. Diskusi yang hanya sekedar melepas rasa pahit yang terkecap dilidah, membuang rasa tak berdaya (semacam dongkol akut??) yang mengganjal dihati, setiap sadar akan kenyataan bahwa begitu banyak para mafia peradilan dinegeri sendiri, dan begitu menyebalkannya sandiwara para aparat peradilan. dan pada akhirnya berharap (semoga) diskusi masih sebagai sinyal bahwa ada iman didada walaupun seredup-redupnya.

Tak banyak yang tahu siapa sebenarnya Adelin lis dan kejahatan apa yang telah diperbuatnya. Namun dari sandiwara para petugas (pemain) peradilan jelaslah bahwa Adelin Lis bukan penjahat kacangan, bukan maling kelas teri…

Adelin lis bukan pencopet di metromini.
Seorang pencopet terkadang dipaksa oleh keadaan karena hidup sudah tidak berpihak padanya, bahkan untuk sekedar memastikan ia akan bertahan hidup sampai maghrib nanti.
Daelin Lis bukan pencopet dimetro mini. Sebuah pekerjaan yang membutuhkan kene-kat-an karena dengan resiko berbahaya. Ketangkap, dikeroyok, dibakar, dan menguntungkan bila diamankan oleh aparat, walaupun dengan perlakuan tak lebih baik; ditendang2.

Adelin Lis bukan sopir angkot yang berjudi.
Sopir yang ketika selesai kerja seharian lantas ingin melepas lelah dan mereduksi segala permasalahan kehidupan yang semakin mencekik. Sambil merokok lantas main kartu dengan taruhan uang recehan.
Adelin Lis bukan sopir angkot yang main kartu lalu kena gerebeg aparat. Dibawa kekantor lantas dimasukan bui yang sesak, diminta tebusan berjuta-juta dipermainkan untuk bisa bebas, belum lagi perlakuan aparat kepada para penjahat keelas teri…

Adelin Lis bukan buruh pabrik yang masang togel.
Saat gaji begitu nge-press, namun hati ingin punya sedikit merasakan lebih, iseng2, tak sadar lalu masang togel diwarung pertigaan yang sedang diincar aparat.
Adelin Lis bukan buruh pabrik yang masang togel di warung pertigaan lalu ketangkap aparat, kena seret, kena tendang, kena pukul, intimidasi….ah kampret..!!

Disaat Indonesi jadi tuan rumah bagi konverensi pemanasan Global, disisi lain negeri ini seperti tidak serius mengurus penyebab raibnya hutan2. seperti tidak serius kepada perusak hutan pembabat paru-paru dunia… kepada para koruptor !!!

Bila melihat peradilan seperti itu, sering terpikir cara-cara ekstem untuk menghukum para koruptor agar kapok, dan yang lain biar pada mikir…

Sering terpikir kepada para koruptor di rebus dengan air mendidih bagain per sebagian dari tubuhnya sehari sekali selama tujuh tahun… atau digantung terbalik di alun2 dengan bareng-bareng bangkai babi yang busuk…

Kalau menurut sampeyan gimana??

ngono ya ngono, nanging aja ngono

Dirumah sendiri tak dihargai
Diambil orang mencak-mencak.

Entah punya atau tidak bangsa ini sebuah pribahasa atau ungkapan atau istilah yang menunjukkan segala makna dari dua baris kalimat yang sengaja saya buat dan tukilkan diawal- tulisan ini. Namun setelah mencari dibeberapa buku2 bahasa, pribahasa, tak saya temukan padanan makna atau apapun istilah yang sekiranya bisa saya pakai untuk menggambarkan keadaan diatas. Untuk sekedar melihat dan menggambarkan banyaknya orangg dinegeri ini marah-marah akibat kekayaan budayanya di-aku-i oleh orang lain.

Kenapa tidak ada?? Entah. Banyak kemungkinan. Mungkin karena di negeri ini, dengan budayanya yang kaya berlimpah, tidak pernah terjadi anak-cucu bangsa untuk tidak menghargai budaya atau karya anak negeri sendiri. (sebuah kemungkinan yang saya sendiri begitu sulit untuk menerimanya).

Saking begitu kayanya khasanah budaya sampai orang dinegeri ini tidak tahu bagaimana harus bersikap terhadap kekayaan budaya milik public. Sebuah kekayaan budaya yang sudah melekat menjadi sebuah identitas bangsa ini, yang pada sebagian orang terwariskan atau sengaja diwariskan dengan cara dongeng atau oral ataupun pekerjaan yang dilakukan turun temurun. Sehingga setiap orang mungkin menganggap merasa memiliki apa yang menjadi kekayaan khasanah budaya tersebut.

Ambilah contoh siapa sih yang akan mengaku dirinya merasa membuat tempe sampai-sampai berani untuk mempatenkan panganan, yang mungkin berabad tahun ada di Indonesia, yang sekarang sudah resmi menjadi milik orang lain itu? Rendang, Angklung, reog, batik dan lagu rasa sayange yang sudah diklaim oleh Malaysia itu?
Para penduduk negeri ini mungkin terlalu mempunyai rasa keterhormatan yang tinggi, suatu sikap yang tidak mungkin melakukan pekerjaan yang me-malukan dan cela bagi diri sendiri, bahkan untuk sekedar mengaku-i secara resmi apa yang diwariskan turun temurun kepadanya. Lha siapa saya ??
Walaupun disisi lain negeri ini juga lumayan besar nama dengan pembajakan hak cipta. Yaa… seperti aparat jika mendapatkan anak buahnya melakukan kesalahan…itu dari oknum yang tidak bertanggung jawab, mungkin begitu.

Kenapa tidak ada pribahasa itu? Mbuh!! Lagi-lagi saya ga ngerti.
Mungkin bangsa ini penduduknya terkenal ramah-ramah sehingga ga mungkin jikalau marah-marah.

Disaat bagi sebagian orang penghuni negeri ini, begitu akrabnya manusia Indonesia dengan budaya-Ngono ya ngono, nanging aja ngono- nya orang jawa yang mungkin menguniversal di seantaro nusantara. Bahasa yang kalau di alihbahasakan-- bersikap gitu sih boleh-boleh saja, tapi jangan begitu dong…!! - sebuah pesan dan pengingat untuk yang liyan untuk tidak bersikap terlalu jauh, terlampau batas, tapi apa batasan jauh tidaklah jelas. Tapi bagaimana jarak melampaui batas dibiarkan menjadi samar. adalah mungkin lebih mawas diri dari hati sendiri, dari si pemilik kekayaan, tidak selalu mengharapkan sing liyan untuk mawas sendiri lebih dahulu

Yaaa.. mungkin sudah saatnya bangsa ini memberi batas-batas atas identitasnya, biar yang lain tidak bertindak dan bersikap semaunya kepada negeri yang ramah2 ini.


Mungkin Anda tahu kenapa ??
mungkin??

memasang sepasang sayap

Hari-hari kedepan adalah waktu-waktu yang akan banyak hilang memikirkan dan mengerjakan tugas akhir kuliah : skripsi. Pekerjaan yang hampir satu tahun lebih saya tinggalkan atau mungkin sengaja saya tinggalkan (dan lupakan?).

Tapi kepala ini tahu apa yang harus diingat dan apa yang tidak. Walaupun saya coba tinggalkan dan coba saya lupakan, TA tak sepenuh-penuhnya saya tinggalkan dan lupakan. Masih saja dalam leyeh-leyeh ku, sering berharap TA akan mudah sesesai. Selalu saja dalam jenak-jenak aktivitas sesehari, terlintas skripsi akan segera berakhir. Menjelang tidur, selalu sempat terpikirkan keadaan TA ku.
Padahal saya sering iri, iri yang tulus (emang ada iri yang ikhlas?), jikalau melihat teman sudah bisa menyelesaikan tugas akhir dan masih sempat berkarya yang lain.

Makanya selalu saja dalam do’a-do’a saya memohon agar TA saya segera selesai. Tak pernah saya lupa juga untuk mengadu jika dalam malam sepi ku beberkesempatan menyapa Sang Pemilik Solusi. Dan diujung-ujung do’a lain berharap penuh agar pengerjaan TA ku dimudahkan oleh Allah.

Berdo’a selalu, Tapi ko?? alih-alih laporan, proposalnya saja ga selesai-selesai. Selalu berharap dan memohon kepada-Nya, tapi sepertinya skripsi tak sampai-sampai. (setidaknya jauh sebelum tulisan ini dibuat). Berharap dengan do’a saja saya bisa menyelesaikan semuanya. Kuberpikir do’a sama dengan mantra, yang jika kusebutkan mantra maka terwujudlah apa yang kuhendak.

Mungkin itu salahnya. Mungkin disana kekurangannya.
Saya berdo’a tapi tak pernah kududuk di depan komputer untuk mengetik laporan dan proposalku. Kuberdo’a tapi tak sempat saya bertemu dosen pembimbing untuk konsultasi. Berdo’a tapi tak pernah kumencari dimana tempat penelitiannku. Kuberdo’a tapi tak benar kuberikhtiar.

Ibaratkan petani, saya adalah petani yang berharap panen melimpah tapi tak pernah turun kesawah. Tak pernah menanam lalu berharap menuai panen. Tak pernah mengolah tanah tak pernah mempersiapkan bila hujan turun. Menganggap hanya dengan do’a padi tumbuh menunggu panen.

Jikalau saya pedagang saya pedangang yang berdo’a meraup untung tapi tak pernah pergi kepasar. Tak pernah berjual-beli. Saya nelayan yang berharap tangkapan ikan banyak tapi tak pergi-pergi melaut tidak pula menambal jaring yang koyak. Saya pejuang yang bersantai dirumah lantas berharap kemenangan dipertempuran. Tanpa mengasah pedang, tidak pula menysun strategi dan kaki takmelangkah jua kemedan perang.

Hari-hari kedepan adalah hari-hari yang akan saya habiskan untuk mengikhtiarkan dan berdo’a. melengkapi impian dengan dua sayapnya. biar me-langit bersua dengan Sang Pengabul Do’a.

23 November
di KA.Matremaja Malang-Jakarta
sebelum Tulung Agung

19 November 2007

Max Havelaar

Siapa sih yang tak kenal Douwes Dekker? penggagas politik balas budi di masa penjajahan Belanda di Indonesia? Ia yang dikenal dengan nama penanya Multaluli, yang karena laporan nya, yang berjudul Max Havelaar, yang ia dedikasikan untuk kerajaan belanda, yang dinilai memiliki sastra tinggi, laporan yang mampu menggerakan hati pemimpin tertinggi bangsa colonial tersebut untuk akhirnya mau menurunkan kebijakan politik etis. Siapa yang tak kenal? Namanya telah dipelajari dibangku-bangku Sekolah dasar di seluruh Indonesia walaupun hanya sekilas.

Namun, siapa saja yang sudah membaca karyanya? Pastinya lebih sedikit. Dan pecan kemarin saya akhirnya bisa menemukan buku yang sudah lama saya cari-cari tersebut, terpajang di rak perpustakaan. Dan betapa senangnya saya waktu itu, seperti menemukan hartakarun saja. Dan ternyata lumayan butuh waktu lama untuk menghatamkan buku jaman baheula tersebut.
Dan pada keksempatan ini saya sedikit berbagi cerita dari buku yang berjudul Max Havelaar atau anak judul lain ialah Lelang Kopi Maskapai Dagang Belanda.

Max Havelaar ditulis oleh Multaluli pada tahun 1859 di Belgia. Buku yang ditulis dengan gaya bahasa aku ala Multaluli ini, di Indonesia diterjemahkan oleh H.B. Jassin langsung dari bahasa aslinya, Belanda. Buku ini disusun dari pengalaman2 pribadi Dekker di Bumiputera (sebutan Indonesia jaman dahulu) tepatnya didaerah Lebak sebagai asisten residen. Pekerjaannya sebagai asisten Residen tersebut ia dapat melihat dengan dekat ketidakadilan dan penindasan terhadap penduduk Bumiputera waktu itu. Makanya tak heran jikalau buku isi buku ini mengandung gugatan yang tajam terhadap pemerintahan Hindia Belanda atas ketidakadilan dan penderitaan rakyat.

Jeniusnya Multaluli membungkus buku yang mengandung gugatan tersebut ditulis dengan gaya sebuah roman dengan keindahan bahasanya. Anda akan terantuk paragrap sebuah puisi dari Saijah ketika akan berpisah dengan Adinda:


Bila aku mati di Badur, dan aku ditanam di luar desa, arah ke
Timur di kaki bukit yang rumputnya tinggi;
Maka Adinda akan lewat di sana, tepi sarungnya perlahan
mengingsut mendesir rumput,....
Aku akan mendengarnya.

Atau sajaknya Saijah saat menanti Adinda ditutup dengan:

Maka malaikat melihat mayatku
Diberitahunya saudara-saudaranya, ditunjuknya ma-
Yatku dengan jarinya
“lihatlah, nun jauh disana ada seorang mati ter-
lupa
Mulutnya kejang mencium kembang melati
Marilah, kita angkat dia kita bawa ke surga
Orang yang menunggu Adinda sampai mati
Sungguh, ia tak boleh tinggal sendiri
Orang yang matinya begitu keras mencinta
Maka sekali lagi mulutku kejang akan membuka
Untuk memanggil Adinda yang kucinta
Sekali lagi kukecup melati
Yang dia berikan ..... Adinda .....Adinda !



Di akhir buku ini multalui menekankan tujuan dari penulisan bukunya dengan kalimat.

Aku mau dibaca! Ya, aku mau dibaca ! aku mau dibaca oleh negarawan-negarawan yang berkewajiban memperhatikan pada tanda-tanda zaman. Oleh sastawan-sastrawan yang yang juga hrus membaca buku itu yang begitu banyak dijelek-jelekan orang...

Ya aku bakal dibaca !
Maka akan kuterjemahkan bukuku dalam bahasa melayu, Jawa, Sunda, Alifuru, Bugis, Batak...
Dan akan kulontarkan lagu-lagu perang pengasah kelewang kedalam sanubari pejuang-pejuang syahid...



Dalam penutupan bukunya Multaluli menggambarkan indonesia dengan sangat indah sebagai ..yang menlingkar nun disana di khatulistiwa laksana sabuk jamrud...
Di tutup dengan kalimat yang akan saya pikir akan menggetarkan hati seorang pemimpin, dengan sentuhan yang dalam dimana buku ini ditulis untuknya...

Dan bahwa nun disana rakyat Tuan yang lebih dari tiga puluh juta disiksa dan dihisap atas namamu?

30 October 2007

Pernikahan I

 Dalam membaca cerita-cerita roman, saya selalu berharap, di akhir cerita tokoh utama dapat menikah dengan pujaan hatinya dan kemudian hidup bahagia selama-lamanya. Sepertinya, pernikahan adalah titik awal dari segala kebahagiaan manusia. Kunci untuk membuka kotak kebahagiaan yang tak pernah habis.

Lihat saja, tanpa pernikahan, hidup Romeo dan juliet berakhir tragis. Kisah Laila Majnun menjadi kisah cinta yang memilukan. Karamnya kapal Van Der Wijck lebih dari sebuah tragedi bagi Zainudin, lebih dari hanya tenggelamnya sebuah kapal, tapi berarti hilangn kepingan hatinya yang dibawa Hayati. Tanpa pernikahan cerita Wasripin dan Satinah menjadi sebuah cerita yang menyedihkan. Sami menderita, karena dunianya lenyap, di bawa Samiroh.

Dan dengan pernikahan Cintanya Zulaikha kepada Yusuf menjadi suci. Dengan pernikahan Cita-cita seorang Kartini lebih mudah tercapai. Abu Kasan Sapari berbahaia dengan Lastri. dan Kebahagiaan Fahri menjadi lengkap.

Pernikahan adalah sebuah episode yang diharapkan akan juga dilalui oleh setiap insan (termasuk saya). Sebuah titik kehidupan yang akan dilalui, yang juga telah ditetapkan sebelum manusia hidup kedunia. Cepat atau lambat, pernikahan menjadi sebuah momen yang (akan) direncanakan dalam benak manusia. sadar atau tidak setiap langkah kehidupan (bagi yang belum menikah) mengarah ketitik sana.

Pernikahan adalah penawar dari hidup yang ditakutkan manusia : sepi, sendiri. Dengan menikah berarti memastikan ada teman disamping disaat kau sendiri. Ada punggung yang tegak yang siap dijadikan sandaran saat lelah menjalani hidup. Ada dada yang lapang untuk berlindung dan menumpahkan kekesalan hidup. Ada tangan yang menggemgam teguh memberi harapan di saat mulai ragu akan pilihan hidup. Ada kaki yang kuat yang siap berjalan mengiringi entah seberapa jauh perjalanan hidup.

Walaupun banyak sudah cerita, lirik, lagu, langgam, puisi, pepatah, tulisan mengadopsi dari imaji pernikahan. Banyak sudah cerita di buat, bertemakan pernikahan. Buku dicetak sebagai solusi pernikhan. Tulisan di muat utuk meng-inspirasi kehidupan pernikahan. Konsultasi dibuka sebagai pesaran masalah dalam pernikahan. Nyatanya walaupun begitu, adalah fakta yang sulit untuk maju ke pernikahan. Banyak pertimbangan dan pikiran-pikiran yang membeban.

Pernikahan menjadi bukan hanya sebuah prosesi untuk menyatukan dua insan,
Tapi menyatukan dua cita-cita yang mungkin berbeda dan mungkin akan berubah pula kelak. Pernikahan bukan hanya sebuah upacara untuk menyatukan dua keluarga, tapi darinya, akan lahir sebuah keluarga dari dua keluarga yang berbeda. Sebuah kelurga yang harus dibimbing dan dihidupi. Pernikahan bukan hanya menjadi sebuah ikatan untuk terus bersama dalam sebuah suka dan bahagia. Tapi ikatan yang harus terus dijaga daalm sakit dan duka.

Apakah hanya dengan cinta
semuanya bisa dilampaui??
jikalau iya, kan kutebus engkau dengan cinta.
yang walaupun sederhana
kan indah mempesona
sebab kutitipkan dihelai sayap malaikat.

Sebuah tulisan dari seseorang yang mau menikah...
*siapa juga coba yang ga mau*
Yang berlarut-larut dalam pikiran.
Padahal kata hamlet, berlarut-larut dalam pikiran sebagian membuat kita bijak, tapi tiga bagian membuat kita menjadi pengecut.



Akhirnya bertemu di belangga

Benar-benar saya tak menyangka ketika dulu mendapatkan kabar, bahwa teman saya, my Bro, saudara saya, akhina Dato, akan melangsungkan pernikahan pada tanggal 28 Oktober ini. Kaget? Jelas. Ragu? Masih…, Sampai akhirnya pada suatu malam, beliau sendiri menyampaikan rencananya yang akan melangsungkan pernikahan. Ah, Rupa-rupanya saya telah meremehkan (lagi) goresan pena Ilahi dalam membuat pola kehidupan seseorang. Meragukan kekuatan yang bernama jodoh dan cinta.

Saya belum bisa memberikan apa-apa untuk saudaraku di hari berbahagianya. Hanya bisa berdo’a semoga ini menjadi awal dari semua yang indah, awal untuk saling menguatkan dalam mencapai tujuan bersama, dan semoga dalam perjalanannya nanti dapat memberikan banyak manfaat untuk sesama.

Kata pepatah lama:
Asam di gunung garam dilautan
akhirnya bertemu juga di belangga.

selamat menempuh hidup baru.

28 October 2007

Pelita Abadi

Terangi jalan perjuangan
dengan pelita abadi

karna damar akan padam
saat fajar datang
dan mentari hendak terbenam
dipenghujung senja.

tanpa cahaya abadi
siang malam bak sama saja
gelap dan sempit

mencari dalam gelapku
cahaya yang membalut
sinar mentari dan terang rembulan.

Hanya pada cahaya-MU ya Allah
aku bernaung.

Makanan Favorit Mahasiswa

Jangan benar-benar percaya dengan tulisan dibawah ini.
jikalau terdapat kesamaan, nama,  ide, peristiwa, tempat itu semata-mata karena kebetulan.

Awal bulan = mie goreng sedap double tambah telor tambah nasi dikit dimasak pake kompor . airnya pake air merk a*ua asli.
Perempat bulan = mie goreng sedap (singgle) pake telor tambah nasi banyak dimasak pake kompor. airnya pake air a*ua asli.
Tengah bulan= mie goreng sedap ga pake telor ga pake nasi di masak masih di kompor. airnya pake air isi ulang.
Tiga perempat bulan= mie goreng sedaap ga pake telor ga pake nasi di masak di heater. pake air isi ulang.
Akhir bulan sama mie sedap kuah (yang kuahnya agak banyak) ga pake telor ga pake nasi di masak di heater. Airnya pake air keran.

22 October 2007

biar menyejarah, belajar sejarah

Liburan masih lumayan panjang, disaat seharusnya liburan adalah waktunya seneng2 menghabiskan waktu, tanpa harus pusing2 dipermasalahkan dengan beban yang berat-membatu dipundak. Eh,..Sekarang, saat libur, ko malah selalu mendapatkan diri merasa bersalah, ga enak sendiri. sering terpentok keadaan: bosan. Kebosanan lahir tak lebih karena diri sering terperangkap rutinitas liburan yang itu-itu saja: banyak istirahat, tidur, makan, leyeh-leyeh, bengang-bengong dan nonton, tak lupa menghadap, menyapa dan bersyukur kepada Pemilik Hidup. Tak ada satupun aktivitas yang efektif untuk menahan-lambat jatuhnya waktu sia-sia.

Jika biasanya waktu liburan, terus terperangkap keadaan seperti ini, paling efektif adalah baca-baca menghabiskan waktu, eh,.. kenyataannya. saat ini saya lebih banyak bengong-bengong. Jika dulu kemaren waktu liburan adalah saat yang tepat untuk menenggelamkan diri dengan buku-buku, maka sekarang lebih banyak mendapatkan diri lagi leyeh-leyeh ga karuan. Jika dulu liburan dipake untuk mengerami buku, maka sekarang diri ini lebiih banyak duduk didepan tivi.

Aktivitas2 tersebut emang benar2 diluar rencana awal untuk menghabiskan liburan.
Jika biasanya pas liburan, klo mudik, pasti bawa buku (minimal) satu untuk dierami terus sampai bulukan. Tapi ga tau kenapa, mudik tahun sekarang ko…males yah… bawa buku dari Malang. harapannya seeh dirumah ada buku bagussss eh,.. pas nyampe rumah ternyata ga ada. Yang ada berjajar dihadapanku hanya buku-buku pelajaran SD kelas V punya adek. Akhirnya ambil keputusan, yah…, Daripada waktu menguap begitu saja tanpa jelas juntrungannya, jualan anggur sambil ngang-ngong (nganggur sambil bengang-bengong) mendingan kan mengunyah waktu dengan buku. walaupun bukunya ga krunch2 banget.

Jadilah disela-sela istirahat, tidur, makan, leyeh-leyeh, bengang-bengong dan nonton, saya sempatkan baca buku punya adek, buku pelajaran anak kelas V SD, yang ga kriuk apalagi krispy tadi…tapi ternyata setelah baca dihalaman sana-sini,..lumayanlah, walaupun bukunya sederhana (bahkan sangat-sangat sederhana, karena isinya, ide pokok hanya dibuat poin perpoin saja tanpa embel-embel kata apapun juga) buku tersebut ternyata agak liat juga dikunyah. Sehingga detik demi detik waktu terasa lenyapnya, jadi kerasa ilangnya.

Lalu sambil lalu sedikit membuat corat-coret dikompi, sambil mengingat-ngingat kembali mata pelajaran sejarah dulu yang sering dapat nilai “cukup” dan “sedang”, jarang banget dapat nilai “lumayan” apalagi “memuaskan”. Entah kenapa, rasanya dulu susah buaaangeet mencerna mata pelajaran yang satu ini (Untuk ngeles dari todongan pertanyaan saya sering banget beralasan: “gimana bisa ngerti, lha wong pas terjadi saya belum lahir ko, Bu…” *bisa banget alasannya kan?*). Dulu saya masih sering salah membayangkan rangkaian bentangan garis waktu sejarah dan masih bingung titik-titik peristiwa pembuat garis sejarah tersebut. Maklum dalam kurikulum dulu (sekarang juga masih), banyak banget bentangan waktu hilang tanpa kita ketahui dan kita pelajari.

Jika dulu ga mudeng2…Tapi sekarang-sekarang ini, ko saya sering mendapatkan diri ini lagi terpergok berhadapan serius dengan buku2 sejarah. Apalagi setelah membaca novel-nya Pram, Arok-Dedes. Presepsi akan kebenaran sejarah masa lalu begitu mudah berubah, begitu gampangnya memutar-mutar kebenaran yang terjadi waktu lalu dengan sebuah tulisan…
Akhirnya saya jadi penasaran sama sejarah Indonesia…. Dan mungkin mumpung lagi liburan saya bikin coretan-coretan saja…

Bukankan dengan belajar sejarah kita bisa belajar tentang kehidupan masa lalu untuk masa kini dalam mempersiapkan masa yang akan datang. Bukankah dengan berguru kepada sejarah kita bisa mengambil hikmah-hikmah dari setiap peristiwa yang telah terjadi untuk dijadikan referensi. juga bisa belajar dari tragedi yang pernah terjadi agar berhati-hati tidak terperosok kedalam tragedi yang sama.

Mempelajari sejarah bagiku bukan saja tentang ”pengetahuan” dan ”kebenaran” tentang masa lalu, tapi bagaimana akan lahir sebuah tindakan terhadap masa kini. Dan untuk menginspirasi bagaimana bertindak yang tepat dimasa yang akan datang.
Jika sejarah tidak meng-inspirasi bagaimana bertindak yang tepat, maka kita gagal dalam mempelajari sejarah.

17 October 2007

Sebagian Tetap sama Beberapa Telah Berubah.

Lebaran dikampung kali ini menyisakan banyak perenungan dalam buatku. Entah apakah nantinya perenungan ini mampu membuat perubahan pada hidupku ataukah semakin memaku ego kedalam karakter, atau hanya sebagai sebagian kisah hidup yang mampir saja. tanpa kesan tanpa makna yang akan lalu berlalu begitu saja. Aku seeh, berharap semoga jeda yang sebentar ini mampu menjadi bekal untuk melakukan perjalanan panjang lagi. Perjalanan mendefinisikan hidup yang jauh dari rumah.

Kemaren, saat menginjakkan kaki di kota kelahiran, sukabumi, saya sudah lumayan terkejut dengan beberapa ruang kota yang aku lewati tampak berbeda. Keterkejutan bertambah ketika aku kembali kerumah dan banyak bertemu dengan teman dan handai taulan. Keterkejutan tak lebih karena menemukan berbagai hal yang dulu akrab kini hadir berbeda, terbentur dengan harapan yang menginginkan semua tetap sama. Ga pernah berubah.

Ah, Saya sering tak siap jika berhadap-hadapan dengan yang dulu akrab, lalu kini tlah berubah. Sudah Berbeda tak sama lagi. Saya ini konservatip mungkin. Pro status Quo, berharap romantisme masa lalu bisa kurasakan lagi. Sering berpikir (dan berharap) akan ketemu dengan kawan lama dengan keakraban yang terbangun di masa kecil dahulu. Bertemu dengan teman lama dengan guyon, cela, seius, canda pada masa lalu. Ingin ketemu dengan sahabat lama dengan pengertian, solider yang dahulu pernah ada.

Memang, pohon rambutan di kebun orang, tempat bermain, merayakan kreativitas, (dan mengambil rambutannya) sekarang pun masih ada dan tampak kelihatan sama. Sungai tempat berenang, bermain dan melepas lelah setelah main bola di tengah guyuran hujan masih ada. Pos ronda tempat nongkrong, gitar-gitaran, cangkruk’an, leyeh-leyeh, main krambol, remi atau gapleh dan masak nasi liwet dimalam hari, toh masih berdiri.

Yang berbeda, tak ada lagi riuh tawa anak disungai, yang sungainya kini sudah agak surut jauh dan jauh lebih kotor. Perkampungan jadi semakin sempit, Tak ada lagi tempat anak yang bermain (dan emang mereka enggan) bancakan, boy-boyan, bentengan, dan segala permainan tradisional yang dulu (alhamdulillah) pernah saya mainkan. Dan tentang sohib2 lama tak kutemukan lagi suasana pertemanan dahulu. Kini semua sudah disibukkan dunianya masing-masing, untuk sekedar bertahan hidup di dunia yang gila ini. Berjuang ditengah-tengah dunia manusia makan manusia.
Termasuk saya yang sok sibuk, dengan skripsinya yang blom kelar2, sampai tak sempat ber-say hallo pada mereka.

Mungkin ini sebuah teguran bagi saya yang tak pernah mempersiapkan kenyataan: Bahwa semua tak ada yang kekal, semua akan berubah. Teguran bagi siapa saja yang sering memaksakan kekuasaanya untuk mempertahankan hukum alam: bahwa muda akan menjadi tua, bahwa kecil akan tumbuh besar.
Dan sekaran, mungkin saya harus menyesuaikan perubahan dan mulai meng-akrabkan dengan yang kini telah berubah.


Selamat I'dul Fitri Semuanya

Taqobbalallahuminna waminkum taqobbalyaa kariim.
Minal Aidzin Wal Faidzin

Mohon Maaf Lahir dan Batin














 
hanya itu yang bisa saya sampaikan...

07 October 2007

mudik

Besok, Senin jam satu keinginan yang sudah lama akhirnya bisa mewujud. Besok ruang Rindu yang selama ini kosong akan terisi. Rindu rumah akan terbalas.
Akhirnya saya bisa juga pulang ke rumah. Ketempat dimana kita tidak sekedar terlindung dari sengatan mentari atau guyuran hujan. Tapi tempat nyaman untuk kembali mengingat dan mempertahankan sekuat-kuatnya bantalan identitas yang kini mulai sudah mulai tidak diperhatikan.

Akhirnya aku akan kembali ke sebuah tempat yang luar biasa yang menyimpan berbagai keajaiban. Lebih ajaib dan menakjubkan daripada Neverland. Tempat dimana, bahkan Wendy (tokoh dalam Peterpan) rela meninggalkan segala keajaiban Neverland untuk datang kembali ketempat ini.

Akhirnya aku akan datang kembali keteempat dengan pertahanan dan perlindungan yang luar biasa. Pertahanan yang lebih kuat dari Hogwarts. Tempat hanya dimana, Harry Potter bisa terlindungi dari kekuatan sihir jahat Lord Voldemort, ketika tidak dibawah pengawasan Dumbledoore.

Mulai beberapa hari yang lalu, tepatnya ketika sudah memegang tiket pulang, sebuah kepastian akan kembali ke rumah, perasaan sudah bercampur baur berwarna warni. Sebuah emosi yang tidak bisa didefinisikan apakah senang, bahagia, sedih atau rindu...
Sebuah emosi yang muncul selalu ketika mendekati hari mudik. Sebuah emosi yang jika engkau belum pernah merasakannya engkau tidak akan pernah bisa membayangkannya.

Nyatanya rindu ini semakin memuncak. Setiap kilometer bertambah dekat ke rumah maka semakin bertambah pula rindu ini....

06 October 2007

12 monkeys, Deja vu : berjuang mengubah takdir

"Filmnya tetap sama, tetap yang dulu, tidak ada yang berubah. kitalah yang berubah, karena kita melihatnya dari sudut yang berbeda,"  kata James Cole (Bruce Willis) dalam 12 Monkeys, saat memberi penjelasan jika kita nonton film lama kemudian kita mendapatkan ide baru saat menontonnya kembali.

Film yang sudah lama ini, kemarin saya tonton lagi, sambil ngabuburit. Dan saya menemukan dialog James Cole dengan Dr Kathryin Railly pas di bioskop yang sengaja saya kutipkan di awal tulisan ini.

12 Monkeys dibuat tahun 1995, disutradarai oleh Terry Gilliam. Dalam film ini dikisahkan bahwa di masa depan manusia yang berjumlah 1%, tidak hidup di atas permukaan bumi lagi. Manusia ereka hidup di bawah tanah, karena di permukaan bumi sudah dikuasai oleh virus mematikan yang memusnahkan 5 millyar penduduk bumi. Yang menguasai permukaan bumi hanyalah binatang.

Nah, untuk mengembalikan kehidupan manusia ke permukaan, maka dikirimlah James Cole ke masa lalu untuk mencari informasi awal dan pelaku penyebaran (dan menghentikannya) virus yang mematikan tersebut.

Dalam misi penyelamatannya itu ia bertemu dg DR. Kathryin Railly sekaligus dokter yang menanganinya (James Cole) saat dibawa ke Rumah sakit jiwa. berdua dengannya James Cole melakukan misi penyelamatan menghentikan penyebaran virus mematikan. Namun walaupun sudah berjuang dengan kemampuan superhero namun tetap saja bencana tersebut tidak bisa dihentikan. Virus tetap saja menyebar dan memusnahkan penduduk bumi. masa lalu tetap masa lalu. takdir tidak bisa berubah.

Berbeda hasil akhirnya dengan film Deja vu yang disutradarai oleh tonny Scott yang dirilis bulan April 2007 kemaren. ceritanya hampir sama tentang misi penyelamatan ke masa lalu, namun endingnya saja yang benar-benar beda.

Deja vu film tentang seorang polisi, agen ATF, Doug Carlin diperankan deng brilian oleh Denzel Washington. kisah berawal dari meledaknya kapal ferry yang memuat 500 personil angkatan laut oleh seorang teroris di New orlean harbour. tak jauh dari tempat kejadian ditemukan pula mayat wanita, Claire Kuchever, yang dibuat persis seperti korban ledakan kapal ferry.

Dalam penyelidikan Carlin dibantu oleh Bill Marsilii's dengan peralatan canggihnya yang bisa melihat keadaan waktu 3 hari yang lalu. dengan alat canggih tersebut (jembatan Einsten)pula Carlin dikirim ke masa lalu, tepatnya hari dimana kapal meledak, untuk menghentikan ledakan kapal yang menewaskan hampir 500 personil angkatan laut.

Singkat cerita pengiriman kemasa lalu berhasil. dan misi penyelamatanpun berhasil dilaksanakan. masa lalu mengarah ke masa sekarang dan yang akan datang. merubah masa lalu berarti merubah keadaan sekarang.

Di saat menjalani hidup lalu terbentur kehidupan sesehari tentang bagaimana merubah takdir

bersambung saja.
ending tulisan ini masih saya pikirkan... nunggu inspirasi..nunggu moment yang tepat.

01 October 2007

Nggak seperti Rangga dan Sasuke

dulu lalu saya bilang bahwa sendirian itu cool. keren. malah dulu sering-sering nyaranin ke teman2 untuk berpisah-meyendiri tapi ko sekarang di saat satu-persatu teman saya mulai meninggalkan saya karena sudah berakhir masa studinya alias lulus saya ko jadi mengeong-ngeong kesepian. ga ada teman. pas nyaranin temen (aslinya bukan nyaranin tapi stengah maksa gituhh)untuk bareng-bareng saja lulusnya mereka menjawab : "lha salah sapa males-males, katanya dulu nge-pur..." ada lagi yang ngomong gini: "....makanya jangan ngurusin orang lain terus, pikirin tuh skripsinya.."

menjadi penyendiri yang teguh memegang prinsip hidup ditengah-tengah pasar ide emang seeh kelihatan keren. menjadi penyendiri berjuang melawan konformitas emang tampak hebat. contohnya aza si Rangga dalam AADC atau Sasuke di Naruto. kedua-duanya tampak cool dan keren abizzz... malah di salah satu poster Sasuke sampe bilang gini: cool, calm, colected, the boy want to be you, the girl want you, dll sampe-sampe lupa apa aza tulisannya. dan emang tampaknya semua kesan keren, berbahagia bersemayam di sosok para penyendiri.

tapi apakah benar untuk hidup yang bahagia dan biar tampak keren itu harus menyendiri?? film emang sering menipu kita dan membuat belokan jauh dengan kenyataan. bagiku yang merasakan (dan kini meyakini) bahwa cerita film benar2 jauh berbeda dengan alam kenyataan mulai berpikir bahwa untuk hidup bahagia tidak harus menampilkan diri sebagai seorang penyendiri.

justru malah ketika bertemu di alam nyata hidup bahagia adalah ketika kita bisa berbagi dengan orang lain. bisa meringankan beban pundak orang lain. hati merasa lapang jika telah memberikan sesuatu kepada orang lain...membagi waktu dengan yang liyan. mengulurkan tangan untuk membantu, mendengarkan untuk berbagi. hidup yang benar-benar hidup bukan hidup untuk diri sendiri tapi hidup untuk orang lain.

jadi inget apa yang dikatakan seseorang, yang kita miliki adalah apa yang kita berikan untuk orang lain. bukan yang kita simpan atau bukan yang kita makan.
nahhh lho...jadi kaya ke gampar bolak-balik tapi ga bisa melawan.
di saat berlomba-lomba untuk meraup benda yang banyak, diri ini sering lupa sama orang-orang disekitar untuk berbagi. untuk berbuat sesuatu buat mereka.

pantes aza dulu rosul pernah bilang. manusia terbaik adalah manusia yang paling banyak manfaatnya untuk orag lain. bukan untuk diri sendiri.

24 September 2007

Al-Qur'an Terbesar di dunia

Adalah manusia yang tanpa henti untuk terus mengejar apa yang diinginkan. Terus untuk tak henti menncapai apa yang dicitakan. mengejar impian. Karena (mungkin sifatnya yang tak pernah puas) Sampai-sampai kadang lupa dengan daratan, karena terus disibukkan atau bahkan dibutakan oleh dunia - untuk selalu menjadi nomor satu-. Menjadi yang “ter” dan yang “paling”: Terbaik, terbesar, tercepat, terhalus, dan paling-paling yang lain.

Kemarin, di headline Jawa Pos, menampilkan sebuah foto lonceng terbesar buatan tiongkok dan di halaman belakang di muat foto Al-qur’an terbesar. Saya pikir lonceng tersebut disamping dalam pembuatannya memakan banyak biaya juga pasti terlalu merepotkan dalam pemasangan dan pembuatannya. Padahal, belum tentu lonceng tersebut nantinya bisa memenuhi fungsinya. Belum tentu al-qur’an tersebut (yang besar) memenuhi tugas (minimal bisa dibaca sama orang) utamanya.

Konon katanya lonceng terbesar yang ada di Moskow, Rusia, sana belum pernah sekalipun dibunyikan. Atau meriam terbesar yang ada di sana juga, belum pernah sekalipun ditembakkan. Sungguh sangat ironis. Hal-hal yang terbesar justru tidak pernah menjalankan fungsinya dengan baik. Saya jadi penasaran apakah nasib al-Qur’an terbesar juga sama dengan lonceng dan meriam yang tak pernah dipergunakan sama sekali. Jika nasibnya sama tentu akan sangat menyedihkan sekali. Masih mendingan Al-qur’an saku yang dulu saya punya (sekarang sudah g ada, hilag entah dimana), kecil, biasa, dan ada beberapa benang di covernya agak terurai. Walaupun kecil namun masih bisa menemani saya dan bisa terus saya baca. Masih mengingatkan saya tentang apa yang diinginkan oleh Allah terhadap saya yang sering bermaksiat ini.

Dititik inilah saya sering terpikir dan sering sengaja berpikir. Dan saya pikir, hal seperti ini juga sebaiknya dipikirkan oleh yang lain sehingga tidak ada penyesalan dikemudian hari. Sungguh sayang jika kita yang mati-matian mngejar yang tertinggi dan tercepat dipuncak, namun setelah berada dikeadaan yang “paling” (tertinggi dan tercepat) ternyata kita baru sadar tangga yang kita naiki bersandar pada tembok yang salah.
Duh, betapa sayangnya jika suatu ketika, saat berada pada posisi yang “paling”, kemudian melihat jejak perjalanan pada waktu lalu, kita sadar apa yang kita bangun seperti apa yang terjadi pada Al-qur'an yang terbesar... besar namun tidak pernah memenuhi fungsi utama yang dulu direncanakan.

22 September 2007

Estafet kemenangan

tulisan ini saya buat tepat satu tahun dulu, entah saya ingin mengingat
atau ingin bermemoria...tulisan ini pernah di muat di akselerasi, namun sekarang udah beberapa perbaikan


“Rome was not built a day”
Julius Caesar

Roma tidak dibangun dalam satu hari, Ia dibangun oleh hari-hari panjang yang penuh sejarah dan penuh perjuangan oleh bangsa itali itu sendiri. Ia dibangun di atas pondasi sejarah masa lalu…. Pun kemenangan pasukan muslim dalam pembebasan kota Mekkah (fatthu Mekkah), kemenangan yang paling sukses yang menjadi tonggak paling bersejarah dalam perjuangan Islam selanjutnya, ternyata ia tidak ditaklukan dalam sekejap. Kemenangan tersebut bukan peristiwa yang turun begitu saja dari langit sebagai hadiah dari Allah. Namun ia digapai dari sebuah perjuangan, ia digapai dalam sebentuk tekad membaja dan perjuangan gigih. Ia diraih melalui pengorbanan-pengorbanan panjang. Ia adalah akumulasi dari kemenangan-kemenangan sebelumnya.

Begitulah setiap kemenangan akan disusul oleh kemenangan-kemenangan lain bila dalam proses kerja keras meraih cita-cita tersebut terdapat proses belajar yang berkesinambungan. Karena tidak mungkin meraih kemenangan berikutnya, bila dalam kemenangan sebelumnya tidak ada proses pembelajaran yang sungguh-sungguh dari padanya.

Meraih kemenangan adalah proses kerja keras yang sulit, namun menjaga kemenangan untuk meraih kemenangan selanjutnya adalah menghadapi kesulitan lain yang jauh lebih sukar dan pelik. Meneruskan tongkat kemenangan menuju proses kemenangan selanjutnya adalah ujian yang lain selanjutnya: menjaga nilai kemenangan dari debu-debu kemunafikan, menjaganya agar tidak terjerumus kedalam jurang kesombongan, menjaganya tetap murni dari segala godaan yang menyesatkan.
Menjaganya dari anggapan “merasa”, merasa besar, merasa kuat, dan atau merasa hebat. situasi yang sulit dihindarkan karena sering terlalu menyakitkan bagi para pemenang. Engkau hebat tapi ga boleh merasa hebat, engkau besar tapi jangan merasa besar ; jebakan megalomania. Pepatah jawanya : adigang, adigung, adiguna.

adalah perang uhud yang telah menyejarah hadir, tidak sekedar untuk dikenang.

Begitu pula dalam suasana idul fitri tiba. Disaat kemenangan yang ditunggu-tunggu tiba. Bisakah melanjutkan kemenangan terebut ke kemenangan-kemenangan selanjutnya. Memang selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan kita berpuasa. Menahan lapar dahaga. Berjuangan membina dan mengendalikan nafsu. Selama satu bulan juga kita jaga lisan kita agar tidak keluar perkataan sia-sia darinya. Mata sekuat tenaga kita tundukkan, telinga kita tutup rapat-rapat dan menghindar dari segala kesia-siaan. Hati pun kita jaga dengan sangat hati-hati. Kita berlomba-lomba mengerjakan amal baik. Terawih, sholat malam, tilawah tiap hari, sholat berjamaah yang tak pernah luput.

Namun apakah kemenangan itu akan kita jadikan milestone untuk meraih kemenangan selanjutnya. Ataukah selama satu bulan di madrasah takwa justru ama sekali tidak membekas. Apakah banyaknya amalan-amalan dalam Ramadhan bisa kita jadikan jaminan untuk memperoleh kemenangan seterusnya. Ataukah kemenangan itu justru sebagai titik puncak yang kemudian berbalik arah dengan kecepatan tinggi menuju jurang kekalahan. Atau bahkan ternyata amalan-amalan ibadah kita adalah sebuah bentuk kurva kuadratik; yang penaikkannya berbanding lurus dengan penurunannya atau bahkan lebih dari itu.

Jangan sampai jerih payah kita melaksanakan ibadah selama ramadhan tidak mampu meubah diri kita menjadi lebih baik. Tidak mampu menjadikan diri kita menjadi seorang pembelajar sejati. buktikan kita adalah hamba Allah bukan hamba Ramadhan.

PSSI (TEMPAT, BUTUH) PRESTASI BUKAN KORUPSI

Inginnya saya ngomong “udahlah bung nurdin, anda sebenarnya udah ga layak (dari dulu emang ga layak) lagi duduk di PSSI.” Tapi mungkin omonganku ga sempat sampai ke mereka para pengurus yang duduk di PSSI, apalagi dengan bung Nurdin yang lagi sibuk di pengandilan atau (sekarang malah udah) di balik penjara. Omonganku kalau toh nyampe ke kantor PSSI pastinya pun akan bertumpuk (dan pastinya berada ditumpukan paling bawah) dengan berkas-berkas proyek yang tidak kalah penting.

Saya mungkin adalah salah satu dari sekian banyak orang indonesia yang berharap dan bermimpi timnas bisa bicara banyak di pentas dunia. Bisa lihat timnas bertanding dengan sekuat tenaga dan seluruh kemampuan melawan Prancis atau Brazil. Bisa mendengarkan lagu Indonesia Raya di kumandangkan di pertandingan final piala dunia, dan para suporter dari Indonesia, dengan mengibarkan berndera kecil, berdiri khidmat sambil mengikuti lagu dengan suara lirih namun menggema diseluruh stadion. Siap berteriak, bertepuk tangan, beryel-yel untuk memberi semangat.

Para pemain berbaris tegap dengan kaos timnasnya sambil tangan kanan bersidekap didada, percaya ada suporter yang menemani perjuangannya. Sadar ada tugas dan harapan dari seluruh orang di Indonesia yang di letakkan di pundak mereka. Ah...betapa mengharukan dan membahagikannya.

Namun, dengan harapan dan impian setinggi itu betapa kecewa dan menyedihkannya sepak bola tanah air sekarang ini. Betapa prestasi timnas kita terpuruk bahkan ditingkatan Asia. kompetisi kita carut marut dan penuh konflik, penjaringan dan pembinaan pemain kita payah. Hal tersebut diperparah dengan para pengurus PSSI yang menginginkan jabatan ketua sebagai jabatan seumur hidup. Diperburuk dengan kepengurusan sebagai ajang koncoisme dan pencarian proyek dan berbisnis. Makin mengenaskan dengan adanya kebijakan naturalisasi ala bung Nurdin. Ah...betapa mengecewakan dan menyedihkannya...

Padahal pada titimangsa kemaren, di ajang piala Asia, pasukan timnas sudah bertanding ala pahlawan. Dengan berbagai keterbasan yang ada, namun tetap memberikan perlawanan yang sengit yang bahkan lawanpun angkat topi, tidak akan melupakan semangat Ponaryo dan kawan-kawan. mereka sadar betul ada mimpi yang harus mewujud dari bangsa yang haus prestasi. Sungguh benar jika jiwa ini bersemangat fisik pasti tidak akan mampu mengimbangi.

Seharusnya Bung Nurdin dan para penurusnya di PSSI sadar, malu (dan langsung mengundurkan diri) ada orang-orang yang benar-benar memperjuangkan sepak bola Indonesia untuk meraih prestasi (Karena prestasi satu-satuny yang dicapai bangsa ini terus menenurus adalah korupsi). Bukan sebagai kandang koruptor untuk korupsi.

18 September 2007

sajak orang belajar




Sejumput rumput terserabut
Berderai Terbawa angin
Ke timur laut

Topan datang

Riak air gemericik
Membuncah meninggi
Ranting terbanting
Pokok tumbang

Badai datang

lama...

Awan gelap tersingkap
Angin sunyi senyap
Topan lenyap

Hangat mentari terang
Air tenang
Badai hilang

Topan datang
Topan lenyap
Badai datang
Badai hilang

Sadar hilang


sebelum Ramadhan
kuyakinkan setiap satu kesulitan
selalu berada di dua kemudahan.
satu pintu kesulitan menutup
dua pintu kemudahan terbuka.

11 September 2007

Menulis tentang menulis.

Saat ini saya benar-benar berada dalam kondisi dimana saya ingin menulis tapi tidak tahu apa yang ingin saya tulis. Ingin mengeluarkan sesuatu dalam pikiran ini tapi kok mentok. Buntu. (Benar-benar dalam posisi netral tidak coindong ketimur ataupun miring kekiri. Berada benar pada posisi kesetimbangan, yang akan keutara jika ada angin dari selatan atau akan kedarat jika ada angin laut.) Ingin menuturkan cerita tapi ko lidah ini kelu karena kehabisan cerita.

Seperti dalam cerpen Seno Gumira Aji darma, klo ga salah judulnya penggusuran, yang berkisah seorang ibu yang setiap malam senantiasa membacakan sebuah cerita sebagai pengatar tidur bagi anaknya. Pada sustu saat sang Ibu kehabisan stok bacaan dan buku cerita, kehabisan dongeng, kisah, fable, semua telah diceritakan. Ia benar-benar kebingungan karena kehabisan bacaan untuk dibacakan sebagai pengantar tidur anaknya. Tak mau kehabbisan akal si Ibu mengambil koran yang tergeletak dan membacakan sebuah rubric di koran sebagai cerita pengantar tidur anaknya.

Persis seperti itu mungkin keadaan saya saat ini. Ingin menulis tapi menulis tentang apa saya tidak tahu benar.Bedanya kalau dalam cerpen tersebut dikisahkan si ibu tidak bias bercerita karena semua buku cerita sudah dibaca, semua dongeng sudah diceritakan, semua legenda local maupun impor sudah dikisahkan dan akhirnya kebingungan menapatkan cerita baru. Sedangkan saya, saya tidak bisa menulis karena bukan telah banyak karya tulis saya. Tidak. Tapi lebih karena tidak piawainya saya dalam mengolah kata untuk sesuatu yang ingin saya sampaikan. Akhirnya saya duduk didepan computer dan mencoba menggerakkan jari-jemari diatas tuts keyboard berharap sebuah catatan lahir mendefinisikan dirinya. Entah akan menjadi tulisan yang baik atau tidak, tidak terlalu saya khawatirkan.

Keras kepalanya saya untuk tetap menulis, walaupun tidak tahu yang akan diceritakan. Ngeyelnya saya untuk tetap duduk bermesra-mesra di depan computer dan tetap tekun menggerakkan jemari di keyboard tanpa tahu hasil akhir tulisan saya, mungkin terlebih karena ada keinginan yang kuat dalam diri saya atau entah efek dari hasil doktrinasi buku2 yang saya baca untuk menjadi seorang penulis. Dalam setiap buku tentang bagaimnana (buku-buku dengan subjek how to) agar menjadi seorang penulis senantiasa disebutkan langkah pertama yang harus dilakukan adalah menulis….menulis…dan menulis…. Lha mau nulis apa saya ga tahu.

Eh,…tapi mungkin benar juga. Lha buktinya tanpa tahu apa yang harus saya tulis saya sudah dapat tiga paragraph. Eh…empat deng! jika dihitung dengan paragraph dimana kalimat ini berada. Lumayan banyak dan lumayan lancar bagi sebuah tulisan yang lahir tanpa persiapan. Lumayan mengalir deras serat pikiran menterjemahkan buah pikiran ke dalam rangkaian kata-kata bagi catatan tanpa oret2an sebelumnya.
Padahal dulu ketika masa-masa sekolah, selalu dapat teori jika mau menulis (dalam mata pelajaran bahasa indonesia, yang jika ujian selalu dikasih kertas polio untuk mengerjakan soal membuat karangan ketika berlibur. gimana g bosen coba!) buatlah terlebih dahulu rangka pikiran dari setiap tulisan yang akan kita buat. Lalu tentukan jenis paragrapnya: induktif atau deduktif; kemudian buat pokok utama dari tiap paragraph dan lalu pokok pendukung.

Jadilah menulis sebuah pekerjaan yang sangat sulit. Karena terikat dengan berbagai macam aturan yang kaku. Jadilah seni menulis seperti pekerjaan mata pelajaran fisika dan matematika yang penuh ukuran dan rumus-rumus yang aneh. Jadilah pelajaran menulis seperti pelajaran teknik yang penuh perhitungan, yang sepertinya jika salah perhitungan maka sebuah bangunan tidak akan berdiri atau sebuah mesin tidak akan berjalan. Atau jika salah dalam menghasilkan perhitungan yang cermat (biasanya sampai hitungan harus benar2 tepat), maka sebuah bangunan atau jalan akan roboh jika tertiup angina atau sebuah jembatan akan runtuh jika beban terlalu berat.

Jadilah menulis seperti pelajaran ekonomi. Yang pada setiap akan melakukan sebuah usaha ekonomi harus dih itung dengan teliti segala pengeluaran dan potnsi keuntungan jauh sebelum melakukan usaha itu sendiri. Akhirnya yang terjadi kira-kira jika tidak bisa menyajikan sebuah plan dengan tliti dipastikan usaha tersebut akan merugi dan gagal.

Jadilah saya setiap ketika menghadapi soal ujian bahasa Indonesia dan ketika berhadapan dengan kertas polio menjadi serba salah. Seolah-olah menulis adalah pekerjaan membatik yang jika sudah tersedia kain dan canting maka proses membatik bisa langsung dilakukan dan bahkan bisa ditunggu. Seolah menulis disamakan dengan pekerjaan pertukangan, yang bisa dikerjakan kapan saja ketika perangkat sudah tersedia. Padahal Budi darma menyatakan kepengaran adalah tetap kepengarangan (Proses kreatif, 1984).

Lanjutnya kepengarangan berbeda dengan pekerjaan, contoh seorang rektor, yang ketika habis atau meninggal bisa digantikan pekerjaannya oleh orang lain. Berbeda dengan kepengarangan karya Romeo and Juliet tidak akan ada jika tidak ada Shaksphere, atau jika ada karya yang judulnya sama maka isinya-pun dipastikan akan berbeda dengan karya Shaksphere. Makanya saya yang tidak tahu tentang tulis menulis ini (dulu) jadi semakin sering tidak bisa banyak berbuat apa-apa jika disuruh buat karangan.
Lho,...ko saya jadi melantur begini. Namun yang penting saya akhirnya bisa menulis cukup banyak dan lumayan panjang bagi sebuah tulisan yang benar-benar tidak diawali dengan sebuah kaidah yang baku seperti yang diajarkan guru-guru (salam hormat untukmu guru, walau bagaimanapun saya tetap berterima kasih dan tak akan pernah bisa membayar engkau) sewaktu sekolah dulu. Akhirnya saya bisa menulis juga.

Yahhh...walaupun ala kadarnya. Saya tetap membuat tulisan. Membuat kehidupan.

Bukankan manusia itu juga produk dari apa yang tertulis. Perjalanan manusia di masa lalu, saat ini dan esok bukankah merupakan perjalanan mengikuti pola dari apa yang telah tergores. Perjalanan hidup manusia dari awal, terus berlanjut sampai akhir kehidupan, merupakan kehendak Allah, yang telah menuliskannya. Kehidupan yang lalu, sedang dan akan terjadi semua telah tertulis.

10 September 2007

dari bidadari yang hilang

hati-hati
mencabut duri dalam hati
bukan cinta yang bersemi
tapi benci yang terpatri


aku memugar mimpi di hati
membangun cinta di bumi
yang berdiri adalah benci


======++++++========+++++
tentang sajak setelah baca novel
"bidadari yang hilang" karya sayyid qutb
dan "burung pipit dari timur" karyanya el-haqeem.

dua novel ini saya pungut di sebuah pameran buku di stand Yusuf agency. bagi yang sering ke pameran pasti ngeh stand ini. stand buku dengan buku seabreg dan dijual dengan harga yang murah banget. mulai dari 5k sampai dengan 25k.

***
pada sebuah titik mangsa dahulu...

dari cerita teman yang telah membaca novel BYH aslinya saya ga cukup tertarik untuk menjadikan novel ini sebagai koleksi perpustakaan pribadi. terlalu mahal untuk membeli sebuah novel yang menceritakan seorang kekasih yang patah hati dan lalu ingin menjalani hidup ditemani kesendirian. terlalu mahal untuk sebuah novel yang tipis.

namun toh pada akhirnya saya memungut ni novel tuk jadi koleksi pribadi ku juga. pada akhirnya saya memutuskan untuk menambah novel (lagi) ini juga, dengan pertimbangan bukan ingin menikmati ceritanya tapi ingin lebih mengenal perjalanan hidup penulisnya : Sayyid Qutb. cukup murah untuk sebuah karya sang maestro dengan harga 10k.

novel ini ditulis semasa Saayid Qutb masih sebagai pelajar.
bersambung...

31 August 2007

merdeka = setiap orang bisa beli minyak tanah

beberapa hari lewat saya pernah melihat di teve, sebuah barisan
panjang dari rakyat untuk mengantri membeli minyak tanah. beberapa
hari lewat saya pernah membaca koran tentang kesulitan 'rakyat
kecil' untuk mendapatkan minyak tanah.

di akhir agustus ini, disaat banyak orang terhipnotis dengan gempita
kemerdekaan, saya mencoba kembali melihat arti kemerdekaan bagi
"rakyat kecil". sebelum terlampau mabuk dengan 'cekokan' kemerdekaan
yang mewah.

seorang tua, dengan kerut berlipat diwajahnya, tampak mengantri
panjang hanya untuk mendapatkan jatah 2 liter minyak tanah. dari
usianya mungkin ia adalah bagian dari tumbal perjuangan masa
kemerdekaan. dari keriputnya jelas ia telah hidup di masa orde lama.
dari rambutnya yang tlah memutih, ia telah menghabiskan rezim orde
baru. namun jelas! semua masa sejak Indonesia merdeka sampai kini ia
tetap rakyat jelata. tetap bagian dari rakyat yang menjadi tumbal.

yang jelas, di saat perayaan kemerdekaan riuh di mana-mana dan
berbicara macam-macam tentang makna kemerdekaan ia mungkin akan
menjawab. merdeka berarti semua orang bisa membeli minyak tanah.

Sederhana, dan karena kesederhanaanya itu bikin hati jadi terenyuh.
karena wa-lau-pun sudah lebih dari 60 tahun indonesia merdeka namun
tidak semua orang bisa hidup layak.
masih banyak kisah di potongan pulau-pulau Indonesia,
tentang mereka yang terpinggirkan. tak ada rumah untuk berlindung dikala malam,
istirahat di saat lelah, atau rebahan disaat capek. apalagi minyak tanah...

kedengaran sederhana namun menjadi sangat sulit.
karena ada tuntutan persamaan kesempatan disana.
ada tuntutan hidup layak yang sejahtera. yang entah sampai kapan
akan bisa dinikmati semua orang di negeri tercinta ini.
sesuatu yang semakin suram karena banyak ketimpangan kesempatan disana-sini.
kesempatan sekolah hanya menjadi bagian dari 'si kaya', kesempatan mendapakan keadilan
-di dunia peradilan yang memegang peluit peri kehidupan- semakin keruh.
kesempatan mendaptkan kesehatan semakin ringkih.
kesempatan keamanan semakin langka karena banyak pungli dimana2. perlindungan hukum ga ada.


Kata Goenawan Mohamad,
orang ingin merdeka karena ia tahu apa artinya tidak merdeka.
Tidak merdeka berarti: tiap saat siap ditempeleng, dilucuti, dibentak-
bentak, diusir, dihina, diserobot, didiskriminasi, dilempar ke dalam sel,
dan/atau dibunuh. Anehnya retorik Agustusan yang sekarang tak banyak
bicara soal kesakitan itu bahkan sering terdengar kata “mengisi kemerdekaan”,
seakan kemerdekaan adalah “sebuah ruang kantor yang kosong,
yang necis, gratis dan tinggal diberi perabotan.”


kemerdekaan adalah barisan perjuangan.
deretan pengorbanan di masa lalu.
semua orang bisa beli minyak tanah.....
adalah sebuah impian yang layak dan harus terus dikejar.

merdeka kata yang sering
diucapkan namun mulai lupa untuk dihayati

27 August 2007

rindu rumah

Ada energi yang tak bisa diukur bila kau membicarakan rumah. Ada suasana yang tak ada yang bisa diungkapkan bila kau bercengkrama dengan keluarga.
Sampai sekarang tak ada yang bisa (ini kasus untuk saya) menterjemahkan dinding perlindungan, kenyamanan dari sebuah rumah.
Mungkin kau tak mendapatkan fasilitas-fasilitas yang bisa membuatmu bersantai-santai. Tapi kehadiran keluarga sungguh membuatmu akan melupakan semua beban yang berada di bahumu. Mungkin kau tak punya cukup bekal untuk melakukan perjalanan jauh, tapi akan ada tangan yang menggemgammu disaat kau mulai ragu dan goyah akan perjalanan kehidupan. Teduh, nyaman, akrab, kangen semua terdefinisi dalam “Rumah”.
Saat kau kembali ke rumah, rumah mampu menampung semua kehidupanmu. tentang janji, cerita, cinta dan harapan.

Terhenyak oleh waktu, hampir satu tahun saya ga bertemu dengan ia.

Ada panggilan yang sangat untuk mudik ketika kau tak di rumah. Katanya kerinduan pulang persis seperti bandul, yang ketika jauh berayun kesisi lain, maka semakin kuat tarikan untuk kembali. Semakin jauh kau pergi semakin besar tarikan untuk kembali pulang.
Itulah mungkin alasan kenapa Wendi, Dalam kisah Peter pan, memutuskan untuk pulang kerumah bersama keluarga. Semua keajaiban Neverland tidak ada bandingannya dibanding kehangatan dalam rumah keluarga.
Itulah mungkin kenapa Dumbledore tetap memulangkan Harry Potter kerumah keluarganya, mr. Dudley, walaupun Harry Enggan. Sehebat apapun kekuatan Dumbledore di Hogwarts untuk melindungi Harry tetap masih lemah dibandingkan kekuatan perlindungan cinta sebuah keluarga.

Kemaren-kemaren ketika musim liburan. Ketika lagi musim pertanyaan “pulang nggak?” Atau pertanyaan “kapan pulang?” .
“jangan lupa oleh-olehnya y!?”
Aku menggeleng pelan seraya tersenyum. “enggak lagi ujian PKL, lagian tanggung entar aza liburan lebaran” padahal dalam hati yang paling ujung, pengen banget pulang. Menyapa kembali semua yang akrab. Mendefinisikan diri kembali berdasar asosiasi yang sudah terjalin.


Saat-saat seperti ini
Pintu telah terkunci
Lampu telah mati
Ku ingin pulang
Tuk segera berjumpa denganmu.
.....
Ku ingin kau tahu
Ku Bergetar merindukanmu
Hingga pagi menjelang
....
(SOS, Pulang)


26 August 2007

menuju matahari

kutahu sudah lama
sayap ini tidak mengepak
menjelajah langit
meniti awan

ku tahu  sudah lama
butir air meng-embun dan menguap dalam bulu-bulunya
helai mimpi mulai rapuh
bahu terasa payah menopang sayap

ayo jangan pernah menyerah
hilangkan dahagamu dan terbang kembali
angin tak cukup kencang untuk menghentikan kepakanmu
badai tak cukup kuat merubah arahmu
hujan terik tak punya hak  atas mimpimu

kepakkan sayapmu lagi
menuju matahari
menjadi berarti

kutahu helai mimpi mulai rapuh
namun biar kuputuskan kapan saatnya berhenti

malang, 25 agustus 2007
tentang mimpi yang keras kepala.
ayo terbang lagi. begitu indahnya sensasi terbang
yang pasti tak akan kau lupakann.

Ramadhan Sebentar Lagi….

Selalu ada kerinduan yang sangat saat-menanti kehadiran bulan Ramadhan. Mungkin rasa rindu itu ga hanya milik saya juga. Entah… tapi bagi saya selalu saja ada aroma khas yang mengemuka dalam hati saya saat menunggu kehadiran Ramadhan. Aroma khas antara ada kerinduan karena ingin segera bertemu bercampur dengan kekhawatiran karena takut tidak akan dipertemukan lagi dengan Ramadhan. kehilangan atau bahkan tidak pernah mendapatkannya.

Ramadhan memang mempunyai segala kelengkapan untuk menjadi sesuatu yang indah untuk dinantikan kehadirannya. Ramadhan memang memiliki segala keutamaan untuk menjadi sesuatu yang sangat dirindukan. Mungkin juga karena banyak hal penting dalam hidup saya, terjadi di bulan Ramadhan. Apalagi bila mengingat Ramadhan sebelumnya, yang ada begitu banyak kekurangan dalam menjalankannya dan akhirnya menyisakan penyesalan setelah Ramadhan berlalu (apalagi bila ingat harapan ortu, yang mengharapkan kelulusan kuliah anaknya Ramadhan ini, “I’m Sorry Mama. I Never Realy heart you…”).

Ramadhan saat ini terasa begitu “kena” disaat saya butuh banyak waktu jeda dari bergulat dengan dunia. Disaat perlu banyak untuk berpikir dan sedikit rehat dari keduniaan. Jalaluddin Rahmat pernah menulis, alasan rasional yang membuat Ramadhan seharusnya begitu dinanti adalah karena dengan segala pernak-perniknya bulan itu menyediakan pemuas bagi dahaga kebutuhan spiritual. Kebutuhan yang justru terpuaskan ketika pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah kita dipangkas sedemikian rupa selama sebulan. Lanjutnya bahwa sebagian orang justru perkembangan pribadinya berhenti pada pemenuhan kebutuhan jasmani, dan tidak pernah tahu apa sih kebutuhan spiritual itu. Makanya Allah menggunakan panggilan “Orang beriman” untuk kewajiban berpuasa.

Ramadhan sekarang adalah Ramadhan ke 4 di masa kuliah saya. Masa di mana saya tidak terlalu disibukan dengan perkuliahan, praktikum, tugas dll. ini artinya masa sekarang adalah masa sibuk-sibuknya saya sebagai pembuat TA. (namun nyatanya saat ini justru masa yang terasa begitu berat tekanannya. k-lo dulu beban hanya sebatas nilai mata kuliah tapi sekarang tuntutan harus lulus…). Dan saya cukup beruntung karena bisa lebih meikmati Ramadhan di masa akhir-akhir kuliah saya dengan tidak terlalu disibukkan perkuliahan. Ramadhan di kampus memiliki ruh-tersendiri dibanding ketika saya ber-Ramadhan di rumah. Setidaknya saya bisa mendengarkannya kajian gratis ba’da Ashar di MRP, ifthar gratis, sahur gratis (sangat penting menemukan yang gratis2 ketika menjadi mahasiswa). Di akhir Ramadhan juga saya bisa I’tikaf, yang tidak saya dapatkan di kampung halaman. Dan paling penting target-target kuantitas ibadah, taraweh, tilawah dll, kurang lebih bisa tercapai ketika di kampus.

Satu hal yang kudu di ingat pesan Nabi saw. bahwa banyak orang yang berpuasa akhirnya hanya menghasilkan ganjaran lapar dan haus. Karena memang kebanyakan orang tidak bisa bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ramadhan dan menahan nafsunya atau lalai memanfaatkan momentum ramadhan sebagai sekolah takwa.

Yang di takutkan olehku seperti apa yang di ungkapkan dokter yang merawat John nash - dalam film Beatiful Mind - saat John nash dalam terapi Scrizofenia. (tentu saja kalimatnya g tumplek sama)
“Apabila mengetahui semua yang kita miliki dan kita cintai bukan hanya hilang atau mati tapi sebenarnya ga pernah ada,” “ neraka macam apa itu?”
sekarang coba rubah.
Apabila kita akhirnya mengetahui amalan puasa kita bukan hanya hilang untuk menebus dosa kita ke orang lain atau untuk membayar dosa kemaksiatan kita, tapi sebenarnya amalan puasa kita ga pernah ada.
“neraka macam apa itu?”

Ramadhan. Marhaban yaa Ramadhan

EMPAT HARI DI BLITAR

Blitar, mulanya saya mengenal hanya sebagai sebuah kota tempat dimana bung Karno di makamkan. Tidak lebih. Namun setelah lama tinggalku di Malang memaksaku mengenal Blitar lebih dari sekedar tempat dimakamkannya seorang Presiden. Lebih dari sekedar kota yang terkenal dengan rambutan dan blimbing. Lebih dari hanya tanah Blitar, tanah yang agak berpasir dan ber-abu.

Tahun ini, saya berada lagi di Blitar selama 4 hari. Jika tahun sebelumnya saya tinggal di Blitar sebagai seorang peserta DM 2, tahun ini saya beralih menjadi seorang penitian penyelenggara DM2. (aslinya bukan benar-benar Blitar. Tempat saya bermukim selama 4 hari di pesantrean Al-Aqso, tepatnya 25 km ke utara dari pusat kota Blitar).
Al-Aqso, tempatnya begitu sepi, sunyi. Namun terlihat kuat ada kehidupan yang sedang berjalan, kehidupan yang sedang diperjuangkan.

Memang tak ada mobil besar yang berjalan mengangkut sayur ke pasar ditengah malam. Tidak ada Bis malam yang lewat. Kehidupan terasa mati ketika sinar mentari termakan gelap.
Disitulah eksotiknya tempat yang bernama Selopuro ini. Tak ada lampu yang gerlap-gemerlap. Tak ada deru mesin hilir mudik. Ga ada internet. Sunyi dan sepi.

Jadilah tempat yang pas untuk kembali melihat kehidupan diri sendiri yang sudah ku tempuh. Di tempat ini saya jadi leluasa bercermin. Membuka lembaran yang sudah kugoreskan dalam kehidupan. Dan Kembali bertanya... siap seorang bambang ini? Lagi ngapain? Apa kesukaannya? Apa impiannya? Sampai mana kau kejar mimpimu? Dan mau kemana?

Sudah 4 tahun saya kuliah di Brawijaya...
(Angka yang cukup banyak untk ukuran kuliah di brawijaya).
terenyak waktu yang sudah dilewati.
Banyak tanya yang bermunculan di kepala. Tanya tentang diri sendiri
Tanya tentang masa lalu, pakah emua sudah dilewati dengan bijak. Sudahkah mendapatkan pelajaran dari jatuh bangunnya selama 4 tahun di kampus UB.


Pertanyaan yang bikin saya mikir tentang perjalanan selama hampir empat tahun di rantau (padahal sama2 di pulau jawa). Menghadapi mimpi2 selama kuliah yang belum terwujud dan kesampaian....ini. hidup kadang menjadi gelap ketika melihat jalan yang akan kutempuh masih berupa jalan tanpa cahaya dan rambu. berjalan hanya memegang peta impian dengan tuntunan Ilahi. Ah.. mungkin disana sensasinya menjalani hidup. Kau tak akan pernah tahu jalan seperti apa yang akan kau lewati

Tentang mimpi yang belum terwujud, menarik untuk menyadari, bahwa kita nggak selamanya mendapat apa yang kita impikan. Walaupun itu bukan berarti kita selalu berada dalam kondisi yang selalu tidak memuaskan. Menarik juga bahwa menyadari ada banyak orang dibelahan dunia lain di sisi lain, yang menurut kita berada dalam keadaan yang baik, ternyata punya impian yang tidak terwujud untuk berada di posisi tersebut.

Dan yang tersisa adalah semangat kembali membuat rencana kehidupan selanjutnya. Setelah sadar dan belajar bahwa tidak semua didunia ini sesuai dengan rencana yang kita buat. Ada banyak hal yang sebenarnya diluar pengendalian kita. Ada Sang Pemilik Rencana yang telah membuat rencana untuk semua makhluk di dunia ini termasuk rencana terhadap impian kehidupan saya. Hal ini bikin hati menjadi bersyukur dengan segala capaian yang telah diraih dan bersabar terhadap segala impian yang telah direncanakan. Karena semua posisi kita saat ini tak lain dan tak bukan adalah pilihan dan keputusan  Allah swt. Allah yang telah memutuskan di posisi mana dan apa yang sedang kita kerjakan. Adakah yang lebih baik dari keputusan Allah?


Nyatanya sekarang saya rindu rumah.

15 August 2007

Mitos dan Propaganda

tulisan ini adalah karya setahun yang lalu. tapi entah kenapa saya ingin meng-post kannya di blog ini hari ini.

Harold D. Laswell dalam Propaganda (1937) mendefinisikan propaganda sebagai teknik mempengaruhi aktifitas manusia dengan memanipulasikan representasinya. Dalam propaganda, semata-mata terus dijalankan kontrol terhadap doktrin, ide, opini, yang dilakukan melalui simbol-simbol yang mempunyai arti, atau menyamakan pendapat yang konkrit dan akurat melalui sebuah cerita, rumor, gambar-gambar dan medium lainnya yang dapat digunakan sebagai komunikasi sosial. Propaganda adalah salah satu aktifitas sadar, sebuah cara sistematis, prosedural dan perencanaan yang mantap melalui pengguanaan media tertentu.
Huuuhhh…

Mitos dan propaganda
Memisahkan satu dari dua kata tersebut seperti membicarakan singa tanpa taring dan cakar. Menjadikannya Tidak berbahaya. tidak mengancam siapapun.
Namun kenyataannya bila propaganda kemudian menghasilkan sebuah mitos, dan mitos terus dipropaganda menjadi semakin mitos maka kekuatan dahsyatlah yang muncul. Ia telah menjadi singa yang menguasai rimba. Menjadi pemenang.

Kita lihat bagaimana kaum nazi menyadari kekuatan propaganda. Mereka berhasil memanfaatkan seperangkat pengeras suara, tata2 lampu sorot dan diiringi track komposer klasik Richard Wegner, mampu mengkontruksi pertemuan politik menjadi sebuah peristiwa teaterikal yang megah. Begitupun pemimpin agen propaganda Nazi, Josef Goebels sangat memperhitungkan efektifitas penggunaan simbol sebagai representasi mitos tradisional yang berpengaruh dalam masyarakat untuk mengobarkan emosi dan menguasai massa.

Sama saja dengan pemimpin mereka Hitler, yang dengan se-maunya menafsirkan filsafat Nietzsche –will to power- ‘kehendak untuk berkuasa’ sebagai konsep kekuasaan yang hanya terkait dengan kekerasan. Kekuasaan diartikan sebagai sebagai kekuasaan dirinya atas rakyatnya. Hitler, dalam aksi propagandanya, menggunakan teori Darwin, bahwa yang kuat yang akan menang dalam setiap persaingan dan akan selalu mampu mempertahankan hidupnya dari ancaman apapun, sebagai mitos. Dan akhirnya sehabis Hitler orasi, selalu diakhiri dengan pembunuhan atau penagkapan terhadap bangsa yahudi.

Israel pun sangat pintar menggunakan mitos sebagai strategi dalam aksi propagandanya. Mitos ‘tanah yang dijanjikan’, sebagai bangsa yang terpilih, terjadinya peristiwa Houlucast. Mereka Israel telah memanfaatkan mitos tersebut menjadikan pembenaran setiap aksi zionis (seperti mengusir bangsa palestina, membantai dll) yang dilakukan.
Jepang dalam pendudukan wilayah Asia, tidak bisa dilepaskan dari keberhasilan mereka menebar mitos tentang kekerabatan negeri tersebut sebagai saudara tua Asia. Dengan propgandanya yang terkenal 3A, Nippon pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, dan Nippon pemimpin Asia.

Di tanah air tercinta mitos PKI menjadi sangat mengerikan sampai sekarang bagi sebagian orang. Ini tak lain keberhasilan orde baru dalam aksi propaganda dalam memberikan label yang ‘buruk’ terhadap pihak yang mempunyai ‘kekuatan tertentu’ kepada publik. (di mes tempat PKL saya sekamar dengan marinir-AL- ia berpendapat HMI dulu dan Persis atau Masyumi adalah tunggangan PKI. Kemudian beliau memperingatkan kepada saya untuk hati-hati ikut organisasi, salah masuk nanti kena ciduk katanya….wuihhh ngerii..) PKI menjadi mitos yang sangat menyesatkan dalam bangsa ini. Kemudian mitos ‘pembangunan’ juga dijadikan celah untuk mencaplok tanah-tanah rakyat.

Kini yang paling sibuk membuat mitos baru adalah –tentu saja kita semua tahu- Amerika. Sebagai icon imperialisme, Amerika berhasil menjadikan demokrasi dan globalisasi sebagai sebuah mitos untuk menjalankan semua kepentingannya di seluruh dunia. Propaganda Dengan menggunakan simbol-simbol dan kode-kode tentang demokrasi, globalisasi, telah menginvasi hampir semua negeri. Dengan propaganda HAM, bermacam produk konsumerisme dan tentu saja gaya hidup telah mulai menjajah tak hanya negeri namun juga individu-individu.

Sekarang Amerika (Bush) sedang sibuk membangun mitos baru tentang ‘memerangi teroris’. Hasil mitosnya ia telah menjajah irak, afganistan. Dan sekarang ia sibuk membuat propaganda memerangi teroris… (tentu saja lawatannya ke Indonesia tidak lepas dari misi ini. Sepertinya)
Atas nama memerangi teroris, Amerika telah menebar invasi kekuasaan baru. yang sepenuhnya tidak kita sadari sesungguhnya Amerika telah menjalankan aksi kediktatoran yang ekstrem.




11 August 2007

Ujian PKL___---

Akhirnya setelah hampir delapan bulan menunggu, saat itu datang juga. Setelah menanti sekian lama hari ini tiba juga. Ribuan ayunan langkah kaki akhirnya sampai juga. Do’a-do’a akhirnya terkabul juga. Banyaknya rintangan dan hambatan akhirnya terlewati juga. : Ujian PKL.

Yaa... mungkin bagi sebagian orang (mahasiswa), terutama yang sudah melewatinya, ujian PKL adalah hal yang biasa-biasa saja. Tidak terlalu istimewa mungkin. Tapi bagi saya ini adalah momen besar yang berpengaruh dalam peta utuh seluruh kehidupan saya. Kejadian yang hanya terjadi seumur hidup lo (kecuali harus ngulang hehe..). Makanya menjadi pantas untuk dirayakan. Bayangin aza delapan bulan menunggu....dan akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. pa ga seneng bahagia tuh... kata orang, yang tidak pernah memiliki tidak akan pernah merasa kehilangan. yang tidak pernah berbuat salah tidak akan pernah menghargai kebenaran.

Bukan hanya perasaan seneng campur bahagia yang berkecamuk dalam hati saat udah tahu kapan ujian (hari kamis siang). Emosi yang bercampur antara bahagia, khawatir, cemas, seneng, takut, pengen cepet2 usai tapi juga waktu ingin lambat dan macam-macam emosi bergumpal dalam dada. Perasaan seperti kamu dulu mau di sunat atau pas saat mo jadi penganten pertama kali (yang ini bener-bener g ngerti, tapi paling juga sama  ). Dan setelah semua proses itu usai akhirnya bebas. Beban yang ada di pundakmu seakan hilang. Jalan menjadi begitu enteng.


Memanjakan diri sendiri.

Memang dan mudah-mudahan tidak berlebihan sejak 2 hari yang lalu saya terus memanjakan diri sendiri untuk persiapan ujian PKL. Mulai dari makan yang bergizi dan berimbang terus-terusan, Tidur cukup, sholat malam lebih banyak, belajar lebih lama, bengong, mikir-mikir, ke kampus naik angkot –orang mo ujian ko biar tidak percuma hasil belajarnya-, dan lain-lain. Kegiatan yang biasanya jarang-jarang saya kerjain pada hari biasa2. semuanya untuk mempersiapkan ujian PKL. dan pada akhirnya Alhamdulillah. Puji syukur pada-MU ya Allah saya bisa melewati semuwanya.

Ujian yang tidak seperti ujian pada umumnya.
Ada beberapa kejadian yang menurut aku seeh ini keajaiban. Dan aku yakin ini adalah pertolongan dari Sang Pemilik Hidupku. Tak ada di dunia ini satu pun yang luput dari pengawasanNya. Makanya ketika banyak ujian dan hambatan aku yakin udah ada yang merancanakan dan rencana itu yang terbaik buat ku. Segala kesulitan yang dulu seperti benteng yang tinggi tak terjangkau seakan mudah saja saya lewati. Mulai dari dosen yang meng-cancel, ruangan ujian yang penuh, ga ada lcd in focus, ga punya laptop, belum bikin power point presentasi, sepatu, konsumsi dan lumayan banyak lainnya. Tapi toh akhirnya bisa aku lewati dan memang ini yang terbaik.


Ada yang lucu di saat hari ujianku. Ujian saya di mulai jam delapan.
7.45 saya datang dan mempersiapkan perangkat
8.00 belum ada dosen pembimbing dan penguji
Jam 8.05 saya telepom dosen pembimbing. Hasilnya, beliau masih dirumah... DengK...!! nah lo!
lupa kalo ujiannya jam 8 kirain jam 10.00 (jauh banget anatar d-elapan dengan se-puluh)

Jam 8.10 dosen penguji datang (karena blm datang dosen pembimbing blm datang sarapan Fak.
dipertania
8.30 dosen penguji datang lagi (cuap-cuao bentar)
8.48 di putus kan ujian dimulai tanpa dosen pembimbing
8.55 aku presentasi
9.08 dosen pembimbing datang
9.10 selesai presentasi dan tanya jawab
10.05 selesai.....

06 August 2007

mejadi sesuatu

menjadi sesuatu dan terus menjadi sesuatu.

terus menjadi sesuatu. terus menjadi baik karena toh kita tak pernah benar-benar
baik. menjadi sholeh, karena toh kita tak pernah benar-benar sholeh.

"menjadi sesuatu" menandakan masih adanya kehidupan dalam daging
manusia ini. hidup yang berusaha mengisi dunia ini untuk tidak
sekedar menjadi tubuh yang berjalan tanpa makna tanpa manfaat.

"menjadi sesuatu" mengisyaratkan masih ada semangat yang mengharuskan
terus bergerak. seperti angin yang tak pernah berhenti bergerak untuk
menjadi angin. karena ketika ia berhenti sejenak untuk mengambil
nafas, ia sudah tidak menjadi angin.

"menjadi sesuatu" memaksa kita untuk, mau tidak mau, harus mempunyai
impian. memaksa kita harus terus bangun ketika jatuh menghadapi
kegagalan. memaksa kita harus terus berusaha meraih mimpi. dan
memaksa kita harus percaya pada mimpi sendiri dan bertekad untuk
tidak "bisa" menyerah

kejadiannya hari ini saya seharusnya saya  ujian pkl. tapi  karena sesuatu hal, PKL ku akhirnya tertunda entah sampai kapan: pertama hari ini dosen pembimbing yang tidak bisa, kemudian diganti hari rabu. eh..,hari rabu dosen penguji yang tidak bisa karena harus menghadiri seminar di Blitar sampai hari kamis.
jadilah aku sendiri..kebingungan.... dalam diam.
seperti ilalang yang dungu
disaat semesta berirama
marah iya, dongkol emang, sedih juga...tapi buat gw ini ujian dan ini emang yang terbaik buat gw. 
dan gw harus sabarrrr da ss-aa-a-ab-b-ba-a-ar-r-rrr-r dan teru berdo'a. 
jadi bingung kapan gw mo ujian....tapi mau ga mau gwbertekad. tekad yang lebih keras dari baja bahwa pekan ini gw harus ujian PKL. mau ga mau... mudah-mudahan hari jum'at ini ya Allah.

karena aku tak bisa menyerah
jangan pernah memaksaku untuk melakukan
apa yang tidak mungkin aku lakukan


yang menolak hidup pasif.
yang berusaha mengubah semua awalan di--
dengan me---

aku mo LULUS...

AKU MAU LULUS...............................!!!!

aslinya bukan bener-bener akan lulus tapi ya....masih hanya keinginan untuk lulus...haha..53x
tapi serius...lingkungan kampus sepertinya sudah rada2 ga pas dengan tipikal/gaya hidup ku....
sudah lama dan beberapa kali dalam hari-hari terakhir ini aku coba pikir bahwa aku harus lulus cepat...
emang tak ada yang tahu kehidupanku setelah aku lulus cepat...
begitu pula tak akan ada yang tahu jika  aku lulus nanti...
tapi aku yakin kehidupanku akan lebih baik jika aku lulus cepat.
dan benak ini sering mikir, pasti akan ada banyak peluang yang menanti jika aku lulus cepat nanti.
peluang yang tidak akan pernah hadir jika aku menunda kelulusanku.
peluang tidak akan pernah menjadi peluang jika kita tidak pernah bear-benar siap...





23 July 2007

Tragedi Sayur Hambar

Dalam hidup yang sebentar ini, terkadang dalam perjalanannya mendapatkan mimpi, cita-cita, sering menemui persimpangaan pilihan yang sama sekali tidak di duga. Tiba-tiba saja menjalani kehidupan tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Ujug-ujug saja rencana yang telah kita buat tidak berjalan sesuai dengan harapan. Atau mendadak saja jalan hidup kita berputar 180 derajat dari semula.

Waktu dulu, saya sering kaget atau shock tak terhingga jika dalam perjalanan besar, yang bernama hidup ini, menemui tikungan tajam tanpa rambu. Atau mendadak ada turunan curam saat berjalan dalam kecepatan cahaya (ngayal). Namun yaaa, waktu akhirnya memberi pelajaran bahwa hal seperti itu yang bikin hidup ini nendang! Ga datar2 saja. Ga biasa-biasa saja. Walaupun emang kadang menyisakan setitik kekecewaan… ga ikhlas mungkin gw y.?

Ceritanya, Semalam saya ditelpon dari rumah oleh Ibu, seperti biasa obrolan lalu dilanjutkan dengan adek tersayang.  my First love nanyain ko udah lama saya ga say hallo ke rumah? Kemana az? Deng..!! nah Lho...! padahal saya g nelpon k rumah baru 2 minggu lho…
(dua minggu atau sebulan y?)
Aslinya sy bukan g pengen bincang2 lama sama ibu atau siapapun orang rumah… tapi sering mendadak malas kalau tiba-tiba ditanya hal yang bikin saya sensi: kapan skripsi? udah sampai mana? Kapan wisuda/lulus? Nikah..? *alah*
Apalagi saya lagi g banyak ngapa-ngapin. PKL lagi mentok. Kuliah nggak. Skripsi macet. akibatnya sering mikir yang nggak2, banyak2, dan aneh2. inget tangan ibu yang udah semakin bertambah keriput…inget ayah yang banting tulang...(udah g usah di lanjutin bikin sedih)

Dan sang anak di sebrang telepon sana (saya maksudnya) sedang sibuk sendiri karena ngerasa kalo dua minggu kebelakang ini hidupnya ko biasa-biasa saja. Lagi mikir apa yang salah dengan dirinya. krena Ga ada lagi semangat power ranger ktika mau nyelamatin dunia melawan monster jahat. Atau kseriusan Conan jika menghadapi kasus sulit. Hidup ko  seperti sayur hambar tanpa garam tanpa bumbu atau lada. Hambar tenan!! Datar. Biasa.
:Mungkin karena aktivitas sehari-hari ini  yang biasa2 saja: Bangun, lalu mencoba mendekat kepada Sang pemilik Jagad untuk bersyukur, makan, main komputer dan terakhir berbaring mnuju kematian sesaat.
Tak ada “rasa” yang baru dalam menjalani hidup, ditemani sayur. Ada sensasi yang ilang saat merasakan sayur, teman perjalanan mencicipi hidup.

Tragedi sayur hambar dalam hidup mungkin karena saya “iya-iya” saja pada hidup, pada semua yang terjadi. Tanpa menawar realistis dengan ideal2. nurut-nurut saja pada keadaan. Bahkan mungkin tanpa sadar saya belajar untuk down-sizing impian saya sendiri. Walaupun dalam di ujung sel-sel kelabu saya masih ada terselip sinar yang ngingetin diri bahwa ada yang jauh antara impian yang dulu dengan kenyataan sekarang. Sesuatu yang mengemuka jadi rasa bosan (dan mungkin hampa?) akan rutinitas sesehari.

Mungkin di situ letak solusinya: saya perlu belajar bermimpi lagi. Dan bersama dengan itu, menebus hidup yang mulai terasa sebagai sayur hambar ini. Menolak menjalani hidup yang ‘realistis2’ saja. Hidup nan mudah diprediksi tanpa keliaran mimpi. Belajar untuk berani bermimpi bermuluk-muluk lagi. Mengentalkan hidup kembali. Dan kembali makan ditemani sayur sedap nan wangi.
Mak nyuss... !!!

seph, coba lo ada di Malang.

22 July 2007

5 cm




Sukses sudah Bayu Abdinegara bikin desain cover Novel 5 cm. ngaku aza, sudah lama banget saya ga baca novel (lelah baca novel, apalagi baca novel Indonesia. Yang udah ngeh cerita intinya cuman dari synopsisnya aja.) tapi kemaren ketika ke toga mas, nekat beli novel cuma gara-gara desainnya keren. Gambling tenan!! Ga tau siapa penulisnya (who is that Dhony Dirgantoro??) . Tanpa resensi. Cuma ngandelin cover, judul, penerbit, lalu di pojok tertulis best seller.

Tapi setelah baca dan hatam dalam waktu yang singkat (1 hari satu malam= kurang lebih 7 jam estapet) bener2 ga nyesel beli novel ini.

Novel setebal 379 halaman yang ditulis oleh Dhony Dirgantoro mengisahkan tentang persahabatan 5 orang yang tinggal di Jakarta. Ada Arial, Genta, Riani, Zafran ama Rian. Semuanya udah bersahabat sejak SMA. Kemana-mana berlima. Ngapa-ngapain berlima. Dan semua-muanya nya berlima.
Mereka ber-lima yang suka hal-hal yang baru, suka mengeksekusi hal-hal yang aneh, dan atau sekedar ngobrol ngalor kidul tanpa jelas ujungnya. akhirnya pada suatu saat ,saking udah lamanya bersahabat, mereka kehabisan pembicaraan. Sering ngulang dialog, guyonan yang itu2 aza, pokoknya mati gaya abis. Bosan.
Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak ketemuan tidak komunikasi dan menjalankan hidup tanpa teman segeng nya selama tiga bulan. Nah… dalam tiga bulan tersebut banyak cerita yang seru dan yang bikin otak mereka mikir bikin hati mereka merasa.
Cerita semakin seru ketika masa penantian tiga bulan tanpa teman se genk telah usai, dirayakan dengan mendaki gunung Mahameru. Tanah tertinggi di pulau Jawa. Sebuah perjalanan meraih mimpi, harapan dan cinta…

“Setiap mimpi atau keinginan atau cita-cita, kamu taruh disini, didepan kening kamu…jangan menempel. Biarkan dia menggantung…mengambang…5 centimeter …di depan kening kamu…jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya kamu bisa. Apapun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalao kamu percaya sama keinginan itu dan kamu enggak bisa menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai kamu dapat….”

Disaat lelah baca novel basi, atau garing dengan buku-buku yang mengasingkan diri Anda. Atau novel seorang manusia dari negeri Malaikat yang tanpa cela yang mengajak anda bertemu orang-orang suci. Novel ini justru menampilkan sosok pemuda indonesia “asli” yang kadang khilaf dan salah namun bukan berarti isinya tanpa nilai dan hikmah. Novel yang tetap menjejakkan kaki pembaca kepada bumi namun juga sekaligus meraih mimpi yang menggantung dilangit.
Buku ini manjur untuk mendapatkan kembali harapan dan impian yang mungkin tanpa sadar dikit demi sedikit kita lepaskan.
Baca aza biar lebih lengkap.


Cat: di Malang (toga mas) buku ini baru ada bulan Juli. padahal cetakan pertama bulan Mei 2005. (kemana aza lo selama ini)??

13 July 2007

Jualan Mimpi di republic mimpi



Entah sejak kapan penduduk negeri ini berubah menjadi materialisme dan semakin serakah menjadi-jadi. Hubungan pribadi di eksploitasi. Persahabatan dilanjutkan ketika ada peluang bisnis. Keramahan, senyum, sapa, menjadi tidak tulus lagi. Semua yang kira-kira menghasilkan uang di jual, di obral tanpa kecuali termasuk mimpi.

Coba deh sekali-kali nonton tivi, dan lihat iklan-iklan yang silih berganti memborbardir prnonton menawarkan barang dagangannya. Menawarkan hadiah yang seabreg-abreg. Dengan berbagai brand-nya. Mulai dari ‘Banjir’ hadiah, ‘Hujan’ rejeki, durian ‘Runtuh’, whatever ‘Beliung’dan lain sebagainya. Atau iklan yang menawarkan hadiah mobil, liburan, rumah gedong, emas yang kesemuanya menghadirkan sebuah tawaran yang telanjang kepada kita untuk menjadi matre dan serakah.
Belum lagi kalau punya HP (handphone). Berapa kali sehari pesan singkat datang menawarkan liburan, HP, pulsa, dan uang jutaan.

Nafsu-nafsu kita yang paling mendasar di ekspos habis-habisan. Berbagai mimpi kita telah terhidang di tivi, majalah, brosur, menunggu pembeli yang lugu.
Dan anehnya setiap hari model iklan dengan gaya menawarkan hadiah semakin hari semakin banyak. Acara-acara meraih mimpi dengan cara instan ko semakin laku.
Kuiz-kuiz dengan hadiah miliaran dengan mudah semakin di gemari.

Ga.. Ga ada yang salah ko dengan kaya raya. Tapi ada ada batas sekedipan mata antara kaya raya dan bermewah-mewah. Ada batas setipis rambut antara bereuntung dengan mengadu keberuntungan.

Kalau bukan di republic mimpi. dimana lagi mimpi laku dijual.

Entah seberapa lama lagi otak yang membuat kita kritis menjadi majal.





12 July 2007

Rindu Kami Pada Mu




Selalu saja ada jalan yang tak terduga untuk menemukan sesuatu yang baru.

Kemarin, benar-benar tanpa disengaja, saya pulang tepat disaat seorang teman sedang menonton film Rindu Kami PadaMu. Arahan Garin Nugroho. Karena penasaran saya ikut nonton. Film yang dibuat tahun 2004 dengan ide cerita yang sangat sederhana. Kisah tentang sebuah masjid di tengah pasar yang belum memiliki kubah. Dalam rentang waktu pemasangan kubah tersebut banyak kisah dihadirkan.
Ada Bimo, bocah kecil ,adik penjual telor, tanpa kasih sayang orang tua. Ada Rindu gadis bisu yang gagap berkomunikasi dengan orang. Ada Asih yang berharap, ibunya yang pergi, datang kembali lewat sajadah.


Jangan berharap special efek. Jangan berharap mendapatkan gambar pemandangan alam yang hijau, gunung yang perkasa atau gedung yang kokoh. Atau jangan pula berharap suara latar dari orkestra ternama.
Dari awal sampai akhir film, penoton disuguhkan gambar pasar yang kumuh, padat dan rapuh. Suara latar pun kadang hanya suara berita radio, yang mengiringi dialog yang diucapkan tanpa intonasi berlebihan. Kamerapun tidak terlalu banyak bergerak.
Namun, Garin mampu menampilkan sisi-sisi kemanusiaan, dengan daya sensitivitas sangat tinggi, tanpa maksud menggurui namun berbagi.

Dan ari awal sampai akhir film, tanpa ampun diri saya dilucuti satu persatu. Lembar per lembar. Bukan seperti bawang yang berisi lembar-lembar lapisan namun tanpa isi. Namun ketika lembar per lembar penutup dirimu hilang anda akan menemukan isi makna. Kesederhanaan yang lugu.
beberapa kali pula saya melihat diri saya sendiri ditampilkan disana melalui berbagai karakter. Akhirnya sulit rasanya diri ini untuk tidak jatuh cinta tanpa syarat.

Di saat film2 Indonesia yang tren-nya tema horor atau percintaan ABG film ini mungkin asing namun film ini Begitu menyentuh dan relevan. Film ini bagaikan cermin bening yang memantulkan diri setiap orang yang menyaksikannya. Begitu bening sampai borok atau bahkan jerawat kecil begitu terlihat dengan jelas.


Sebelum saya kebanykan ceramah dan omong mendingan anda nonton. Dan mungkin faham maksud saya.

“Setan kini tidak bisa lewat di samping Asih karena ada ibu di sampingnya....!!”