06 December 2007

memasang sepasang sayap

Hari-hari kedepan adalah waktu-waktu yang akan banyak hilang memikirkan dan mengerjakan tugas akhir kuliah : skripsi. Pekerjaan yang hampir satu tahun lebih saya tinggalkan atau mungkin sengaja saya tinggalkan (dan lupakan?).

Tapi kepala ini tahu apa yang harus diingat dan apa yang tidak. Walaupun saya coba tinggalkan dan coba saya lupakan, TA tak sepenuh-penuhnya saya tinggalkan dan lupakan. Masih saja dalam leyeh-leyeh ku, sering berharap TA akan mudah sesesai. Selalu saja dalam jenak-jenak aktivitas sesehari, terlintas skripsi akan segera berakhir. Menjelang tidur, selalu sempat terpikirkan keadaan TA ku.
Padahal saya sering iri, iri yang tulus (emang ada iri yang ikhlas?), jikalau melihat teman sudah bisa menyelesaikan tugas akhir dan masih sempat berkarya yang lain.

Makanya selalu saja dalam do’a-do’a saya memohon agar TA saya segera selesai. Tak pernah saya lupa juga untuk mengadu jika dalam malam sepi ku beberkesempatan menyapa Sang Pemilik Solusi. Dan diujung-ujung do’a lain berharap penuh agar pengerjaan TA ku dimudahkan oleh Allah.

Berdo’a selalu, Tapi ko?? alih-alih laporan, proposalnya saja ga selesai-selesai. Selalu berharap dan memohon kepada-Nya, tapi sepertinya skripsi tak sampai-sampai. (setidaknya jauh sebelum tulisan ini dibuat). Berharap dengan do’a saja saya bisa menyelesaikan semuanya. Kuberpikir do’a sama dengan mantra, yang jika kusebutkan mantra maka terwujudlah apa yang kuhendak.

Mungkin itu salahnya. Mungkin disana kekurangannya.
Saya berdo’a tapi tak pernah kududuk di depan komputer untuk mengetik laporan dan proposalku. Kuberdo’a tapi tak sempat saya bertemu dosen pembimbing untuk konsultasi. Berdo’a tapi tak pernah kumencari dimana tempat penelitiannku. Kuberdo’a tapi tak benar kuberikhtiar.

Ibaratkan petani, saya adalah petani yang berharap panen melimpah tapi tak pernah turun kesawah. Tak pernah menanam lalu berharap menuai panen. Tak pernah mengolah tanah tak pernah mempersiapkan bila hujan turun. Menganggap hanya dengan do’a padi tumbuh menunggu panen.

Jikalau saya pedagang saya pedangang yang berdo’a meraup untung tapi tak pernah pergi kepasar. Tak pernah berjual-beli. Saya nelayan yang berharap tangkapan ikan banyak tapi tak pergi-pergi melaut tidak pula menambal jaring yang koyak. Saya pejuang yang bersantai dirumah lantas berharap kemenangan dipertempuran. Tanpa mengasah pedang, tidak pula menysun strategi dan kaki takmelangkah jua kemedan perang.

Hari-hari kedepan adalah hari-hari yang akan saya habiskan untuk mengikhtiarkan dan berdo’a. melengkapi impian dengan dua sayapnya. biar me-langit bersua dengan Sang Pengabul Do’a.

23 November
di KA.Matremaja Malang-Jakarta
sebelum Tulung Agung

No comments: