29 December 2009

COIN NOT FOR PRITA

Abang : Kebtulan datang... Minta tolong kerikin saya, Benk.
Ibenk : Masuk angin ya?
Abang : Iya nih.. abis begadang semalem.
Ibenk : Ada koin nya gak?
Abang : Gak punya. Biasanya kan Ibenk punya banyak.
Ibenk : Sekarang ga ada Bang.
Abang : Bukannya uang Ibenk recehan semua biasanya.
Ibenk : Udah habis sekarang.
Abang : lho.. ko bisa? Disumbangkan semuanya buat Prita ya?
Ibenk : ah, Enggak.
Abang : Terus?
Ibenk : Buat beli pulsa sama beras Bang.
Abang : wahh.... Buat beli beras sama beli pulsa paling?
Ibenk : Enggak Bang, buat beli pulsa, baru beli beras.
Abang : Punya pulsa, tapi Abang sms tadi ga dibales.
Ibenk : Pulsanya pulsa internetan Bang. ga bisa buat sms.
Abang : Buat apa terusan?
Ibenk : Buat facebookan ajah Bang. Biar kere yang penting kan bisa update status di mana ajah, Bang.

Abang : Baguuss...
Ibenk : Gimana Bang? pake tutup balsam ajah ya di keriknya?
Abang : Udah ga usah ah..
Ibenk : Loh...kenapa Bang?
Abang : Ngedadak jadi mules nih...

24 December 2009

Masa Lalu, Kisanak..

Satu hal yang selalu aku lakukan dengan hati-hati adalah ketika mengenang masa lalu. Karena tiap kali aku menengok ke belakang, aku bisa tenggelam di sana, dan sulit untuk aku kembali lagi.

Semoga di kemudian hari tidak menyesal karena menghilangkan begitu banyak kesempatan dan waktu muda.


catatan akhir tahun.

Berlibur Ke Bali

Ibenk : Bang, udah pernah ke luar pulau Jawa?
Abang : Mmhhh... udah. Dua kali.
Ibenk : Kemana ajah tuh?
Abang : Ke Pulau Sempu sama ke Pulau Gili di Probolinggo.
Ibenk : yah... Kirain! Berarti belum pernah ke Bali dong? Ke Lombok? Ke Makassar?
Abang : Belum. Emang kenapa?
Ibenk : Ke Bali yuk besok.
Abang : Mau ngapain. Males ah!
Ibenk : Ya berlibur lah bang. Sekarang kan musim liburan.
Abang : Ngapain ah!. Di sini juga tiap hari liburan terus ko. Kan emang lagi gak kerja.

Ibenk :.Aayolah Bang sekali-sekali nikmati hidup. Traveling gituh. Jangan cuma main dan tidur terus! Mumpung ongkosnya murah Bang.

Abang : Emang berapa ongkosnya ke sana?
Ibenk : Nah gitu dong! Semangat! Murah ko ongkosnya Bang. Asal bisa ngejar pesawat jam enam pagi dari Juanda ke Denpasar pasti gratis Bang! makanya besok kita berangkat sebelum subuh dari sini.

Abang : Kenapa gak ngejar bis malam saja dari Malang ke Denpasar. Biar lebih murah. lha wong sama-sama ngejar ko.
Ibenk : Hehe.. Udah pintar sekarang si Abang.ga ketipu lagi..
Abang : Jadi besok gimana ke Bali nya. Jadi nggak?
Ibenk : Yah.. pake nanya segala. Mau ke Bali naik apa Bang. Buat makan besok lusa ajah ga tau bisa makan apa nggak.

Abang : Nah itu... Justru itu. Makanya kita ke Bali ajah besok. Kali ajah di Bali ada orang yang ngasih makan..
Ibenk : ....%^**$$(*&% .... emhh.. kirain udah pinter si Abang.

Foto Bareng Luna Maya

Abenk : Bang, foto kemaren yang bareng sama Luna Maya ko ga diupload ke facebook sih?
Abang : Nggak, ah!
Abenk : Lha, kenapa? kan Keren tuh!! Luna Maya gitu, Bro!
Abang : Enggak ajah..
Abenk : Kenapa Bro?
Abang : Gak kenapa-kenapa kok.
Abenk : Wuahh..gak mungkin banget gak kenapa-kenapa bro. Pasti ada alasannya. Masih takut dikira supirnya Luna Maya, ya Bang?
Abang : Sedikit.
Abenk : Takut dikira pembantunya ya?
Abang : Kadang-kadang sih..
Abenk : Lha terus?
Abang : Ga bangga ajah, Benk.
Abenk : Wuih... gaya banget si Abang. Terus yang bikin Abang bangga apa dong?
Abang : Abang bangga kalo orang lain yang bangga kalau foto bareng sama Abang.
Abenk : Kapan itu kira-kira bang?
Abang : Kalau Abang udah jadi pemain sinetron kali yak?
Abenk : Wah.. kalau itu siap-siap ajah Abang kecewa seumur hidup.
Abang : Bisa ajah si Abenk. Emang mustahil banget ya Benk?
Abenk : Enggak juga sih. Tapi emang si Abang pengen banget jadi orang terkenal ya?
Abang : Ah, enggak juga.
Abenk : Terus kenapa Bang?
Abang : Abang cuma pengen kalau orang ga takut lagi kalo foto bareng sama Abang.
Abenk : ....

18 December 2009

Dangdut is the medicine of my country



Apakah Anda penggemar musik dangdut?
Saya yakin, sebagian besar dari anda mungkin akan menjawab bukan. Karena berbagai alasan: Kampungan, liriknya tentang cinta monyet, lagunya mendayu-dayu, penyanyinya berambut ikal tak terurus, goyangannya kadang nyerempet-nyerempet, dan dengan seribu satu alasan lain yang anda miliki kenapa anda bukan penggemar musik dangdut.

Tapi tunggu dulu. Simpan dulu nyinyir anda. Simpan dulu telunjuk anda untuk menuduh kampungan. Terlepas`dari itu, bagi puluhan juta (atau mungkin ratusan juta) orang Indonesia, musik dangdut adalah obat. Obat dari berbagai macam penyakit.
Dangdut itu seperti aspirin yang langsung meredakan sakit yang meyerang kepala. Ia obat yang cespleng. Mujarab seketika untuk meredakan tekanan kehidupan yang menghimpit.. Dari belitan hutang, tekanan majikan, beban pekerjaan. Sempitnya lapangan pekerjaan, keterbatasan pilihan bidang pekerjaan, dan lain sebagainya dan lain sebagainya.

Saat musik dangdut diputar dengan volume yang besar dan musik mulai mengalun, saat itulah perlahan beban mulai menguap sampai hilang sama sekali. Sementarakah efeknya? Iya, hanya sementara. Tapi itu cukup, seperti oase di padang pasir, tempat singgah sementara para musafir dalam mengisi bekal air untuk kembali menaklukan padang pasir. Musik dangdut seperti wisdoms message bagi para karyawan kota yang merasa ada kekosongan dalam hidupnya. Mungkin karena itulah lirik-lirik musik dangdut punya tema yang sangat luas. Ia kadang begitu lugas menggambarkan kehidupan para pendengar setianya. Bang Toyib, Mulio Sri, Kucing Garong, Sms siapa, dll. Mungkin sambil bergoyang para pendengar ini tersenyum kecil karena cerita hidupnya sedang didendangkan.

Itulah kira-kira yang saya amati selama berkumpul dengan orang-orang pekerja berat. Pekerja berat dalam artian upah mereka tidak bisa meringankan beban kehidupan mereka. Sekeras apapun mereka bekerja upah hanya cukup untuk beberapa hari sahaja. Seperti Sisipus yang ditakdirkan menggelindingkan batu ke puncak bukit hanya untuk meluncurkannya kembali ke lembah.

Maka mendengarkan musik dangdut adalah semacam terapi dari stress. Mendengarkan dangdut Inilah yang menjadi salah satu titik kegembiraan yang bisa ditemukan secara cuma-cuma. Tentu saja ada kegembiraan lain yang juga mereka idam-idamkan. Rumah yang layak, penghasilan yang mencukupi dan tidak sekedar pas-pasan, biaya sekolah untuk anak, memiliki mobil. Tetapi untuk jadi gembira mereka tidak bisa menunggu sampai harus punya uang banyak dan memiliki mobil dulu. Yang entah sampai didapatkan. disanalah musik dangdut menempatkan diri. Sebagai jalan alternatif meraih kegembiraan yang instan yang bisa mereka dapatkan dengan cara yang murah dan singkat.

Jadi, beruntunglah Indonesia yang punya musik dangdut dan memiliki seniman-seniman dangdut yang hebat. Dan seharusnya berterima kasih pulalah pemerintah kita kepada seniman-seniman dangdut ini, yang sampai sekarang belum bisa memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada masyarakatnya. Sehingga, berkat seniman dangdut inilah puluhan juta orang tidak perlu ke Puskesmas hanya untuk mendapatkan obat pusing, sakit kepala atau masuk angin macam aspirin atau paracetamol. Berkat seniman dangdut inilah anggaran belanja negara terselamatkan untuk membeli berton-ton aspirin dan paracetamol.

Sekali lagi, Anda mungkin bukan penggemar musik dangdut. Tapi jika diam-diam lutut anda bergoyang dan jempol anda bergerak berirama ketika mendengar musik dangdut. Maka, sebenarnya Jauh di dalam diri Anda sendiri, anda adalah seorang dangdut mania.
Tak usah malu tapi berbahagialah, karena anda punya peluang untuk gembira dengan cara yang murah.
Selamat bergoyang!
Tarriiikk maannng....!!

07 December 2009

Malang Yang Sederhana

Terkadang manusia itu tidak peduli pada hal-hal kecil yang sederhana. Entahlah, mungkin karena memori dan indera manusia yang dibentuk dan dilatih hanya untuk merekam kebahagiaan, keterkejutan, atau keperihan yang luar biasa. Sedangkan pada hal-hal kecil-yang sederhana, yang terlalui di tengah rutinitas kehidupan, ingatan seringkali alpa.

Namun saya terlanjur punya keyakinan bahwa kebahagiaan itu juga terselip di tengah situasi kehidupan sesehari. Di episode-epiosode hidup yang sederhana dan tidak istimewa. Tapi, justru karena sederhana itu, ia menyimpan rasa, aura, yang tak bisa di dapat dan ditemukan dari situasi dan barang yang istimewa dan wah. Ia bukan kaget, kegembiraan yang luar biasa. Ia hal sederhana yang berada di pijakan hidup sesehari. Ia seperti selimut lama yang telah usang namun selalu setia menemani tidur dan sanggup menawarkan kenyamanan dan kehangatan. Selimut baru semahal apapun itu, rasanya tak sanggup menawarkan rasa persahabatan yang telah terjalin lama antara tubuh dan selimut lama tadi.

Dan hal sederhana itu ialah seperti sekarang ini. Saat musim hujan, saat Malang mulai terasa dingin kembali, lalu menemukan diri duduk di depan komputer dengan ditemani secangkir kopi panas. Membiarkan benak berkeliar dikejar jemari yang menari di atas keyboard. Menyelusuri serat-serat pikir sambil menyeruput kopi dari cangkir. Hal sederhana itu bisa juga saat terjebak hujan di bawah kanopi bersama seseorang yang spesial. Berdiri atau duduk dan sesekali bertukar pandang. Tidak bicara, hanya menunggu hujan reda.

Hal sederhana itu saat jumpa kawan-kawan lama lalu main futsal bareng atau menyengaja berkumpul di warung lesehan malam di pinggir jalan. Di bilangan Dinoyo atau Soekarno Hatta. Memesan aneka kopi atau cukup dengan STMJ. Berkumpul bercengkrama satu sama lain. Saling menanyakan kabar dan melepas kangen lalu mengobrol ngarol kidul, sambil diselingi komentar rasa kopi yang dipesan.

Hal sederhana itu ialah saat berlama-lama di toko buku atau di kios buku pasar Wilis. Saat memilih dan memilah buku dari tumpukan buku yang tak selalu tertata. Mengambilnya, membacanya sekilas.. lalu meletakkannya kembali sebelum beralih ke buku lain. Saat menimbang-nimbang harga buku yang akan dibeli dengan uang yang dimiliki. Saat mencoba menawar, dan tersenyum geli saat menyadari si penjual menghargai buku dari tebal tipisnya halaman buku.

Hal sederhana itu saat terus mengetahui tempe menjes yang minim gizi namun tetap laris manis. Mendengarkan suara khas para penjaja makanan di malam hari yang bergerilya ke sudut-sudut kota. Mendengarkan teriakan penjaja sate.. dengan teriakkan “teeeeeee...” yang memanjang dan khas. Pedagang tahu campur dengan teriakan “campur purr” dengan penekanan “pur” yang seperti membal ke tembok lalu kemudian hancur. Atau penjaja nasi goreng, tahu tek, mie pangsit, atau bakso, yang kesemuanya punya piranti khusus dan berbeda dalam menjajakan dagangan mereka sendiri, yang entah dari sejak kapan tersepakati.

Hal yang sederhana itu, saat pagi hari di Pasar Minggu. Sendiri, berdua ataupun beramai. Berkeliling dari stan ke stan melihat aneka panganan, jajanan dan pakaian. Lalu membiarkan diri terjebak di tengan riuh hiruk pikuk penjual dan pembeli. Kemudian duduk istirahat di stan makanan pojok, memesan pecel atau apa saja untuk sarapan, sambil mengamati orang yang berlalu lalang. Atau saat sesekali ke pasar Comboran, pasar barang bekas, surganya pemburu barang antik. Tidak selalu untuk membeli barang bekas. Hanya sekedar membangkitkan kenangan dan sedikit bernostalgia dengan barang-barang yang dulu akrab. Barang-barang yang dulu tampak canggih tnamun kini sudah tampak kuno di makan zaman. Barang-barang yang ditata rapi di lapak-lapak menunggu pembeli.

Kebahagiaan sederhana itu ialah sehabis Isya saat berkumpul dan mengobrol bersama keluarga. Dengan ibu, ayah, atau adik. Bicara tentang hal-hal seputar rumah. Tentang kura-kura kecil yang dibeli adik atau bunga yang baru dibeli ibu dari pasar Splindit. Kemudian dengan bebas dan lepas saling berbagi kekhawatiran. Tentang Malang yang terasa semakin panas, jalanan yang mulai macet. Tentang kesulitan keuangan Arema, tentang Pak De yang masih di rumah sakit habis dioperasi. Tentang lagu yang bisa dimainkan dari gitar yang baru di beli adik. Tentang kucing rumah yang semakin besar.
Tentang apa saja..

Kebahagiaan yang sederhana itu bisa juga berupa.. saat di mana malam semakin larut, dan hari semakin senyap, namun menemukan diri masih terjaga sendirian di dalam kamar. Mencoba membuka hati pada Allah atas apa yang terjadi selama perjalanan hidup yang telah dilalui. Lalu menemukan tempat kembali dan segala solusi dari segala masalah beban studi, pekerjaan, hubungan personal, dan masalah-masalah lain yang seakan terus mendera adalah kembali kepada pangkuan Yang Maha Pemberi Solusi.

Hal-hal yang kecil, yang sederhana, yang tak ternilai.
Duh, betapa sebenarnya kebahagiaan itu juga tersebar di sekitar kita pada hal yang sederhana. Dan betapa Malang dianugerahi dengan hal-hal yang sederhana itu.