19 July 2012

“Bisakah kau tak mengirim broadcast message!?”

Sepuluh Broadcast Message masuk ke Blacberry Andi sebelum jam sepuluh pagi. Saking keselnya, Andi menulis status di Bbnya. “Insyaallah semua sudah saya maafkan. Mohon tidak BM maaf-maafan.”

Tak sampai dua menit, BM maaf-maafan jelang Ramadhan datang lagi. Kali ini pengirimnya dari sahabat lamanya, teman sedari sekolah sampai kuliah. Merasa tak tak dihiraukan, lansung ia telepon teman lamanya tersebut.

“Bisakah kau tak mengirim broadcast message!?”

“Lho, emang kenapa? Kalau kau tak suka kau tinggal hapus saja. Bebas.”

”Maksudku, kalau kau mau minta maaf, minta maaflah dengan serius.”

”Siapa yang bercanda? Kau kira aku bercanda? Kau yang terlalu serius, Kawan. BM itu fasilitas BB. Kalau yang bikin ajah memfasilitasi,  kenapa pula kau jadi sewot.”

“Maksudku begini, Kawan. Minta maaflah secara personal. Jangan dengan BM. Minta maaf dengan BM itu seperti tak serius. Juga tampak tak tulus.”

“Kau ini naif, kawan. Aku tak punya waktu bila harus menyapa satu-satu. Dan sejak kapan kau jadi penceramah, heh? Aku sadar sekarang, orang yang tidak mau menerima BM maaf-maafan itu orang yang tidak serius untuk saling memaafkan.”

“Logika mu terbalik, Kawan. Keliru. Justru orang yang mengirim BM maaf-maafan itu yang tidak serius meminta maaf.”

“Ah, kau masih saja sok benar. Merasa paling benar sendiri.”

“O, duniaa... Kau masih saja keras kepala.”

Dan telepon pun terputus.
Tak lama, keduanya mengirim SMS yang sama.

Mohon maaf, kawan. Kau belum berubah juga. haha..