23 July 2007

Tragedi Sayur Hambar

Dalam hidup yang sebentar ini, terkadang dalam perjalanannya mendapatkan mimpi, cita-cita, sering menemui persimpangaan pilihan yang sama sekali tidak di duga. Tiba-tiba saja menjalani kehidupan tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Ujug-ujug saja rencana yang telah kita buat tidak berjalan sesuai dengan harapan. Atau mendadak saja jalan hidup kita berputar 180 derajat dari semula.

Waktu dulu, saya sering kaget atau shock tak terhingga jika dalam perjalanan besar, yang bernama hidup ini, menemui tikungan tajam tanpa rambu. Atau mendadak ada turunan curam saat berjalan dalam kecepatan cahaya (ngayal). Namun yaaa, waktu akhirnya memberi pelajaran bahwa hal seperti itu yang bikin hidup ini nendang! Ga datar2 saja. Ga biasa-biasa saja. Walaupun emang kadang menyisakan setitik kekecewaan… ga ikhlas mungkin gw y.?

Ceritanya, Semalam saya ditelpon dari rumah oleh Ibu, seperti biasa obrolan lalu dilanjutkan dengan adek tersayang.  my First love nanyain ko udah lama saya ga say hallo ke rumah? Kemana az? Deng..!! nah Lho...! padahal saya g nelpon k rumah baru 2 minggu lho…
(dua minggu atau sebulan y?)
Aslinya sy bukan g pengen bincang2 lama sama ibu atau siapapun orang rumah… tapi sering mendadak malas kalau tiba-tiba ditanya hal yang bikin saya sensi: kapan skripsi? udah sampai mana? Kapan wisuda/lulus? Nikah..? *alah*
Apalagi saya lagi g banyak ngapa-ngapin. PKL lagi mentok. Kuliah nggak. Skripsi macet. akibatnya sering mikir yang nggak2, banyak2, dan aneh2. inget tangan ibu yang udah semakin bertambah keriput…inget ayah yang banting tulang...(udah g usah di lanjutin bikin sedih)

Dan sang anak di sebrang telepon sana (saya maksudnya) sedang sibuk sendiri karena ngerasa kalo dua minggu kebelakang ini hidupnya ko biasa-biasa saja. Lagi mikir apa yang salah dengan dirinya. krena Ga ada lagi semangat power ranger ktika mau nyelamatin dunia melawan monster jahat. Atau kseriusan Conan jika menghadapi kasus sulit. Hidup ko  seperti sayur hambar tanpa garam tanpa bumbu atau lada. Hambar tenan!! Datar. Biasa.
:Mungkin karena aktivitas sehari-hari ini  yang biasa2 saja: Bangun, lalu mencoba mendekat kepada Sang pemilik Jagad untuk bersyukur, makan, main komputer dan terakhir berbaring mnuju kematian sesaat.
Tak ada “rasa” yang baru dalam menjalani hidup, ditemani sayur. Ada sensasi yang ilang saat merasakan sayur, teman perjalanan mencicipi hidup.

Tragedi sayur hambar dalam hidup mungkin karena saya “iya-iya” saja pada hidup, pada semua yang terjadi. Tanpa menawar realistis dengan ideal2. nurut-nurut saja pada keadaan. Bahkan mungkin tanpa sadar saya belajar untuk down-sizing impian saya sendiri. Walaupun dalam di ujung sel-sel kelabu saya masih ada terselip sinar yang ngingetin diri bahwa ada yang jauh antara impian yang dulu dengan kenyataan sekarang. Sesuatu yang mengemuka jadi rasa bosan (dan mungkin hampa?) akan rutinitas sesehari.

Mungkin di situ letak solusinya: saya perlu belajar bermimpi lagi. Dan bersama dengan itu, menebus hidup yang mulai terasa sebagai sayur hambar ini. Menolak menjalani hidup yang ‘realistis2’ saja. Hidup nan mudah diprediksi tanpa keliaran mimpi. Belajar untuk berani bermimpi bermuluk-muluk lagi. Mengentalkan hidup kembali. Dan kembali makan ditemani sayur sedap nan wangi.
Mak nyuss... !!!

seph, coba lo ada di Malang.

22 July 2007

5 cm




Sukses sudah Bayu Abdinegara bikin desain cover Novel 5 cm. ngaku aza, sudah lama banget saya ga baca novel (lelah baca novel, apalagi baca novel Indonesia. Yang udah ngeh cerita intinya cuman dari synopsisnya aja.) tapi kemaren ketika ke toga mas, nekat beli novel cuma gara-gara desainnya keren. Gambling tenan!! Ga tau siapa penulisnya (who is that Dhony Dirgantoro??) . Tanpa resensi. Cuma ngandelin cover, judul, penerbit, lalu di pojok tertulis best seller.

Tapi setelah baca dan hatam dalam waktu yang singkat (1 hari satu malam= kurang lebih 7 jam estapet) bener2 ga nyesel beli novel ini.

Novel setebal 379 halaman yang ditulis oleh Dhony Dirgantoro mengisahkan tentang persahabatan 5 orang yang tinggal di Jakarta. Ada Arial, Genta, Riani, Zafran ama Rian. Semuanya udah bersahabat sejak SMA. Kemana-mana berlima. Ngapa-ngapain berlima. Dan semua-muanya nya berlima.
Mereka ber-lima yang suka hal-hal yang baru, suka mengeksekusi hal-hal yang aneh, dan atau sekedar ngobrol ngalor kidul tanpa jelas ujungnya. akhirnya pada suatu saat ,saking udah lamanya bersahabat, mereka kehabisan pembicaraan. Sering ngulang dialog, guyonan yang itu2 aza, pokoknya mati gaya abis. Bosan.
Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak ketemuan tidak komunikasi dan menjalankan hidup tanpa teman segeng nya selama tiga bulan. Nah… dalam tiga bulan tersebut banyak cerita yang seru dan yang bikin otak mereka mikir bikin hati mereka merasa.
Cerita semakin seru ketika masa penantian tiga bulan tanpa teman se genk telah usai, dirayakan dengan mendaki gunung Mahameru. Tanah tertinggi di pulau Jawa. Sebuah perjalanan meraih mimpi, harapan dan cinta…

“Setiap mimpi atau keinginan atau cita-cita, kamu taruh disini, didepan kening kamu…jangan menempel. Biarkan dia menggantung…mengambang…5 centimeter …di depan kening kamu…jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu itu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya kamu bisa. Apapun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalao kamu percaya sama keinginan itu dan kamu enggak bisa menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai kamu dapat….”

Disaat lelah baca novel basi, atau garing dengan buku-buku yang mengasingkan diri Anda. Atau novel seorang manusia dari negeri Malaikat yang tanpa cela yang mengajak anda bertemu orang-orang suci. Novel ini justru menampilkan sosok pemuda indonesia “asli” yang kadang khilaf dan salah namun bukan berarti isinya tanpa nilai dan hikmah. Novel yang tetap menjejakkan kaki pembaca kepada bumi namun juga sekaligus meraih mimpi yang menggantung dilangit.
Buku ini manjur untuk mendapatkan kembali harapan dan impian yang mungkin tanpa sadar dikit demi sedikit kita lepaskan.
Baca aza biar lebih lengkap.


Cat: di Malang (toga mas) buku ini baru ada bulan Juli. padahal cetakan pertama bulan Mei 2005. (kemana aza lo selama ini)??

13 July 2007

Jualan Mimpi di republic mimpi



Entah sejak kapan penduduk negeri ini berubah menjadi materialisme dan semakin serakah menjadi-jadi. Hubungan pribadi di eksploitasi. Persahabatan dilanjutkan ketika ada peluang bisnis. Keramahan, senyum, sapa, menjadi tidak tulus lagi. Semua yang kira-kira menghasilkan uang di jual, di obral tanpa kecuali termasuk mimpi.

Coba deh sekali-kali nonton tivi, dan lihat iklan-iklan yang silih berganti memborbardir prnonton menawarkan barang dagangannya. Menawarkan hadiah yang seabreg-abreg. Dengan berbagai brand-nya. Mulai dari ‘Banjir’ hadiah, ‘Hujan’ rejeki, durian ‘Runtuh’, whatever ‘Beliung’dan lain sebagainya. Atau iklan yang menawarkan hadiah mobil, liburan, rumah gedong, emas yang kesemuanya menghadirkan sebuah tawaran yang telanjang kepada kita untuk menjadi matre dan serakah.
Belum lagi kalau punya HP (handphone). Berapa kali sehari pesan singkat datang menawarkan liburan, HP, pulsa, dan uang jutaan.

Nafsu-nafsu kita yang paling mendasar di ekspos habis-habisan. Berbagai mimpi kita telah terhidang di tivi, majalah, brosur, menunggu pembeli yang lugu.
Dan anehnya setiap hari model iklan dengan gaya menawarkan hadiah semakin hari semakin banyak. Acara-acara meraih mimpi dengan cara instan ko semakin laku.
Kuiz-kuiz dengan hadiah miliaran dengan mudah semakin di gemari.

Ga.. Ga ada yang salah ko dengan kaya raya. Tapi ada ada batas sekedipan mata antara kaya raya dan bermewah-mewah. Ada batas setipis rambut antara bereuntung dengan mengadu keberuntungan.

Kalau bukan di republic mimpi. dimana lagi mimpi laku dijual.

Entah seberapa lama lagi otak yang membuat kita kritis menjadi majal.





12 July 2007

Rindu Kami Pada Mu




Selalu saja ada jalan yang tak terduga untuk menemukan sesuatu yang baru.

Kemarin, benar-benar tanpa disengaja, saya pulang tepat disaat seorang teman sedang menonton film Rindu Kami PadaMu. Arahan Garin Nugroho. Karena penasaran saya ikut nonton. Film yang dibuat tahun 2004 dengan ide cerita yang sangat sederhana. Kisah tentang sebuah masjid di tengah pasar yang belum memiliki kubah. Dalam rentang waktu pemasangan kubah tersebut banyak kisah dihadirkan.
Ada Bimo, bocah kecil ,adik penjual telor, tanpa kasih sayang orang tua. Ada Rindu gadis bisu yang gagap berkomunikasi dengan orang. Ada Asih yang berharap, ibunya yang pergi, datang kembali lewat sajadah.


Jangan berharap special efek. Jangan berharap mendapatkan gambar pemandangan alam yang hijau, gunung yang perkasa atau gedung yang kokoh. Atau jangan pula berharap suara latar dari orkestra ternama.
Dari awal sampai akhir film, penoton disuguhkan gambar pasar yang kumuh, padat dan rapuh. Suara latar pun kadang hanya suara berita radio, yang mengiringi dialog yang diucapkan tanpa intonasi berlebihan. Kamerapun tidak terlalu banyak bergerak.
Namun, Garin mampu menampilkan sisi-sisi kemanusiaan, dengan daya sensitivitas sangat tinggi, tanpa maksud menggurui namun berbagi.

Dan ari awal sampai akhir film, tanpa ampun diri saya dilucuti satu persatu. Lembar per lembar. Bukan seperti bawang yang berisi lembar-lembar lapisan namun tanpa isi. Namun ketika lembar per lembar penutup dirimu hilang anda akan menemukan isi makna. Kesederhanaan yang lugu.
beberapa kali pula saya melihat diri saya sendiri ditampilkan disana melalui berbagai karakter. Akhirnya sulit rasanya diri ini untuk tidak jatuh cinta tanpa syarat.

Di saat film2 Indonesia yang tren-nya tema horor atau percintaan ABG film ini mungkin asing namun film ini Begitu menyentuh dan relevan. Film ini bagaikan cermin bening yang memantulkan diri setiap orang yang menyaksikannya. Begitu bening sampai borok atau bahkan jerawat kecil begitu terlihat dengan jelas.


Sebelum saya kebanykan ceramah dan omong mendingan anda nonton. Dan mungkin faham maksud saya.

“Setan kini tidak bisa lewat di samping Asih karena ada ibu di sampingnya....!!”