26 November 2009

Mengapa Kambing Menyebrang Jalan

Kemarin, ketika beres-beres kamar guna mengumpulkan kertas-kertas yang tidak dipakai lagi untuk dikirim ke pengepul, saya menemukan tulisan “Mengapa Kambing Menyebrang Jalan (MKMJ)” yang terselip di binder catatan kuliah semester-semester awal kuliah dahulu. Saya ingat, tulisan ini saya salin di sebuah perpustakaan kota, yang saya tak tahu dari buku berjudul apa, tujuh atau delapan tahun yang lalu ketika duduk di bangku sekolah menengah dulu. Ketika cuman gara-gara pernah membaca buku Romo Mangun dan Frans udah berani berdiskusi dengan semangat pokoknya asal beda. Dan mungkin karena semangat asal beda itu pula saya kemudian menyalin catatan MKMJ ini. Bahwa setiap orang boleh berbeda pendapat. Bahkan terhadap pertanyaan netral sekalipun.
Dan berikut salinan catatan dari MKMJ:


Di bawah ini pelbagai reaksi dan responsi kalangan dengan latar belakang yang berbeda terhadap pertanyaan netral: Mengapa kambing menyebrang jalan?

AHLI DEMOGRAFI : Meningkatnya kepadatan populasi di sisi ini memicu beberapa kambing secara selektif untuk pindah ke tempat lain yang desakan demografisnya lebih renddah.

PAKAR MIGRASI: Di seberang, rumput lebih hijau dan kambing mencoba nasibnya di sana.

AHLI EVOLUSI : Ia ingin pindah ke ruang ekologis yang lain untuk bertahan hidup.

PAKAR MUTASI : Ia tidak menyebrang, melainkan meloncat-loncat ke seberang jalang.

AHLI GENETIKA : Ia membuktikan bahwa makhluk hidup itu egois yang berpuncak pada gennya.

AHLI METEOROLOGI : Ia pikir di seberang jalan tidak hujan.

AHLI ASTROFISIKA : Untuk menghindari dampak meteor.

AHLI VULKANOLOGI : Tanda-tanda gunung berapi akan meletus.

PENGUSAHA HUTAN : Ia melarikan diri dari kebakaran hutan buatan.

BIOTEKNORAT : Kambing dapat menyebrang jalan karena hukum-hukum Biofisika, Biokimia, dan Biomatematika, dan hukum-hukum itu tidak dapt dimanipulasi.

AHLI MATEMATIKA : Ia ingin membentuk himpunan baru.

AHLI FILSAFAT : Ia tidak puas lagi dengan paradigma lama.

AGAMAWAN : Tidak semua hal dapat dipahami dengan benar oleh akal manusia.

PENGANUT KEPERCAYAAN : Ada kekuatan gaib yang menggerakkannya ke seberang.

INTELEKTUAL : Itulah kearifan organismik kambing tersebut.

CALON DOKTOR : Ia hendak membuktikan “salah” (memfalsifikasi) hipotesis yang menyatakan kambing tidak berani menyebarang jalan.

PEJABAT : HARUS DIWASPADAI, ia mungkin anti pembangunan.

LSM : Ia bermaksud mencari suaka, karena ia tidak dapat membuktikan bahwa ia kambing hitam.

PENGAMAT SOSIAL : Di sebelah sini terlalu banyak kambing hitam dan ia merasa di diskriminasi serta kalah suara.

POLITIKUS : Memang dasar kutu loncat!

IDEOLOG : terbukti bahwa kambing itu liberal.

PATRIOT NASIONALIS : sejauh-jauh kambing berlari ia akan kembali ke kandangnya juga.

PEMBANGKANG : Untuk mengelak dari ETORSI (pungli, upeti, pemerasan, uang, keamanan, biaya upacara, sumbangan wajib wajib, saham wajib).

PAKAR HAM : Di sebelah sini cukup makan tetapi tidak bebas mengembek, sedangkan di seberang sana bebas mengembek hati meski tak cukup makan.

AHLI HUKUM : Tidak ada rambu jalan yang melarangnya menyebrang.

PEDAGANG KAKILIMA : Ada bau kereta tukang sate yang mendekat.

PEMBANTAI : Kambing boleh menyebrang kemana saja tetapi hidupnya akan berakhir di bawah do’a dan parang saya.

PENIMBUN PANGAN : Ia sangka rumput di sini akan segera habis.

WARTAWAN : Kambing menyebrang jalan bukan berita yang bagus kecuali kalau ia milik pejabat atau artis.

DESAINER : Ini hanya fad, sekarang memang trendi untuk menyebarang.

AHLI PSIKOLOGI : Karena terkejut oleh klakson mobil, ia jadi panik dan salah mengambil keputusan .

AHLI SEJARAH : Semenjak jalan ada, kambing sudah menyeberang jalan.

KRITIKUS SASTRA : Ia agak jalang dan ingin lari dari gerombolannya yang terbuang.

PENYANYI LAGU DAERAH :
2x Dua tiga kambing berlari, onde sayang
Berlari-lari menyeberang jalan
2x Dua tiga pemimpin korupsi, onde sayang
Langsung lari menyeberang lautan

AHLI STATISTIKA : Seekor kambing dan sebuah jalan adalah indikator yang terlalu kecil hingga tak perlu didiskusikan.

PENGELOLA VALAS: tunggu saja nanti, rumput diseberang kita jatuhkan harganya.

AHLI EKONOMI : mengapa buang waktu dan energi memperbincangkan kambing menyeberang jalan yang penting berapa harga kambing sekarang dalam Dollar.

KAUM REALIS : kambing itu menyeberang karena ingin berada di sisi jalan yang lain, terlepas rumput di sana lebih hijau atau tidak.

PETUGAS DLLAJ : menyeberang boleh saja, asal jangan mirip si Komo saja.

POLANTAS : sebaiknya ia lewat jalan layang.

Sekarang menurut Anda, kira-kira mengapa kambing menyebrang jalan?

19 November 2009

ngobrolin 2012

Susah emang hidup di dunia sekarang tanpa harus terbawa isu yang dibawa arus besar.

Misalkan saja anda orang yang hidup soliter, cuek, tidak terlalu memperhatikan lingkungan sekitar, tidak terlalu banyak bicara, bukan penghuni dunia maya, jarang nonton televisi, tak terlalu peduli sama koran atau radio, namun pasti suatu kali entah itu di warung makan, entah di tempat minum kopi, di kos-kosan, di kantor, di perpustakaan, di dalam angkot, entah di mana saja, secara sengaja atau tidak, anda akan mendengar orang lain bicara tentang film 2012. Atau malah pembicaraan itu berasal dari teman anda sendiri yang tiba-tiba saja bertanya: sudah nonton film 2012?
Karena anda merasa tidak tahu anda pun lantas menjawab belum. Lalu dengan sendirinya teman anda bercerita kehebatan film 2012 seolah ia sudah menontonnya dan tanpa diminta dengan semangat pula teman anda akan mempromosikan film 2012 itu seakan film tersebut film buatannya sendiri. Dan mulailah anda tergiring oleh rasa penasaran untuk mengetahui lebih dalam sampai kemudian akhirnya memutuskan untuk menonton film.

Saya baru-baru saja ingat bahwa pertanyaan kiamat 2012 pertama kali saya dapatkan dari seorang teman maya ketika saya masih sibuk-sibuk mengerjakan skripsi. Sekitar bulan Maret. Dan itu berarti delapan bulan yang lalu. Anda bayangkan film yang di putar bulan November telah menjadi diskusi hangat di ranah maya pada awal tahun 2009. Bahkan di chat room Kick Andy tempat kadang saya mampir, kiamat 2012 menjadi bahan perbincangan beberapa minggu. Pertanyaannya tentu saja: berapa lama kontruksi makna (sehingga menganggap 2012 itu penting) tersebut di bangun dan dipasarkan oleh marketing 2012. Sampai-sampai room Kick Andy yang biasanya tempat ngobrol yang gak jelas ujungnya ko ya sempat-sempat serius diskusi 2012. :)

Ketika teman tersebut bertanya dengan serius pendapat saya tentang kiamat 2012 tentu saja tidak saya ladeni. Selain saya bingung harus menjawab dengan versi apa (versi ilmiah jelas saya gak mumpuni, versi agama apalagi selain cuma mengetahui percaya hari akhir itu termasuk rukun Iman). Menurut saya ngapain juga mendiskuskan suatu hal yang sesama anggota diskusinya sama-sama tidak diberi kuasa untuk tahu. Diskusi macam ini menurut saya bukan saja buang-buang tenaga tapi juga tidak akan mendapat apa-apa kecuali sebuah kesimpulan yang kita sudah tau hasilnya dari dulu: Bahwa kiamat itu bisa kapan saja. Bahwa kiamat itu rahasia Allah dan akan terus menjadi rahasia Allah sampai kiamat kelak. Bahwa tak ada seorangpun manusia yang mengetahui. Termasuk Gus Dur, termasuk Mama Laurent, juga Ki Gendeng Pamungkas.

Makanya daripada diskusiin film kiamat 2012 yang (menurut saya) tak penting, masih mendingan bersihin bulu hidung. Jelas ketauan hasil dan manfaatnya. :)

Bila toh keukeuh bermaksud benar-benar ingin mengetahui informasi keadaan kiamat, saya kira tak perlulah dengan diskusi panjang lebar sampai berbusa. Lebih baik duduk lalu membuka kitab suci masing-masing dan mulai merenungi ayat-ayat yang menggambarkan hari kiamat. Selain lebih valid, karena langsung dari Yang Empunya Bumi Langit dan Seisinya dan juga saya kira Ia lah yang lebih berhak di tanya pertama kali karena Ia yang menciptakan Bumi Langit dan Seisinya, tentu juga (seharusnya) ketika membaca lebih mendebarkan, karena ceritanya bukan fiksi yang pasti kelak akan terjadi.
Tapi tentu saja orang males bila harus buka kitab sucinya. Selain malas, mungkin buka kitab suci ga gaya lah yaw! :)

Tentang Filmnya.
Terus terang, filmnya sendiri saya belum menonton. Jadi tak mungkin saya berkomentar tentang isi filmnya. (Saya termasuk orang yang tidak nonton film yang lagi meledak. Saya akan nonton ketika euforia sudah mulai reda). Jika ingin mengetahui ceritanya silahkan baca sinopsisnya saja yang menurut saya klise sekali kecuali efek visualnya itu yang katanya bagus. Begitu pula tokoh-tokohnya. Dalam sebuah surat kabar tokohnya disebutkan bahwa tokoh utama adalah seorang ayah idealis Amerika. Dan setelah baca-baca inilah kesimpulan yang saya dapatkan mengenai seorang ayah idealis Amerika itu: bercerai dengan istrinya meskipun masing saling mencintai (bingung juga saya, masih mencintai ko bercerai?), memiliki dua oarang anak, dibenci salah satu (atau kedua) anaknya, dan sekuat tenaga berjuang menyelamatkan keluarganya.
Yah..tokohnya mirip-mirip Tom Cruise dalam The War OF The End lah.

Kalau mau ditelisik faktor apa yang membangun kenyataan seolah film ini layak dipercaya dan layak ditonton? Tentu saja anda sendiri sudah tahu atau mungkin belum tahu: Membuat film itu harus menguntungkan, dan segala usaha dilakukan untuk mendapatkan keuntungan itu. Film akan hidup jika ia laku dijual. Jadi film yang ingin laku dijual harus bisa menjual diri.tentu saja, semakin canggih kiat marketing bersangkutan, semakin tampil seolah-olah penting, genting-padahal tujuannya ingin ditonton.

Lantas apakah salah menganggap film 2012 itu penting. Barangkali tidak. Melihat film tentang hancurnya bumi adalah penting; tapi film tentang para korban TKW Indonesia yang bekerja di Hongkong yang disiksa juga tentu saja tak boleh dilewatkan. Bukankah sering film tentang korban orang-orang hilang dilewatkan begitu sahaja.

Tentang Bencana.
Mungkin anda salah satu orang yang berharap dengan nonton film 2012 akan bisa menghadirkan sosok kiamat dalam benak anda. Agar bisa terlihat lebih nyata dan meng-imani lebih kuat.
Tapi kenapa harus nonton 2012 dulu. Toh bencana dahsyat macam meletusnya gunung berapi, gempa atau banjir atau tsunami juga pernah terjadi di tempat yang begitu akrab dan dekat dengan kita. Bahkan korbannya pun mungkin orang yang dekat dengan kita.

Mangkanya saya tak terlalu berharap bahwa setelah nonton bencana 2012 akan terjadi perubahan gaya hidup pada orang-orang yang menontonnya. Perubahan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan misalnya atau lebih radikal seperti menjadi aktifis global warming mungkin. Atau terjadi pertaubatan massal misalnya, karena merasa bumi yang ditempati akan hancur. Atau tiba-tiba saja masjid penuh, gereja sesak dengan orang-orang yang beribadah karena merasa kiamat tak lama lagi.

Saya sulit membayangkan itu.
Lha wong bencana tsunami asli atau the real tsunami di Aceh beberapa tahun silam yang sebegitu dahsyatnya menelan banyak korban jiwa, yang ketika air sudah tumpah di pantai orang-orang sudah tidak ingat lagi keluarganya, toh akhirnya menjadi biasa-biasa saja bagi kebanyakan orang. Hanya sebatas teringat saja bahwa Indonesia pernah kena tsunami.. yang korupsi masih korupsi. Yang maling tetap maling.

Bahkan ketika terjadi gempa-gempa dalam skala kecil setelah gempa di Tasikmalaya dan Sumbar saya masih mendengar komentar “Ah, cuma segitu goyangannya” atau “Ah, kaga ada kentang-kentangnya” atau “Oo..begini ya kalau gempa. Enak goyang-goyang. Tapi ko, ga ada yang retak-retak ya?” atau “ yaah..! kalau cuma segini gak bakalan masuk berita” bahkan ketika gempa di Sumbar pun yang menghancurkan ratusan bangunan dan merenggut korban jiwa yang banyak masih terdengar komentar “Ga ada apa-apanya dibandingkan tsunami Aceh”
nah loh!? Aneh kan bila denger komentar-komentar tersebut?
Apa iya emang harus sampai kayak tsunami Aceh dulu lantas korban layak mendapat empati?
Saya ga tau pasti apa penyebabnya sampai terlontar komentar-komentar macam di atas itu, tapi ini juga mungkin akibat media massa (terutama televisi) yang selalu menyampaikan gaya pemberitaan yang berlebihan dan mendramatisir, yang menyuguhkan berita bencana secara sensasional yang “menghibur”. Sehingga tak terlalu salahlah bila para penonton berharap bencana yang lebih dramatik dan lebih “menghibur”. Karena selalu ada proses mengeraskan kulit ari begitu juga hati.

Nah, sekarang anda bayangkann saja sendiri. Jika terhadap bencana real alias asli alias pernah terjadi saja tidak banyak perubahan pada sikap manusia (kecuali para korban tentu saja, yang harus hidup ke tenda-tenda pengungsi) apalagi terhadap film 2012, yang meskipun menampilkan berbagai macam kedahsyatan bencana yang dilatari berbagai penjelasan berbau ilmiah, tetap saja sedari awal ditegaskan ini film cuma fiksi.

Selamat berpikir!
Menonton ga menonton itulah obrolan.