25 August 2008

Pertamina untung, Bangsa Buntung


Ini tulisan lama yang belum sempat saya posting. Karena hari2 ini momen nya pas banget, makanya saya posting saja sekarang. Setelah di update tentunya!

Mahal dan langka. sudah mahal, langka pula!. Itulah yang kerap ditemui dari barang-barang yang diproduksi dan atau dijajakan oleh pertamina. Mulai dari Bahan bakar jenis minyak (BBM) seperti minyak tanah, bensin, solar, sampai Bahan bakar jenis gas macam elpiji.

saya (juga anda?, mungkin) bukan pengguna langsung produk yang diurus oleh pertamina seperti minyak tanah (mitan), elpiji atau bensin (soalnya kompor sy g punya, motor pun tiada). Tapi, yang pasti saya tahu, bahwa dari mitan dan elpiji tersebutlah puluhan juta dapur rumah tetap bisa ngebul, dan orang macam saya (anak kos-an yang tak punya kompor dan motor) masih bisa makan diwarung-warung kecil dengan harga murah.

Dahulu, pada sebuah titikmangsa, dengan rasionalisasi bahwa APBN kita banyak terserap pada minyak tanah yang jumlahnya signifikan, pemerintah meluncurkan program konversi minyak tanah ke gas. Tujuannya yaitu untuk mengganti pola konsumsi masyarakat dari mitan ke gas, dengan cara bertahap mengurangi distribusi minyak tanah bersubsidi sambil menyalurkan kompor gas dan tabung elpiji bersubsidi ukuran 3 kilo untuk masyarakat kecil.

Sekarang, setelah program konversi mitan ke gas berjalan (dengan sempoyongan), maka hampir dipastikan setiap rumah tangga di perkotaan menggunakan gas elpiji, bukan lagi minyak tanah. Dan setelah hampir semuanya tergantung kebutuhan akan gas elpiji, pertamina dengan seenak perutnya menaikkan harga gas elpiji ukuran 12 kg. (pinter banget nih pertamina, dasar otak monopoli VOC, otak bandar, otak penjajah!!)

Tentu bukan kapasitas saya untuk menganalisis baik apa buruk, berhasil apa tidak program konversi tersebut. Bukan kapasitas saya pula untuk membahas teori2 ekonomi makro ataupun mikro yang sering dijadikan tameng oleh pertamina untuk menaikkan harga BBM/elpiji (yang seenak udelnya). Untuk soal “meng-analisa” tersebut rasanya ga kurang pakar, wakil pemerintah, aleg kita, yang bisa membahasnya dan lebih kompeten. (meskipun saya ragu juga ama anggota2 DPR. kemarin rame2 ributin hak interpelasi yang akhirnya bikin pansus. Eh... Udah jadi pansusnya sampai sekarang ga kedengeran kerjanya.... apa udah kenyang y dicekoki duit minyak pertamina?? Atau Cuma akal2an DPR aja untuk keluarin dana anggaran kali y??). Saya cuma ingin menuliskan lintasan pikiran ketika membaca gas harga gas elpiji naik. Aku Cuma ingin menuliskan lintasan pertanyaan2 yang menghantam benak awamku melihat tingkah pertamina.

***

Mahal dan langka. Itu kata2 yang menghantam-hantam dalam kepalaku.
Dalam teori ekonomi (saya sempat mengenal) istilah demand and suply atau pasokan dan permintan. Barang yang harganya diserahkan dalam mekanisme pasar pasti akan terkena dampak teori ini. Pasokan yang tidak sebanding dengan permintaan akan berpengaruh terhadap harga. Jika pasokan lebih tinggi dari permintaan harga turun dan begitu sebaliknya.

Tapi berbeda ceritanya jika barang tersebut adalah barang yang dikelola sendiri (dimonopoli ?) oleh pemerintah tanpa campur tangan dari pihak lain serta kebal terhadap mekanisme pasar. Berbeda ceritanya bila dalam pendistribusinya-pun mendapatkan perlakuan khusus dari undang-undang. Maka hukum pasokan dan permintaan harusnya tidak berpengaruh terhadap harga barang tersebut.

Maka adalah aneh dan sangat-sangat aneh bila kemudian kita masih menemukan BBM/elpiji yang sudah mahal, justru kemudian menjadi langka. Padahal pertamina harusnya tahu berapa ancer-ancer jumlah pasokan agar tidak langka.

Bila itu masih terjadi, maka (bagi saya) itu adalah sebuah kegagalan. Kegagalan dari Pertamina (dan juga kegagalan dari Pemerintah). Dan dalam kasus ini “kegagalan” artinya bukan “keberhasilan yang tertunda” seperti yang sering diteriakkan sama trainer2 dalam pelatihan. Dalam hal ini kegagalan berarti kebodohan yang terpelihara. Karena bukan saat ini saja BBM menjadi langka. Bukan saat ini saja elpiji susah dicari.

Makanya ketika sering lihat iklan pertamina di tivi dan diakhiri dengan slogan
Kita untung Bangsa untung..
Aku ko jadi mikir. Dan Kayaknya memangnya harus dipikiir dulu.. .sebenarnya siapa sih yang untung?? Pantesnya juga slogannya gi ganti :
Pertamina untung Bangsa buntung.



::ya..begini ini jadi konsumen yang lemah di Idonesia. Mau ngadu, ngadu ke sapa? trus gimana cara ngadunya? klo udah ngadu...lalu apa..? akhirnya cuma bisa gerundel ambe mis*h2 di blog::


itu gambar diatas saya contek dari http://donnaisra.wordpress.com/2006/10/16/gedung-pertamina-yang-ironis/

1 comment:

Anonymous said...

Hmm..
Maaf mas...

Cumang mau Ngasih masukan mas...
Semoga ada artinya...

Pertamina itu cuma sebuah alat, Buruh, kuli , babu dari pemerintah...

Penjahat nya..
wah...
anda bisa simpulkan sendiri kan ??
:D

Maaf mas... cumang pengen mengemukakan pendapat saiah...
Sama sekali ga mbelani pertamina...

Percuma misuh misuh sama pertamina...
He he he...
Ada yg lebih berhak tuh