26 August 2007

Ramadhan Sebentar Lagi….

Selalu ada kerinduan yang sangat saat-menanti kehadiran bulan Ramadhan. Mungkin rasa rindu itu ga hanya milik saya juga. Entah… tapi bagi saya selalu saja ada aroma khas yang mengemuka dalam hati saya saat menunggu kehadiran Ramadhan. Aroma khas antara ada kerinduan karena ingin segera bertemu bercampur dengan kekhawatiran karena takut tidak akan dipertemukan lagi dengan Ramadhan. kehilangan atau bahkan tidak pernah mendapatkannya.

Ramadhan memang mempunyai segala kelengkapan untuk menjadi sesuatu yang indah untuk dinantikan kehadirannya. Ramadhan memang memiliki segala keutamaan untuk menjadi sesuatu yang sangat dirindukan. Mungkin juga karena banyak hal penting dalam hidup saya, terjadi di bulan Ramadhan. Apalagi bila mengingat Ramadhan sebelumnya, yang ada begitu banyak kekurangan dalam menjalankannya dan akhirnya menyisakan penyesalan setelah Ramadhan berlalu (apalagi bila ingat harapan ortu, yang mengharapkan kelulusan kuliah anaknya Ramadhan ini, “I’m Sorry Mama. I Never Realy heart you…”).

Ramadhan saat ini terasa begitu “kena” disaat saya butuh banyak waktu jeda dari bergulat dengan dunia. Disaat perlu banyak untuk berpikir dan sedikit rehat dari keduniaan. Jalaluddin Rahmat pernah menulis, alasan rasional yang membuat Ramadhan seharusnya begitu dinanti adalah karena dengan segala pernak-perniknya bulan itu menyediakan pemuas bagi dahaga kebutuhan spiritual. Kebutuhan yang justru terpuaskan ketika pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah kita dipangkas sedemikian rupa selama sebulan. Lanjutnya bahwa sebagian orang justru perkembangan pribadinya berhenti pada pemenuhan kebutuhan jasmani, dan tidak pernah tahu apa sih kebutuhan spiritual itu. Makanya Allah menggunakan panggilan “Orang beriman” untuk kewajiban berpuasa.

Ramadhan sekarang adalah Ramadhan ke 4 di masa kuliah saya. Masa di mana saya tidak terlalu disibukan dengan perkuliahan, praktikum, tugas dll. ini artinya masa sekarang adalah masa sibuk-sibuknya saya sebagai pembuat TA. (namun nyatanya saat ini justru masa yang terasa begitu berat tekanannya. k-lo dulu beban hanya sebatas nilai mata kuliah tapi sekarang tuntutan harus lulus…). Dan saya cukup beruntung karena bisa lebih meikmati Ramadhan di masa akhir-akhir kuliah saya dengan tidak terlalu disibukkan perkuliahan. Ramadhan di kampus memiliki ruh-tersendiri dibanding ketika saya ber-Ramadhan di rumah. Setidaknya saya bisa mendengarkannya kajian gratis ba’da Ashar di MRP, ifthar gratis, sahur gratis (sangat penting menemukan yang gratis2 ketika menjadi mahasiswa). Di akhir Ramadhan juga saya bisa I’tikaf, yang tidak saya dapatkan di kampung halaman. Dan paling penting target-target kuantitas ibadah, taraweh, tilawah dll, kurang lebih bisa tercapai ketika di kampus.

Satu hal yang kudu di ingat pesan Nabi saw. bahwa banyak orang yang berpuasa akhirnya hanya menghasilkan ganjaran lapar dan haus. Karena memang kebanyakan orang tidak bisa bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ramadhan dan menahan nafsunya atau lalai memanfaatkan momentum ramadhan sebagai sekolah takwa.

Yang di takutkan olehku seperti apa yang di ungkapkan dokter yang merawat John nash - dalam film Beatiful Mind - saat John nash dalam terapi Scrizofenia. (tentu saja kalimatnya g tumplek sama)
“Apabila mengetahui semua yang kita miliki dan kita cintai bukan hanya hilang atau mati tapi sebenarnya ga pernah ada,” “ neraka macam apa itu?”
sekarang coba rubah.
Apabila kita akhirnya mengetahui amalan puasa kita bukan hanya hilang untuk menebus dosa kita ke orang lain atau untuk membayar dosa kemaksiatan kita, tapi sebenarnya amalan puasa kita ga pernah ada.
“neraka macam apa itu?”

Ramadhan. Marhaban yaa Ramadhan

No comments: