11 September 2007

Menulis tentang menulis.

Saat ini saya benar-benar berada dalam kondisi dimana saya ingin menulis tapi tidak tahu apa yang ingin saya tulis. Ingin mengeluarkan sesuatu dalam pikiran ini tapi kok mentok. Buntu. (Benar-benar dalam posisi netral tidak coindong ketimur ataupun miring kekiri. Berada benar pada posisi kesetimbangan, yang akan keutara jika ada angin dari selatan atau akan kedarat jika ada angin laut.) Ingin menuturkan cerita tapi ko lidah ini kelu karena kehabisan cerita.

Seperti dalam cerpen Seno Gumira Aji darma, klo ga salah judulnya penggusuran, yang berkisah seorang ibu yang setiap malam senantiasa membacakan sebuah cerita sebagai pengatar tidur bagi anaknya. Pada sustu saat sang Ibu kehabisan stok bacaan dan buku cerita, kehabisan dongeng, kisah, fable, semua telah diceritakan. Ia benar-benar kebingungan karena kehabisan bacaan untuk dibacakan sebagai pengantar tidur anaknya. Tak mau kehabbisan akal si Ibu mengambil koran yang tergeletak dan membacakan sebuah rubric di koran sebagai cerita pengantar tidur anaknya.

Persis seperti itu mungkin keadaan saya saat ini. Ingin menulis tapi menulis tentang apa saya tidak tahu benar.Bedanya kalau dalam cerpen tersebut dikisahkan si ibu tidak bias bercerita karena semua buku cerita sudah dibaca, semua dongeng sudah diceritakan, semua legenda local maupun impor sudah dikisahkan dan akhirnya kebingungan menapatkan cerita baru. Sedangkan saya, saya tidak bisa menulis karena bukan telah banyak karya tulis saya. Tidak. Tapi lebih karena tidak piawainya saya dalam mengolah kata untuk sesuatu yang ingin saya sampaikan. Akhirnya saya duduk didepan computer dan mencoba menggerakkan jari-jemari diatas tuts keyboard berharap sebuah catatan lahir mendefinisikan dirinya. Entah akan menjadi tulisan yang baik atau tidak, tidak terlalu saya khawatirkan.

Keras kepalanya saya untuk tetap menulis, walaupun tidak tahu yang akan diceritakan. Ngeyelnya saya untuk tetap duduk bermesra-mesra di depan computer dan tetap tekun menggerakkan jemari di keyboard tanpa tahu hasil akhir tulisan saya, mungkin terlebih karena ada keinginan yang kuat dalam diri saya atau entah efek dari hasil doktrinasi buku2 yang saya baca untuk menjadi seorang penulis. Dalam setiap buku tentang bagaimnana (buku-buku dengan subjek how to) agar menjadi seorang penulis senantiasa disebutkan langkah pertama yang harus dilakukan adalah menulis….menulis…dan menulis…. Lha mau nulis apa saya ga tahu.

Eh,…tapi mungkin benar juga. Lha buktinya tanpa tahu apa yang harus saya tulis saya sudah dapat tiga paragraph. Eh…empat deng! jika dihitung dengan paragraph dimana kalimat ini berada. Lumayan banyak dan lumayan lancar bagi sebuah tulisan yang lahir tanpa persiapan. Lumayan mengalir deras serat pikiran menterjemahkan buah pikiran ke dalam rangkaian kata-kata bagi catatan tanpa oret2an sebelumnya.
Padahal dulu ketika masa-masa sekolah, selalu dapat teori jika mau menulis (dalam mata pelajaran bahasa indonesia, yang jika ujian selalu dikasih kertas polio untuk mengerjakan soal membuat karangan ketika berlibur. gimana g bosen coba!) buatlah terlebih dahulu rangka pikiran dari setiap tulisan yang akan kita buat. Lalu tentukan jenis paragrapnya: induktif atau deduktif; kemudian buat pokok utama dari tiap paragraph dan lalu pokok pendukung.

Jadilah menulis sebuah pekerjaan yang sangat sulit. Karena terikat dengan berbagai macam aturan yang kaku. Jadilah seni menulis seperti pekerjaan mata pelajaran fisika dan matematika yang penuh ukuran dan rumus-rumus yang aneh. Jadilah pelajaran menulis seperti pelajaran teknik yang penuh perhitungan, yang sepertinya jika salah perhitungan maka sebuah bangunan tidak akan berdiri atau sebuah mesin tidak akan berjalan. Atau jika salah dalam menghasilkan perhitungan yang cermat (biasanya sampai hitungan harus benar2 tepat), maka sebuah bangunan atau jalan akan roboh jika tertiup angina atau sebuah jembatan akan runtuh jika beban terlalu berat.

Jadilah menulis seperti pelajaran ekonomi. Yang pada setiap akan melakukan sebuah usaha ekonomi harus dih itung dengan teliti segala pengeluaran dan potnsi keuntungan jauh sebelum melakukan usaha itu sendiri. Akhirnya yang terjadi kira-kira jika tidak bisa menyajikan sebuah plan dengan tliti dipastikan usaha tersebut akan merugi dan gagal.

Jadilah saya setiap ketika menghadapi soal ujian bahasa Indonesia dan ketika berhadapan dengan kertas polio menjadi serba salah. Seolah-olah menulis adalah pekerjaan membatik yang jika sudah tersedia kain dan canting maka proses membatik bisa langsung dilakukan dan bahkan bisa ditunggu. Seolah menulis disamakan dengan pekerjaan pertukangan, yang bisa dikerjakan kapan saja ketika perangkat sudah tersedia. Padahal Budi darma menyatakan kepengaran adalah tetap kepengarangan (Proses kreatif, 1984).

Lanjutnya kepengarangan berbeda dengan pekerjaan, contoh seorang rektor, yang ketika habis atau meninggal bisa digantikan pekerjaannya oleh orang lain. Berbeda dengan kepengarangan karya Romeo and Juliet tidak akan ada jika tidak ada Shaksphere, atau jika ada karya yang judulnya sama maka isinya-pun dipastikan akan berbeda dengan karya Shaksphere. Makanya saya yang tidak tahu tentang tulis menulis ini (dulu) jadi semakin sering tidak bisa banyak berbuat apa-apa jika disuruh buat karangan.
Lho,...ko saya jadi melantur begini. Namun yang penting saya akhirnya bisa menulis cukup banyak dan lumayan panjang bagi sebuah tulisan yang benar-benar tidak diawali dengan sebuah kaidah yang baku seperti yang diajarkan guru-guru (salam hormat untukmu guru, walau bagaimanapun saya tetap berterima kasih dan tak akan pernah bisa membayar engkau) sewaktu sekolah dulu. Akhirnya saya bisa menulis juga.

Yahhh...walaupun ala kadarnya. Saya tetap membuat tulisan. Membuat kehidupan.

Bukankan manusia itu juga produk dari apa yang tertulis. Perjalanan manusia di masa lalu, saat ini dan esok bukankah merupakan perjalanan mengikuti pola dari apa yang telah tergores. Perjalanan hidup manusia dari awal, terus berlanjut sampai akhir kehidupan, merupakan kehendak Allah, yang telah menuliskannya. Kehidupan yang lalu, sedang dan akan terjadi semua telah tertulis.

No comments: