28 March 2009

Sekedarnya Tentang Ranah Maya

Kadang aneh memang hidup di dunia saat ini. Di dunia canggih yang hampir tak bisa terlepas dari media internet. Mungkin karena mudah dan murahnya untuk tersambung ke ranah maya itu pula maka internet seolah tak dapat dipisahkan. Tinggal langganan s****, atau kalau pengen lebih murah cari wifi atau hot spot atau pergi ke warnet, maka terhubunglah sudah manusia ke dunia yang seolah–olah nyata- tersebut. Dan terjunlah kita ke pasar ide dan absurditas.

Keberbedaan dan kekhasan yang jadi salah satu banner utama dunia maya, diusung tinggi-tinggi. Begitu banyak tempat yang disediakan ranah maya untuk mengekspresikan diri. Lewat milis, blog, facebook, fordis, dan semua tempat yang akan mungkin dan segera mungkin. Lewat template gratis, kemungkinan bikin template sendiri, seribu satu avatar, seribu satu cara untuk mengekspresikan diri.

Lalu apa yang aneh?
Yang aneh adalah seperti pada semua arti menghubungkan, ia selalu berdampak ganda.
terghubungkan sekaligus terpisahkan. Seperti selat-selat di antara pulau-pulau nusantara. Menghubungkan tapi di sisi lain ia memisahkan manusia. Dan, yang lebih dari itu, sedikit demi sedikit media internet telah membuyarkan ikatan primordial puak. Mangan ora mangan asal kumpul. Ngumpul ngariung babarengan.

Mungkin inilah gejala yang diramalkan oleh Marshall McLuhan tentang Gutenberg Galaxy. Ekses dari revolusi gutenberg, revolusi mesin cetak, dimana kata Mc Luhan, sesama anggota masyarakat akan disibukkan dengan tulis menulis, bukan hanya menulis lagi tampaknya, dengan facebook-an atau blogging, misalnya. Hingga mereka tidak mau mengobrol lagi dalam arti kata mengobrol yang sebenaranya. Sudah susah untuk diajak mengobrol, mengobrol apapun yang bisa diobrolkan sambil minum kopi. Sudah tidak mau ngumpul lagi walaupun sambil makan, misalnya.

apa yang aneh seterusnya..
mengekspresikan diri sendiri di ranah maya sebagai satu cara memanusiakan manusia dalam diri kita memang baik. Tapi disini pula ia menyimpan ironi kemanusiaan itu sendiri. Karena menunjukkan kurang menariknya manusia disekitar kita, karena begitu terpusatnya kita ke ranah maya. Barangkali karena situasi manusia disekitar kita yang sudah tidak bisa diharapkan. Hopeless. Mungkin itulah yang menjelaskan kita lebih senang memelototi handphone dari pada mengobrol dengan orang disekitar kita saat di ranah publik yang nyata.
***

maka, sepertinya obrol-mengobrol harus dikembalikan. Makna kata-kata secara verbal mesti dikukuhkan kembali dalam interaksi manusia. Minta, ngomel, grundel..tak usahlah harus terus tertulis lagi... milis tak usahlah membahas obrol-mengobrol yang remeh...
Sungguh saya tak bisa membayangkan kelanjutan dari sebuah masyarakat yang terdiri dari anggotanya yang berkomunikasi hanya dengan tulis menulis dan berinteraksi hanya lewat ranah maya!



Tentu saja imaji saya di atas ini nggak cocok diterapkan ke manusia lain.

3 comments:

holmes1412 said...

Iya ya... bener juga....
lebih nyata ketika di Jepang. bener-bener pas dengan keadaan yg sampeyan imajinasikan.

mbah jiwo said...

ternyata ente kesepian sudah lama ya...kasihan juga ya...

Bambang Trismawan said...

holmes< wah... di jepang emang seperti apa, Mas? bukankah orang-orang Jepang juga sangat individualis...??


jiwo< kata orang, kesepian itu cool. sexy, mungkin demikian bahasa posmonya..

kesepiankah saya?? yang jelas bukan tadi malam...