28 March 2009

Nonton Film (lagi)

Baru tiga minggu yang lalu, tepatnya ketika saya masih terjebak dalam tetek bengek persiapan seminar hasil, teman saya berkomentar bahwa betapa banyak waktunya terbuang gara-gara banyak nonton film sehingga skripsinya sering terabaikan. Karena merasa ada teman yang senasib (walau tidak sepenanggungan) saya pun mengomentari, menyemangati dan bersepakat pula: “iya, saya juga sekarang dalam program puasa nonton film dan (saya tambahkan pula dengan) mengurangi keterlibatan saya di ranah maya”.

Itu tiga minggu yang lalu. Yang saya berharap rencana program tersebut akan berjalan minimal sampai sidang akhir.
Tapi seperti pada setiap omong besar, seseorang selalu dipaksa untuk menjilat ludahnya sendiri. Membalik lidahnya sendiri. Tak terkecuali saya. Belum dua hari setelah seminar hasil selesai saya sudah asyik nonton film lagi. Mencoba merayakan lagi kata dalam cetakan atau layar lebar, mendefinisikan diri sendiri lagi lewat cerita orang lain. (Aduh...betapa maya-nya diri sendiri ini sebenarnya).

Dari dulu, saya selalu mencoba mengurangi porsi nonton film bukan karena banyak pekerjaan, tapi karena saya tahu, saya selalu mengumbar waktu berlama-lama, berjam-jam, duduk menonton di depannya. Abis waktu berjam-jam hanya untuk duduk tanpa melakukan apa-apa. Dan karena hal itu juga, terkadang saya selalu muak pada diri sendiri. Merasa bersalah. Melakukan sesuatu berlebihan memang terkadang menjadi resep yang manjur untuk merubah apapun yang tadinya mengasyikkan jadi tidak menyenangkan. Walau kadang rasa bersalah itu tak bertahan lama juga.

Dan akhirnya, saya mengaku kalah lagi pada diri sendiri. Melanggar program yang dibuat sendiri karena sebuah alasan yang tentunya saya buat-buat agar bisa dimaklumi dan terkesan rasional.

Buat apa saya nonton film kembali di tengah program sidang akhir...?
Yah..mungkin untuk kembali mengidentifikasi diri sendiri sebagai bagian dari sebuah lakon besar yang sedang berjalan? Atau ingin menikmati konflik dan dilema kehidupan manusia dan mencoba bercermin darinya? Atau kebutuhan mengapresiasi seni, seperti apapun seni itu di apresiasi? Atau memang benar (jangan-jangan) hanya untuk hiburan semata? Entahlah, yang jelas ada kebutuhan, yang mungkin berbeda-beda pada tiap orang. Dan demi kebutuhan itu pula saya nonton film lagi ditengah persiapan sidang akhir. (yah...lumayan cukup rasionallah alasannya).

Praktis, selama seminggu kemarin saya pun menyisipkan waktu, diberbagai persiapan menghadapi sidang, untuk nonton beberapa film, diantaranya: beat the drum, when did you last see your father, YUI, dirty pretty things, the ant bully, flash of genius, love (ini film korea judul aslinya saya ga tau..tapi cuma gara-gara foldernya saja berjudul love ya saya tulis juga dengan judul yang sama- entarlah saya updet lagi kalau ketemu), DOA, Rescue Dawn, Eagle Eye, Mirror, lion, death race, dan beberapa lagi. Mana yang menarik?? Beat the drum, YUI (soundtracknya keren pula), Love, dan film lama Dirty pretty thing’s.

Dan agar tidak semuanya dikatakan sia-sia, maka saya tulis dikit dari hasil menononton film yang lumyan menarik itu. Dari nonoton film itu pula saya berani bilang sekarang.

Bahwa selalu ada manusia yang akan berusaha dan berjanji untuk berada di sisi manusia lain yang membutuhkan tempat bersandar. Bukan, bukan karena sok kuat, bahkan bukan karena merasa diri mampu memberi tumpangan sandaran yang nyaman. Bukan pula karena ia telah selesai dan beres dengan masalah dirinya sendiri. Tapi semata karena sadar bahwa hidup emang paling pas dijalani dengan saling bersandar satu sama lain, saling melengkapi. Saling menolong. kalau kata Einstein "Only a life lived for others is worth living."

Karena hidup, seperti apapun terjalaninya, tidak bisa dilihat secara ekstreem: banyak problem tapi kita masih bisa selalu betah, sebab hidup tak pernah menjadi proses yang soliter. Banyak kesulitan, namun kita selalu berusaha menyimpan getir dan pahit untuk ditelan sendiri, sebab masih banyak orang menyenangkan di sekitar kita.

Dan di soundtracknya YUI saya temukan lirik ini. Mungkin gak nyambung dengan pokok yang di atas, tapi saya ingin mengutipnya saja.

Tomorrow never knows
It’s happy line

A song in the sun


::saya banyak ngelamun dan mengada-ngada?? Bisa jadi. Dan tak apa-apa toh. Lha wong kata Mas Celathu salah satu pekerjaan pengarang itu ngelamun dan mengada-ngada ko. Nah inilah hasil latihan melamun dan mengada-ngada itu.... he he he::

No comments: