Saat Demokrasi Membubuh Negeri
Sebuah kekecewaan atas matinya nurani
Entah apa yang ada dibenaknya Anis Matta ketika beliau menulis gagasan-gagasannya tentang menikmati Demokrasi. Ketika ia memilih jalan demokrasi sebagai pilihan strategis. Begitu indah emang katayang dirajut. Begitu suci misi yang diemban. Begitu mempesona konsepyang ditawarkan sekaligus begitu luar biasanya hasil yang dicapai.
Namun apakah beliau menyadari bahwa ketika kita menyusuri jalan demokrasi, kita akan menapaki jalan-jalan yang gelap. Kita akanmemasuki lorong-lorong sempit tak berjung. Kita akan memasuki rimbayang tak beraturan. Dan dalam perjalanannya nanti kekalahanlah yangakan sering kita derita. Sayatan-sayatan dihati yang akan bertambah. Kekecewaanlah yang akan sering kita rasakan. Dan entah sampai kapankita akan bertahan "menikmati" rasa kekecewaan. Menikmati kepedihanini.
Kita sangat sudah hapal tentang teori-teori menikmatidemokrasi. Kita begitu yakin dengan cahaya obor menikmati demokrasi yang digenggam tak akan pernah mati saat memasuki belantara poitik. Seyakin jarum kompas yang akan selalu menunjuk kearah utara. BerpikirTak akan pernah tersesat. Namun begitu masuk panggung demokrasi kita ternyata gerogi. Ternyatateori-teori yang dihapal sudah tidak berarti. Saat memasuki pentas kita gagap. Kaget. Ternyata bukan manusia lawan main kita. Saatmemasuki belantara politik kita sadar kita memasuki rimba yang lain. Rimba yang tak berhukum. peta, kompas, obor tak berguna di rimba ini. Langkah-langkah yang kita ingat dalam peta untuk menuju kemenangansudah tak bermakna.
Mungkinkah ada jalan lain meraih kemenagan itu. Apakah harusberdemokrasi untuk berpolitik. Mungkinkah ada jalan lain. Atau emangini satu-satunya cara dan jalan yang harus kita tempuh.Mungkinkah seperti kata Mochtar lubis dalam novelnya Jalan tak AdaUjung: sekali memasuki jalan perjuangan maka kita akan menempuh jalanyang tak ada ujungnya.
Tegaskan!
Bahwa ini jalan itu.
Walaupun jalan ini tak ada ujung
namun begitu jelas akhirnya.
Jum'at 22 Sept.
Di gedung DPRDyang kita berharap
No comments:
Post a Comment