15 November 2006

cordova (theme 2)

Pilihan kedua yang ingin saya utarakan sebenarnya sama saja dengan
ide pertama. Berkaitan dengan budaya urban yang glamour turunan dari
kapitalisme.
Saya tak ingin terlalu banyak berwacana. (langsung saja…)


Pernahkah kita melihat sebuah billboard besar di samping jalan. Atau
papan advertensi yang mencolok mata. Atau apapun itu sebagai bentuk
media komunikasi produsen dengan konsumen?
Lalu ketika melihat hal tersebut pernahkah berpikir kenapa media
produk ini dipasang disini tidak di ujung jalan sana. Kenapa produk
yang lain begitu besar sedangkan yang lain tampak apa adanya?
Kenapa lampu untuk papan advertensi ini lebih terang sedangkan tak
jauh dari sana hanya mengandalkan cahaya bulan?
Tentu saja jawabannya kapital. Semakin besar kapital semakin bagus
dan semakin besar bentuk sebuah komunikasi tersebut. Kapital-lah
yang menegosasikan bentuk ruang dan ukuran. Dan menjelaskan yang
besar (kuat) lah yang menang. Jadi kalau anda menginginkan sebuah
billboard yang memampang produk pecel Madiun sepertinya akan menjadi
sebuah romantisme yang

Sebuah kota yang berkembang dengan jalan-jalan dengan volume
kendaraan meningkat pasti akan menjadi potensi pasar baru.
Pengertian pasar disini bukan lagi tempat bertemunya penjual dan
pembeli untuk melakukan transaksi perrtukaran barang. Tapi lebih
sebagai informasi tersedianya barang ataupun jasa.

Yang menjadi ganjalan saya adalah:
Dimana sebenarnya wilayah-wilayah bentuk promosi tersebut boleh
terpasang.
Bila melihat kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan mungkin
Surabaya (Sukabumi juga…?) maka kita lihat betapa semrawutnya
keberadaan bentuk komunikasi tersebut.
Di jembatan layang, jembatan penyebrangan, pertigaan dan perempatan
jalan berjubel bentuk media seperti itu. Semua dengan gayanya masing-
masing mencoba untuk berteriak. Mulai dari yang `ngejreng' menusuk
perhatian samapai dengan Tak peduli orang memperhatikan atau tidak.
Tak peduli volume mobil yang lewat jalan tersebut.
Sama saja dengan baliho, poster yang berukuran lebih kecil yang
terikat atau terpasang dipohon, di tiang listrik di angkot mereka
pun dengan kekuatannya sama-sama mencoba untuk berteriak. Dan tentu
saja kesemrawutan ini Menghadirkan panorama tambahan yang semakin
sumpek.
Tentu ada alasan bentuk komunikasi tersebut di pasang, dan
tentu saja lagi semua punya kultur untuk menjawab pertanyaan
tersebut. Kultur pengusaha, kultur konsumen, kultur percetakan,
kuture jasa advertisi, pemerintah akan berbeda dalam memaknai gejala
tersebut. Tapi lagi-lagi yang menjadi pertanyaan dimana sebenarnya
ruang untuk media tersebut. Apakah ruang pendidikan sekolah atau
kampuspun bisa menjadi media komunikasi tersebut.
Ataukah ruang-ruang publik (sarana untuk umum) seperti halto (tempat
pemberhentian angkot hhihi..), lapangan olah raga, badan bus kota
(damri) tiang listrik adalah memang wilayahnya.
Satu lagi fenomena yang menarik adalah adanya sebuah sistem
yang baru lahir. Atau munkin masih berupa janin. Dimana bentuk-
bentuk komunikasi iklan sudah memasuki wilayah-wilayah pribadi. Ada
rumah yang full dengan bercat dengan corak merk rokok.. dan yang
lebih hebat lagi, media ini mulai memasuku teritori individu. Yaitu
Ketika konsumen bergeser fungsinya dijadikan pekerja untuk
memasarkan sebuah produk..
Makanya jangan bangga (apalagi sombong…) ketika anda memakai kaos
bertulis billabong dengan hurup besar di dada. Atau t-shirt dengan
bertulis merk tertentu yang mencolok. Jangan gumbira ketika
menenteng dus Mc Donald atau pizza hut. sebenarnya pada saat itulah
Anda sedang menjadi pekerja produk tersebut.

Lagi-lagi kita biasanaya tidak berdaya ketika berhadapan dengan
kapital. yang menciptakan hukumnya sendiri dalam kota. Hukum yang
besar (kuat) adalah yang menang. pemasangan billboard, poster di
sembarang tempat tanpa sebuah perencanaan yang akan menenangkan
mata. Kapan keteraturan pemasangan bentuk media ini, yang akan
menambah keindahan panorama kota,bisa hadir?.
Bagi seorang pecinta keteraturan pasti akan bermasalah
dengan keadaan tersebut dan tak akan tinggal diam. Karena bila
membiarkan hal tersebut berarti membiarkan kota kta menjadi
belantara reklame.

MUDS (Cordova)

Membuat media yang mengesankan bagi semua orang adalah pekerjaan
yang gampang-gampang susah atau sebaliknya susah-susah gampang.
Gampang karena emang bisa dibuat dan di edarkan tapi susah- dalam
hal pembuatan… (sangat subyektif emang! Dan berputar2)

so, Bagaimana dengan cordova?
Cordova; banyak yang terlintas dalam pikiran mengenai majalah
cordova yang akan terbit di bulan ini, baik tema ataupun isi. Atau
apapun itu yang akan terkait dalam pusaran arus cordova.

Yang pertama yang mengusik sosok cordova adalah mengenai kepribadian
atau identitasnya sebagai sebuah majalah. Hal ini menurutku akan
berkaitan dengan siapa sebenarnya target pasar yang akan kita bidik.
Karena ini akan menentukan diterima atau ditolaknya sebuah produk;
kesesuaian antara produsen dengan konsumen menjadi hal yang penting.
Gimana cara memunculkan sebuah kepribadian yang dominan bila
waktu membentuk kepribadian hanya seumur jagung?
Bagaimana cara menentukan sesuai atau tidaknya isi majalah cdv
dengan harapan atau keinginan pembaca Pabila tak ada data yang
mendukung sama sekali?
== dan saya pun sadar bahwa kerang tak akan ber-mutiara sebelum
cukup umurnya. Padi takkan menguning sebelum waktunya. Tapi selalu
saja ada cara untuk `mempercepat padi menguning'.
Sangat sulit emang, tapi ada rumus sederhana untuk menjawab itu
semua. Ada formula untuk memecahkan masalah tersebut. Dan ada
deduksi dari masalah tersebut yang mungkin bisa menyelesaikan
persoalan.
Yaitu untuk mengetahui siapa "kita" adalah dengan menentukan siapa
yang bukan kita (diadaptasi dari sebuah novel… yg lupa judulnya). -
Kita adalah semua objek yang terkena dampak dari arus pusaran
cordova tentu saja dengan berbagai tingkat akibat yang
ditimbulkannya- .
Masih ingat zaman-zamannya reformasi. Dimana semua elemen
mahasiswa dari yang paling kanan notok sampai kiri mentok, dari yang
kanan agak tengah sampai kiri geser tengah, semua menjadi satu
sebagai sebuah kekuatan mahasiswa yang bisa menurunkan sebuah rezim.
Saat itu semua meng-identifikasika n diri bukan dengan
logika ego "ini saya" tapi "itu musuh saya sebenarnya". Maka semua
berteriak dengan teriakannya masing-masing. Dengan ke khas an
suaranya sendiri-sendiri. Namun tetap dalam satu koor. Suara
mahasiswa. Penentang rezim.
Bisa dikatakan saat itu yang menyatukan semua aktifis pergerakan
mahasiswa yang berlainan ideologi adalah adanya musuh bersama:
Sorharto. Yang ada dalam benak hanya bagaimana cara mengakhiri
sebuah kekuatan rezim yang berurat akar dengan pemegang kekuatannya
adalah Soerharto. Itu saja. Sepertinya simple.
Maka dari contoh kasus diatas saya bisa memeras esensial
dari sebuah peristiwa itu, agar bisa dalam waktu singkat bisa
diterima target pasar kita maka kita serang musuh-musuh kita.
Lalu pertanyaan selanjutnya, sekarang ini di zaman yang kran
demokrasi mulai dibuka. siapa sebenarnya yang menjadi musuh kita?
pertanyaan yang sederhana namun membutuhkan jawaban yang pelik. Bagi
KAMMI jawabannya adalah jelas "kedholiman" namun penjelesan dan
turunan kedholiman itu membutuhkan kertas ber rim-rim agar menjadi
sebuah bentuk real dalam keseharian.
"Ah… itu mah gampang saja", mungkin kita akan menjawab kedholiman=
menempatkan sesuatu tudak pada tempatnya. Masalahnya, penjelasan
rinci penempatan itu akan menghabiskan buku yang ber puluh-puluh
jilid dengan ketebalan satu jilid=fatwa2 kontemporer edisi legkap.
(Kebayang ga tuh!)
kita balik lagi kejalan yang benar. Saya tidak ingin memusingkan
Anda dengan argumen2 tidak membangun seperti itu tentunya
.
Seorang teman dalam sebuah acara seminar tentang kelembagaan
mahasiswa (tentu saja teman imajinasi) pernah mengatakan saat ini
disaat para mahasiswa kehilangan taring ke kritisannya. Saat
mahasiswa mulai acuh dengan ketimpangan sosial. Ketika mahasiswa
lebih senang menghabiskan waktunya dengan tidur. Saat mahasiswa
lebih tenang menghabiskan harinya dengan membaca Al-Qur'an di
masjid. Atau lebih sibuk dengan ingin memperlihatkan penampilan
yang "apa adanya". Saat hanya bergelut di ruang praktikum Ataupun
sangat sibuk dengan studinya sampai tidak tahu keadaan di luar
dirinya, padahal seperti dalam x-files, "the truth is out there "
(emhh…yang ini masuk g y?) maka saat itulah jiwa mahasiwa sudah
mati.
Kemudian teman ini melanjutkan : saat ini, disaat mahasiswa sudah
terdikotomikan dengan "wilayah-wilayahnya " masing-masing, maka untuk
menyatukan peran-peran mahasiswa ini perlu dibutuhkan lagi sebuah
musuh baru. Musuh yang akan mengikis ke-egoan masing-masing. Musuh
mahasiswa saat ini adalah budaya hedonisme. Budaya konsumtif. Dan
segala kultur hasil reduksi kapitalisme. Dan kebebasan yang sebebas-
bebasnya. (bagiku ketika bicara kebebasan berarti kita telah
membentengi wilayah teritorial kita. Yang berarti mempersempit
kebebasan tersebut=taak ada kebebasan yang sebebas2nya) .
Kita hantam musuh-musuh kita. Tentu saja dengan martil buatan kita
sendiri.
Apabila sudah mengerti maksud dari tulisan di atas, saya punya
beberapa gagasan mengenai tema yang mungkin akan menjadi pilihan.
………………….
Ganti halaman

11 November 2006

Buku Tetamu

Halaman ini khusus saya buat memang untuk Anda. Siapaun Anda. Darimanapun anda berasal. Bagaimanapun rupa anda. Ganteng atau tidak ganteng (saya tidak bilang jelek lho…) cantik atau kuranng cantik. Silahkan nikmati halaman yang saya dedikasikan khusus buat Anda.
Anda yang dengan segala sadar membuka halaman ini, atau anda yang tidak sadar membukanya. Atau anda yang kesasar membuka halaman ini, silahkan nikmati sajian seadanya.
Yang ingin minu, kopi silahkan buat sendiri kopinya. Kopinya silahkan ambil di samping buku resep di laci kedua dari kiri nomer empat dari bawah lemari yang berkaca riben warna coklat tua.
Yang ingin es jeruk silahkan buat sendiri es jeruknya. Esnya ambil dikulkas. Nutrisarinya ambil di lemari kaca yang ada diujung dekat lemari tempat kopi. Pokoknya anda yang ingin istirahat silahkan istirhat. Yang ingin minum silahkan minum. Yang lapar silahkan makan seadanya…

Bagi Anda yang ingin gaya resmi, tempatnya di ujung sebelah kanan. Bagi yang ingin lesehan silahkanpakai ruangan yang sebelah kanan.

Ojo lali…ulah hilap…don’t forget…
Kalau berkenan silahkan tinggalkan jejak Anda di halaman ini. insya Allah saya akan kembali berkunjung ketempat anda dan kembali meninggalkan jejak. Bagi Anda yang ingin jadi tetangga saya silahkan hubungi dan saya akan link-kan blog anda ditempat saya. Bagi anda yang menjadi tetangga saya, saya akan rutin berkunjung ke blog anda dan meninggalkan jejak secara berkala.