28 May 2009

Karena kita Semua Narsis : dari gunung sampai laut

Suatu kali saya pernah bilang (di shoutbox blog ini juga) narsis itu sebagai pemuas dahaga primordial (baca : primitif) kita manusia.
dan inilah hasil beberapa jepretan yang terekam dari kamera teman saya. mau disebut narsis ga lapo-lapo...
ingat : NARSIS not CRIME. hehehe...


namannya juga di gunung, udaranya dingin banget. *brr..brrr... menggigil kelaperan. eh, menggigil kedinginan maksudnya*
so, pagi-pagi banget udah laperrr... ajah. siap-siap sarapan lah kita


dingin tak mengapa...yang penting gayaaa.... hehehe...


jalan capek... naek mobil ajah ah.... (padahal baru jalan lima menit tuh hehehe..)



gaya...terus... (guayaaa never die)



siap-siap ke Sempu... bismillah...



udah nyampe Sendang Biru nih... istirahat bentar... eh, gaya dulu sebentar...hehehe



kalao ini di Sempu nya nih...
sorry..bro! yang di atas yang juara..hahaha...



hidangan terakhir... ikan goreng bumbu pasir empat ikan dimakan bertujuh. cukupkah?? alhamdulilaah cukup. masih laperr kah...?? yah..masih lah...

26 May 2009

Solilokui calon sarjana : Masih belum ketemu juga jawabannya.

Rabu tanggal 27 Mei saya dijadwalkan untuk mengikuti yudisium. Sebuah ritus pengukuhan gelar kesarjanaan dalam kultur akademik. dimana para mahasiswa yang sudah belajar bertahun-tahun dianggap sudah mendapatkan semua ilmu dari bidang yang dipelajari (atau paling tidak, sudah menyelesaikan semua tahapan proses akademik) dan makanya dianggap sudah layak dalam memperoleh gelar kesarjanaannya. bak seorang pendekar yang berlatih di satu padepokan di puncak gunung, yang biasa kita lihat dalam film-film silat, dengan yudisium, maka para pendekar dinyatakan sudah cukup bekal mereka untuk turun gunung dan menyebarluaskan ilmu yang didapatnya (atau juga untuk berbalas dendam. :-) ).

Sudah lama memang saya mempersiapkan diri dan menunggu untuk dapat sampai ke momen ini. Teramat lama bahkan. Namun justru mendekati hari H, mendekati hampir ujung puncak tertinggi akademik yang saya lalui ini, yang terbersit adalah pertanyaan-pertanyaan dalam benak yang sudah lama mengendap. Bagaimana saya bisa menggunakan semua pengetahuan yang didapat selama perjalanan akademik ini? Setelah semua perjalanan akademik yang dilalui dan pengetahuan yang didapat, lalu apa?

”Lalu apa?”
Sebuah pertanyaan yang terkadang bikin hati kelu dan hilang selera; namun toh bisa pula dirasakan sebagai pemacu: bikin diri greget dan ingin bergegas tak sabar mempersiapkan langkah ke depan.

Dan semuanya terjadi di saat menginjak dua puluh sekian. Sebuah rentang usia di mana seseorang (baca:saya) masih belajar mengenal diri sendiri. Siapa bambang ini? Apa kesukaannya? Sudah belajarkah dari jatuh bangunnya selama hidup? Sudah sampai mana perjalanan hidupnya? Apa yang akan ia kerjakan di hari depan? Masih pertanyaan yang sama dengan beberapa tahun yang lalu.
Dua puluh sekian. Ternyata masih banyak yang belum ku mengerti disekelilingku. Tentang manusia, alam, hati, nafsu, cinta, pengorbanan, Tuhan. Begitu banyak pertanyaan yang harus diajukan. Begitu banyak jawaban yang mesti dicari. Tak selalu menarik. Malah sering terasa bodoh.

***
“Welocome to the junggle” begitu ucapan selamat seorang teman ketika mengetahui saya akan lulus.. Saya kira maksud teman saya dengan bilang “welcome to the junggle” itu mahasiswa itu tinggal di istana. Saya keliru.
“Mahasiswa itu kaum borjuis yang tanggung” lanjutnya.
Huh?
Aku cuma ketawa. “Borjuis yang tanggung?? “
Yaa..Mungkin. saja.

Bahwa bila didepanku adalah hutan, benar-benar saya tak punya banyak petunjuk dan tak banyak rambu terlihat untuk melewati semua rintangan dalam hutan tersebut. Harus banyak tanya bila tak ingin tersesat. (Sedangkan ... pendidikan kita menuntut mahasiswa nya untuk sigap menjawab pertanyaan. Tapi kita nggak banyak dilatih untuk bertanya.
Bukankah dengan bertanya justru jawaban tercari dan tertemukan?
Bukankah saintis itu tak lebih dari mereka yang tak pernah berhenti bertanya?)
****
Kembali ke pertanyaan-pertanyaan di atas.
Sekarang, dalam rangka mencari jawaban dari pertanyaan yang aku kemukakan sendiri saya harus meninggalkan status mahasiswa. Tak bisa lagi bersenang-senang dengan tangungan orang tua. Harus mulai berdiri sendiri. Berkeringat dingin karena merasa belum mampu.

Dan tentang Masa depan? Masa depan saya pikir seperti istana di balik hutan sana. Tak terlihat memang dari sini, tapi ia menunggu pasti di balik hutan sana. Bagaimana melewati hutannya? Sekali lagi, tak banyak petunjuk dan tak banyak rambu yang aku punya. Tapi itulah yang disebut petualangan. Bergulat pada momen pencarian. Bukan pada hasil akhir. Karena bila kita kwatir dengan hasil akhir akan begitu banyak hal yang terlewatkan dalam perjalanan hidup. Jadi, nikmati saja yang ada. Syukuri saja yang terjalani. OK, berpikir matang adalah hal baik. Namun berpikir matang dan menimbang-nimbang bukan berarti mengurung diri dalam tempurung kepengecutan karena tak pernah berani mencoba hal baru.

”Saat ini adalah bukan waktunya bercerita tapi untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya bahan cerita”. Begitu kata satu teman saya lagi. Saya setuju.

Hidup memang bisa jadi menakutkan jika kita melulu berkonsentrasi pada ketakmengertian akan apa yang menunggu di depan. Namun bukankah kejutan-kejutan adalah bumbu tersedap dalam hidup??
Sekarang cukuplah meneguhkan hati untuk menyambut apapun yang menanti di depan, dan mencoba mengambil sisi ringan hidup. Menikmati yang terjalani. Dan mensyukuri yang ada.
Nggak selalu berhasil, memang. Tapi setidaknya saya belajar...


::namanya juga bersolilokui dengan diri sendiri jadi maaf-maaf kalau tulisannya terasa kacau::

===================================up to date=================
selasa, 26 Mei 2009 11.30 WIB
dapat berita ga bisa yudisium besok karena belum lengkap persyaratannya.
you see..!?
.
Kejutan?? senangkah saya??
boro-boro!

20 May 2009

2 jam setelah ujian sidang

Jelas, tulisan di bawah ini bukan untuk blog. tapi berhubung selama sebulan kemarin ga sempet posting apa-apa selain puisi-puisi yang gak jelas (Lha wong itu puisi munculnya pas di tengah aktivitas belajar sama garap revisian ko), maka tulisan di bawah ini saya postingkan juga. Rekaman orsinalitas ekspresi dari beberapa jam setelah ujian sidang.


Jum'at 15 Mei 2009. 12.45 wib
Piuufffhhh.....
FINALLY I DID IT.
::dari sejak pagi, hari masih cerah, udaranya seger banget, mungkin karena beberapa hari yang lalu udah hujan kali yak? (kan ga mungkin kalau ngomong hari ini cerah gara-gara hari ini ada ujian sidang...Takabur banget yak?). Dan setelah dua kali Jum’at di rebus dengan pertanyaan-pertanyaan dan di panggang tatapan mata dan kritik para penguji, akhirnya bisa selesai juga. Setelah satu bulan berkutat dan bolak-balik dengan revisian, akhirnya usai juga. Setelah selesai sidang, sebenarnya masih disuruh revisian, tapi revisian sekarang, kalau diibaratkan jemari, tak lebih seperti kuku yang kepanjangan, tinggal dirapikan saja sedikit. “Krek-krek” selesai!. Gampang tenan!! Kemarin malam sebenarnya udah janjian nonton sama temen. Tapi kayaknya gak jadi ah... Apa!? Jameela dan sang Presidennya nya belum keluar juga. masa mau nonton BCB sama janda kembang. (padahal aslinya masih belum punya duitnya..hahahha..) Ah..., mendingan persiapin perbekalan sama Cemet tuk ke Sempu besok). Sekarang?? aduh...ngapain yah sekarang?? Tidur? Ngopi? Ngeblog? Baca? (ga mungkin lah kalau baca soalnya ga ada buku baru) Sewa film?? Aaaah....terserahlah. mau apa ajah terserah..!! mau ngapain ajah boleh...!!! yang penting udah plong!! Sing penting wes plong saiki...!!! hahahaha.... Yaaabedabeduuu!!
::

(hasil jepretan dari sSempu dan Coban rondo bisa liat di sini. Tapi kalau belum ada paling entar-entaraan baru bisa dilihat)

18 May 2009

Bunga pagi hari




fajar pecah dan remahnya taburi pagi
selamat datang, bisik bunga pada matahari
kepada harapan mereka tlah ikatkan ikrar, tuk lalui hari,
berbagi janji nikmati mimpi.


Malang, 15 Mei 2009
1,5 jam sebelum sidang akhir (lagi)

12 May 2009

catatan 24

sengaja namamu tak pernah kusimpan dalam kantong baju atau dompet atau bahkan ponsel sekalipun agar nanti ketika kau lanjut usia dimana satu persatu anakmu meninggalkanmu yang akan membuatmu merasa kesepian dan hari-harimu terasa amat menyiksa sampai terkadang kau bingung harus melakukan apa, sedangkan sofa dan tempat tidur hanya menambah kehampaanmu menjadi seorang yang gelisah, dan kau mulai lupa dan ragu siapa sesungguhnya bayangan yang kau lihat di balik cermin sebab hanya samar-samar yang kau ingat tentang hidupnya, saat itulah kau terkejut dan menyesal sebab kau kenali kembali dirimu lewat namamu dan sebagian kisah hidupmu (juga mimpimu) yang masih tertulis rapi di dalam dadaku yang tak lagi berdetak.

Malang, 12 Mei 2009

07 May 2009

Genap dua minggu

Genap dua minggu aku keluar dari ruang ujian dua, tempat di mana aku mempertahankan skripsiku di hadapan sidang penguji. Tentang jalannya sidang sendiri tak banyak yang aku ingat.

Tak semua pertanyaan bisa terjawab dengan sempurna.. Satu dua pertanyaan terjawab dengan impropisasi. Bukan improsisasi yang layak di banggakan tentunya, lebih kepada shoot in the dark. Beberapa berdebatan sampai akhirnya di menit-menit terakhir terperosok aku pada satu pertanyaan. Jawabannya ada di laptopku sebenarnya, bukan laptop teman yang aku pakai saat itu. Tak bisa aku jelaskan. tak kusiapkan. Tak kusangka pertanyaannya akan sampai ke sana.

Kulihat di ujung kursi sana satu penguji menguap lebar, bibirnya sinisnya terangkat sebelah. Dari awal kulihat memang ia tak pernah menunjukkan emphati. Kudengar samar-samar komentar yang sudah tak kutangkap dengan jelas. Mungkin cemooh. Semua penjelasan yang aku persiapkan tak lagi bisa aku bukarentangkan dengan baik. Panik. Dan benar-benar panik.
Sampai sidang berakhir kesadaranku masih belum penuh. kemungkinan mengulang ujian lagi. Hanya itu yang aku ingat.
Tolol.

***

Selama dua minggu itu pula aku mencari pendekatan terbaik dari apa yang aku alami. Hasil itu sebanding dengan pengorbanan, begitu satu teori yang aku dengar.
Bahwa apa yang kita alami saat ini adalah apa yang dulu kita tanam. Bisa ujian, cobaan, atau bahkan hukuman, itu teori yang lain. “kita tau ko bahwa di ujung hati teralam sesuatu itu ujian apa hukuman” begitu kata seorang teman. Menyindir mungkin, dengan apa yang aku alami saat awal kuliah dulu. Nurani sebenarnya dengan mudah bisa menerima. Tapi benak yang keras kepala masih berpikir.

Benakku ingin teriak. berdebat. Tapi nurani berkata lain.
Paling gampang mencari kambing hitam memang..

Aku kecewa. Manusia kecewa. Karena kita memang bukan di surga.

Tapi seperti harapan, kecewa juga lahir dari rongga yang bisa menelannya kembali. Mungkin rongga itu bernama syukur yang luas tapi tak selalu jelas, Begitu kata Goen.
Yah...hari ini untuk dinikmati dan dijalani.
Entah apa yang ada di esok hari. Kita lihat saja nanti.

Thanks God. Untuk satu episode akadmeik yang telah terlewati.
__-____-__
Makanya Lek, kelakuan, mulut, ituh di jaga...

05 May 2009

Sepenggal sesal



Sepenggal sesal
yang aku kunyah
tak bisa aku telan
tak juga bisa aku muntahkan.

Tak ada rasa
Tak ada makna
Hanya hampa
Yang terserap dalam dada

Hingga mata yang kini
menatap di balik cermin
sudah tak lagi aku kenali
(siapa yang telah pergi?)

Oh, Tuhanku
Aku menghilang dari diriku.


Malang, 2 Mei 2009