03 October 2008

buat Suaidi

Postingan ini sebenarnya tak bertanggal hari ini. Tapi karena seminggu kemarin disibukkan dengan persiapan mudik dan mudik serta harus kerja extra, jadi seminggu kemarin bener-bener gak sempet posting apapun. Maka terposting-lah hari ini.

Hari ini sobatku ulang tahun. Suaidi Bakhtiar, 24 Tahun sekarang. Pertama kali mengenalnya sekitar tahun 2005-an. Kami cukup dekat karena kami pernah tinggal bareng satu kontrakan, Jl Gajayana no 577 b, di belakang Sardo..pernah ngerjain ini itu bareng-bareng...pernah cerita tentang petualangan bersama...

Kalem. lumayan tinggi dan besar. Lahir di Banyuwangi. Pemeluk teguh. Aktor mumpuni. Humoris. Orator ulung. Cerdas dan cermat. Pecinta buku, yang koleksi bukunya bertumpuk di lemarinya. Cita-citanya ingin punya ponpes (kalau ga berubah).

Bisa diajak bicara tentang banyak hal. Hampir semuanya... dari Agama ke sejarah ke pendidikan ke buku ke kuliner ke internet ke blog ke musik ke teater ke budaya ke kebudayaan ke film ke Indonesia ke keIndonesiaan ke perang ke manusia ke kemanusiaan ke berenang ke organisasi ke mimpi ke puisi ke cinta ke mana-mana lah... Siap dengerin unek-unek yang ga berujung. Dialah salah satu teman yang paling asyik kalau diajak diskusi, terbuka akan pendapat yang segimanapun berbedanya. Sabar dan pinter mainin ‘kartu’ nya dalam adu pendapat, tapi tetep ga kekeh dan nggak ada pretensi untuk merasa paling bener dan paling tahu apalagi sampai memonopoli kebenaran.
Tak menggurui saat memberikan arahan.

Walau kami sama-sama pecinta buku dan seni tapi kami memiliki ketertarikan dan minat yang berbeda di dua hal tersebut. Ia suka buku agama sedang saya seneng banget sama novel dan sastra. Ia suka teater dan entreupneeur saya lebih seneng (belajar) menulis dan sepak bola. Makanya, ketika saya bangga2nya karena telah hatamin buku Musashi dan Taiko-nya Eiji Yosikawa yang setebel bantal, Ia sama sekali tak terkesan. Ia lebih menghargai buku yang (walaupun tipis namun) dapat mendekatkan pembacanya kepada Allah.
Namun pada akhirnya ada juga buku yang sama-sama kami senangi : buku-bukunya Anis Matta. Tema-tema tulisan di buku-bukunya (PM A21, MPI, DGKN, Mendem, Serial Cintanya yang waktu itu masih digarap di Majalah tarbawi), sering menjadi topik pembicaraan kami di sepanjang hari bahkan mungkin terbawa disepanjang minggu. Mungkin karena kesukaan itu pula telah merubah langgam kami bicara, kerangka kami berpikir dan mungkin tercetak dalam bagaimana cara kami menulis. Entahlah.

Salah satu yang teringat lekat dalam benak tentang Mas yang satu ini adalah gaya kepememimpinannya. Salah satu gaya khas-nya memimpin teingat jika kami di komisariat UB berada dalam situasi genting dengan masalah bejibun tak tertangani.
Ia nggak banyak menyerahkan persoalan ke floor. Sebaliknya, ia datang dengan solusi jadi, dan solusi jadi itulah yang kemudian di floor kan dengan argumen sekeras baja. Bukan karena logika argumennya, tapi lebih pada cara mengemukakan argumennya itu. Seperti adigium : the medium is the message. Jadi kalau mediumnya rigid, ya orang kemudian menangkap message argumennya sebagai sesuatu yang rigid.
Beda banget sama saya. Saya ini sok-sok an demokratis dan egaliter. Biasa memulai sesuatu dari masalah. Me-list masalah, lalu, siapa yang punya solusi silahkan bicara, pengennya kelihatan demokratis gitu. Meski kalau dipikir-pikir lagi, goblok juga ngelempar masalah ke orang-orang yang tiap harinya diajar mengunyah masalah. Seperti ngelempar irisan daging ke kawanan srigala... pada berebut daging yang cuma sekerat. Ribut, riuh bukan main. Cakar sana gigit sini. Injak sana dorong sini. Daging hancur terbagi banyak. Tak ada yang benar puas.. Malah tersisa goresan-goresan luka terkena cakar dan taring. Bodoh.

Tapi, dari semua itu, yang bikin lebih kami deket satu sama lain –yang ga tahu kenapa- adalah kami terbuka satu sama lain. Nggak ada perasaan yang di kubur saat ngomong dengannya. Kalau ada sesuatu yang aku nggak suka dengan apa yang ia perbuat atau lakuin, aku akan ngomong. Di depan nya langsung, juga sebaliknya (semoga..).
Keterbukaan ini yang mungkin bikin kami deket. Dan dari semua itu, yang pasti, dari beliau ini saya belajar tentang sahabat. Bahwa menjadi seorang sahabat bukan cuma mengusahakan kenyamanan semata, namun juga saling mengingatkan akan panggilan Yang Maha .. biarpun itu mungkin berarti membawa sang sahabat ke situasi yang tak menyenangkan.

Mungkin lebih. Mungkin saya menginginkan lebih. Atau mungkin tidak sama sekali.
Selebihnya tak aku sampaikan.
Mungkin malah ada baiknya beberapa hal-hal tak terkatakan.

Ya...Hari ini ia ulang tahun, walau masih sama-sama di Malang, kami sudah jarang bertatap muka..
Tak ada yang bisa saya berikan di hari ulang tahunnya. Hanya do’a : semoga Allah terus merestui dan memudahkan setiap langkahnya. Selamanya.


Semoga terang pengertian dan pemahaman yang dari-Nya saja yang menjadi lentera kita membangun satu dua persahabatan dalam hidup yang sebentar ini.

Anda ingin lebih kenal beliau, saya saranin untuk langsung saja kunjungi blognya, di jamin deh ga rugi. Kalau pas kesana ditanya. Bilang saja disuruh Bambang tris gituhhh...


Karena momennya juga pas.
Saya ucapin juga :
Minal Aidin wal fa izin.
Taqobbalallahu minna wa minkum. Taqobbalyaa kariim.

Buat semuanya yang sering ngunjungin, iseng atau nyasar ke Blog ini.

No comments: