23 September 2008

suatu saat...

Suatu saat tiba aku di suatu momen. Ketika langkah kaki melenggang. Kepala mendongak. Saat berdiri tegak di bukit hidup dan menatap remeh lembah-lembah takdir. Menyombongkan diri. Seakan nasib berada di genggaman tangan. Seakan segala penjuru angin terkuasai. Berasyik masyuk dengan segala air, dan bermain dengan segala angin.

Sampai suatu kali. Akhirnya terhempas aku ke karang terjal. Tersungkur. Patah. Robek. Putus. Menemukan diri ternyata tak lebih berdaya daripada buih diamuk badai. Berkumpul untuk kembali hancur. Dan kembali hancur.
Melihat segala pedih dosa dan akhirnya menyeret diri kembali ke altar pengampunan.
Menangis lemah dihadapNya. Sadari betapa manusia dalam diriku tak lebih dari seorang pengecut. Pendosa. Yang kembali tersungkur di kaki-Nya, memohon ampunan-Nya, saat diri sudah terantuk batu cadas. tak berbentuk.

Selalu. Selalu. Dan selalu. Dan selalu begitu.
aku menghampiriNya saat diri telah remuk. Tinggal sisa.
Namun tak bosan Ia mengampuni. Memaafkan kembali hambaNya.
Ia beri kembali aku bentuk. Kesadaran. Penglihatan. Ia kuatkan kembali kakiku. Ia kumpulkan aku.. beri cahaya. Segarkan aku kembali. Sampai aku bisa berjalan dan siap khianati Ia lagi....

Maka akupun berjalan lagi dengan kepala lebih mendongak. Lebih sombong.
Sampai kembali terhempas aku lebih keras. Lebih sakit. Lebih patah. Lebih hancur..

Ah, betapa bodoh...
betapa bodoh.


Ya Allah berkati aku.
Di setiap titik dalam belajar menjadi diri sendiri.

No comments: