19 June 2011

Teguran Mahfud MD

Teguran Ketua MK Mahfud MD kepada Presiden SBY karena menggunakan bahasa Inggris saat berpidato, seharusnya juga menjadi teguran untuk kita semua. Seperti diketahui sebelumnya, Preseiden SBY ditegur Mahfud MD karena berpidato dalam bahasa Inggris saat membuka konferensi tingkat menteri (KTM) ke-16 Gerakan Non Blok (GNB) di Bali, bulan lalu.

Meski yang disebut melanggar UU, yang bila melanggar tak ada sanksinya itu, hanya ditujukan kepada presiden dan pejabat pemerintahan. Namun saya kira teguran dari Mahfud MD merupakan himbauan kepada siapapun untuk menghidupkan bahasa Indonesia. Untuk selalu menjungjung bahasa persatuan. Termasuk media di dalamnya.

Karena rasa-rasanya kurang adil jika kita hanya mengritik presiden, sementara media yang juga turut serta dalam mengampanyekan cara berbahasa campur aduk, luput dari perhatian.

Soalnya pasti ada alasan di balik kenapa Presiden SBY kadang mencampuradukkan bahasa Indonesia dengan Bahasa Inggris dalam beberapa pidatonya itu? Bisa jadi presiden terpengaruh oleh media atau ikut tren dari masyarakatnya.

Entah karena beliau sering menonton Metro TV? Seperti yang kita tahu, stasiun TV ini sering membuat judul acaranya dengan bahasa Inggris, walalupun isi acaranya, yah menggunakan bahasa Indonesia. Ataukah presiden terpengaruh artis Cinta Laura, ataukah karena presiden sering menonton sinetron?

Alasan Presiden mencampur adukkan masih tanda tanya. Karena belum ada surat kabar yang memberitakan alasanya. Hanya yang bukan tanda tanya adalah pola kapan presiden menyisipkan bahasa Inggris dalam pidatonya, kapan tidak.

Presiden biasanya menyisipkan bahasa Inggris saat sedang berpidato di hadapan orang-orang pintar. Sementara saat mengungkapkan curahan hatinya, ketababahan dirinya menghadapi ratusan fitnah, misalnya, presiden lancar berbahasa Indonesia.

Bagi saya, apa yang dilakukan SBY hanya semakin mempekuat kepercayaan saya pada ungkapan bahwa pemimpin itu produk dari masyarakatnya.

Salahkah Menyelipkan Bahasa Inggris?

Pertanyaan pentingnya, jika yang diwajibkan UU untuk menggunakan bahasa Indonesia itu adalah pejabat dan presiden, lalu apakah salah jika masyarakat biasa menyisip-nyisipkan bahasa Inggris dalam sebuah percakapan atau tulisan?

Dari apa yang saya simak saat membaca rubrik-rubrik bahasa yang ada di surat kabar, para pemerhati bahasa ini selalu menyarankan agar kita semampunya menggunakan bahasa Indonesia. Selama kita menemukan padanan kata dalam bahasa Indonesia, kita selalu dihimbau agar sebisa mungkin menggunakan kata tersebut dalam bahasa Indonesia dari pada bahasa Inggris.

Misalnya menggunakan kata “unduh” untuk “download” atau “unggah” untuk “upload”, meskipun “unduh” dan “unggah” kurang populer.

Lalu untuk merespon teguran Mahfud MD itu, perlukah Kompasiana, misalnya, mengganti rubrik “lifestyle” menjadi “gaya hidup”? Pasalnya, dalam English Oxford Dictionary online dan Kamus Besar Bahasa Indonesia online kedua kata tersebut mepunyai arti yang sama.

Sementara terhadap kata dalam bahasa Inggris yang belum ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia, kita diberi kelonggaran untuk menyisipkan kata tersebut dalam bentuk bahasa Inggris.

Kenapa begitu? saya kira karena ada kata dalam bahasa Inggris yang belum ada padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Misalnya, saya masih kesulitan menemukan padanan kata “single”. Misalnya dalam kalimat, penyanyi A rencananya akan meluncurkan single keduanya dan album ketiganya, di hotel C.

Bahasa Inggris begitu kaya lemanya karena banyak menyerap frasa dalam bahasa lain. Sehingga sebagian orang, selain karena gengsi, lebih menggunakan bahasa Inggris karena leih ekspresif.

Banyak contoh kata dalam bahasa Inggris yang masih belum memiliki padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Untuk itu maka tugas para ahli bahasa untuk segera menyerap dan membakukannya ke dalam bahsa Indonesia. Jjika tidak ada gebrakan dari pengelola bahasa, saya kira kita akan semakin sering menemukan Cinta Laura dalam percakapan sesehari.

Salam Cinta.

No comments: