12 August 2010

Interview With Keong Racun

Wawancara dengan pejabat dinegeri ini sungguh merepotkan. Sebab yang dibicarakan adalah ideologi politik yang seakan-akan maha penting. Padahal, omongan mereka sungguh tidak menggerakkan negeri ini ke tempat yang lebih baik sedikitpun. Bagaimana mau lebih baik jika kata-kata yang keluar dari mulutnya sampah semua. Kebohongan melulu.

Jadi, bisakah wartawan menjadi jujur padahal sumber beritanya jelas-jelas ngibul?

Tentu susah. Maka dituliskanlah kebohongan tadi dengan dipotong sana-sini. Dimodif bahasanya yang carut marut. Diperbaiki lalu dipoles hingga terbaca sebagai sesuatu yang penting. Karena sungguh, jika tidak diperbaiki di sana-sini, pasti dengan mudah pembaca mengenali tulisan omongan tersebut sebagai sampah.

Setelah laik baca, maka kebohongan dicetak dan simsalabim sampailah kebohongan tadi di meja anda. Lalu Anda membacanya dengan semangat seakan membaca sesuatu yang penting. (siapa yang menyedihkan sebenarnya? hehe)

Ah, Sungguh melelahkan.. membosankan wawancara seperti itu.

Untunglah saya mempunyai hari libur. Hari yang bisa digunakan untuk otak saya berpikir tentang kejujuran. Berjalan-berkeliling untuk bertemu dengan senja yang tak pernah mungkin berbohong.

Sampai suatu hari, dihari libur, tak sengaja saya bertemu dengan Keong Racun. Anda pasti sudah kenalhewan ini. Hewan yang namanya mendadak terkenal seantaro jagad karena jadi judul sebuh lagu.

Setelah meminta izin untuk wawancara, tanpa basa-basi saya berondong si Keong Racun dengan pertanyaan-pertanyaan.Saya senang wawancara dengan si Keong Racun, karena saya tahu jawabannya bukan sampah.Si Keong Racun tak punya otak. Tak mungkin ia berbohong.

Berikut kutipan wawancaradengan Keong Racun:

"Bung Keong Racun, bagaimana kabarnya sekarang?"
"Iya.. baik-baik saja. Meski gak sebaik dulu."
"Lho..memang keadaannya sekarang seperti apa?"
"Sekarang sungguh repot. Menjadi terkenal sungguh gak nyaman."

"Maksudnya?"

"Sekarang hidup tidak tenang. Karena banyak yang nyari. Denger-denger katanya mau untuk dijadiin menu makanan baru di restoran Cina dan Jepang. Belum lagi yang nyari-nyari karena mau balas dendam."


"Dijadiin makanan?"

"Iya. Kami sekarang diburu di mana-mana. Yang di laut, lautnya dikeringin. Yang sembunyi di sungai, sungainya dikuras. Yang hidup di hutan. Hutannya digunduli. Sekarang populasi kami tinggal beberapa ratus ribu lagi."

"Kalau yang mau balas dendam karena apa?"

"Iya.. Manusia-manusia yang ada di lirik lagu keong racun itu, denger-denger mereka terhina dan tak terima karena disamain dengan kaum keong racun. Padahal yang sungguh terhina itu saya, kaum keong racun. Masa disamain sama manusia bejat. Masa dijadikan istilah lelaki gituan."

"Apakah Bung Keong Racun kecewa?"

"Kecewa sih iya. Ko ya..bisa disamain sama gituan. Kalau yang baik-baik saya pasti senang. Saya kok heran. Manusia itu kok bisa-bisanya nyari kambing hitam."

"Lalu kalau merasa jadikambing hitam, apa tindakan Bung KeongRacun?"

"Yaa.. gimana lagi. Mau demo kan gak gak mungkin. Mau lapor ke Komnas HAM juga gak mungkin. Mau nuntut karena pencemaran nama baik, pasti diketawain. Yah.. sudah. Kami nerimo ae. Terima saja. Pasrah. barangkali saja ini sudah kehendaknya gusti. Padahal meski kami gak berotak kami kan masih sama-sama ciptaanTuhan."

"Anda kok baik Bung Keong Racun?"

"Yaaa.. mungkin karena cita-cita saya dulu pengen jadi wartawan."

No comments: