23 October 2012

Nasihat Bagi Yang Mau Menikah




Bagi yang masih ragu untuk menikah, ada baiknya mendengarkan nasihat Bu Geni. Bu Geni adalah seorang juru rias pengantin dalam cerpen Bu Geni di Bulan Desember karya Arswendo Atmowiloto. Beliau adalah seorang juru rias handal yang hasil riasannya bisa manglingi. Manglingi artinya tak dikenali lagi karena lebih cantik dari aslinya.

“Untuk melangkah ke pelaminan,” Nasehat Bu Geni, “yang diperlukan hanya sedikit keberanian, dan banyak kebodohan, itulah modal kawin. Untuk bercerai, diperlukan banyak keberanian dan sedikit kebodohan.” Begitu Bu Geni.  

Nasihat tersebut mengingatkan saya pada keputusan Charles Darwin sebelum akhirnya menikah. Sebelum mantap ke pelaminan, Darwin menyusun daftar dua kolom dengan judul yang isinya alasan "menikah" dan "tidak menikah".

Kelakuan tersebut tak aneh jika mengetahui sifat Darwin yang dikenal sebagai seorang pemikir dan –sudah bukan rahasia- seorang yang sering menunda-nunda sesuatu.
Bukunya yang terkenal On the origin of Species by Means of Natural Selection atau Asal-usul Spesies mungkin tak pernah diterbitkan jika naturalis jenius yang tengah bermukim di Nusantara, Alfred Russel Wallace, terus mendorong Darwin segera menerbitkan bukunya itu.

Dalam kasus Darwin, sebelum memutuskan menikah, ia mengisi daftar kolom pro pernikahan dengan “pendamping tetap dan teman pada usia tua” .. “betapapun lebih baik dari seekor anjing,” tulisnya.

Sementara daftar di antara yang kontra adalah "lebih sedikit uang untuk buku" dan "hilangnya waktu yang sangat menyedihkan." Setelah berpikir lama, pertimbangan pro akhirnya menang. Dan menikahlah Darwin.

Menganggap perkawinan sebagai sesuatu yang menakutkan memang sesuatu yang wajar. Bagi Darwin pernikahan berarti mengurangi keluangan waktunya untuk dirinya.Bu Geni bahkan bilang penemuan manusia yang paling membelenggu dan menakutkan adalah perkawinan. :D

Menurut Bu Geni, tak heran jika ketakutan terwujud pada perkawinan. Takut terlalu bahagia, terlalu bebas, terlalu nikmat, makanya kita mengikatkan diri pada perkawinan yang banyak mengatur tanggung jawab, mengatur kewajiban. Termasuk memberi nafkah, membesarkan anak-anak.
“Aneh saja, tapi pada dasarnya kita takut dengan kebahagiaan diri kita sendiri, dan membatasi dengan adanya kuasa Tuhan.” Demikian Bu Geni.

--
Nah, malam-malam begini saya kok ngomongin pernikahan.  Mau menikahkah saya?
Lha, siapa juga yang gak mau..  :P

No comments: