23 February 2011

Bung Nurdin, kapan kiranya kau mati?




Jika diberi kesempatan bertemu dengan Bung Nurdin, saya cuma ingin ngomong: Udahlah Bung Nurdin, anda sebenarnya sudah gak layak jadi ketua PSSI.

Tapi tampaknya, omonganku tak mungkin didengarkan oleh Bung Nurdin. Ada begitu banyak orang yang rasanya lebih ahli dari saya, dan lebih punya kuasa dari saya, tapi akhirnya nasibnya sama di depan Bung Nurdin: dianggap angin lalu. Apalagi hanya skedar omongan saya.

Apalagi sekarang. tentunya hari-hari ini Bung Nurdin jauh lebih sibuk dibanding hari-hari sebelumya. Bung Nurdin pasti lagi memutar otak, menyusun rencana, dan mengatur strategi agar PSSI tetap di bawah pantatnya. Dan tentu, menjaga agar para pengurus PSSI di Pemrov itu, terus menjilati kakinya. Bisa saya bayangkan, pasti sibuk sekali.

Bung Nurdin, saya bukan fanatik. Saya adalah satu dari sekian banyak orang Indonesia yang berharap dan bermimpi timnas bisa bicara banyak di pentas dunia. Saya cuma ingin lihat timnas bertanding dengan sekuat tenaga dan seluruh kemampuan melawan Prancis atau Brazil di final piala dunia.

Saya cuma pemimpi yang ingin mendengarkan lagu Indonesia Raya dinyanyikan di laga-laga dunia. Melihat para suporter dengan bangga mengibarkan bendera mini, berdiri khidmat sambil bersenandung lirih menyanyikan lagu Indonesia Raya namun menggema diseluruh stadion. Di seluruh dunia.

Bermimpi para pemain timnas barbaris tegap saat bertanding di kancah Internasional dengan kaos garudanya, tangan kanan mereka bersidekap di dada. Mereka tak minder, karena percaya ada suporter yang menemani perjuangannya. Sadar ada tugas dan harapan dari seluruh orang di Indonesia yang di letakkan di pundak mereka.
Ah...betapa mengharukan dan membahagiakannya.

Namun, dengan harapan dan impian setinggi itu betapa kecewa dan menyedihkannya sepak bola tanah air sekarang ini. Betapa prestasi timnas kita terpuruk bahkan ditingkatan Asia. kompetisi kita carut marut dan penuh konflik, penjaringan dan pembinaan pemain kita payah. Hal tersebut diperparah dengan para pengurus PSSI yang menginginkan jabatan ketua sebagai jabatan seumur hidup. Makin mengenaskan dengan Bung Nurdin tetap keukeuh pengen jadi Ketua PSSI.

Ah...betapa mengecewakan dan menyedihkannya.

Padahal pada titimangsa kemaren, di ajang piala AFF, pasukan timnas sudah bertanding ala pahlawan. Mereka sadar betul ada mimpi yang harus mewujud dari bangsa yang haus prestasi. Karena prestasi satu-satunya yang konsisten dimiliki bangsa ini cuma korupsi.

Harusnya Bung Nurdin malu, karena ada orang-orang yang benar-benar memperjuangkan sepak bola Indonesia untuk meraih prestasi.

Bung Nurdin, kapan kiranya kau mati??

Tulisan ini sudah pernah saya posting di bulan September 2007. Hampir empat tahun silam. Namun tampaknya masih relevan dengan kondisi PSSI saat ini.

No comments: