21 December 2010

Percakapan akhir tahun



Sepatu Kiri:

Tak ada yang bisa dibanggakan dari tuanku sekarang ini.
Apa coba?? Tinggal masih numpang.
Status pekerjaan masih belum jelas
Tentang sekolahnya? Heh? Lupa tampaknya!

Setahun ini, kulihat ia masih belum bisa melewati hari-harinya dengan bijak.
Masih belum bisa menghargai jatuh-bangun usahanya sendiri.
Masih belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang hidup- yang ia catat dulu-.

Ah, kutebak sudah lupa ia sama mimpi-mimpinya.
Mimpi yang selalu ia gumamkan saat melepas kita dari kakinya
Menjauh dari Tuhan-nya. Duh..

Payah benar aku mengikuti langkahnya sekarang.
membelah Jakarta. Pagi, siang, malam
Dan mimpinya, kau lihat?
Serangkaian mimpi yang ia ceritakan pada kita dulu.
Kini, berhenti di Jakarta.


Sepatu Kanan:

Benar, kawan ku. Memang itulah faktanya.
Tapi tunggulah barang sebentar.
Kenapa kau tak pernah mensyukuri apa yang didapat majikan-mu. Majikan kita. Kenapa kau selalu bilang baru, baru sampai, dan tidak bilang, sudah sampai.
Kenapa kau selalu sibuk dengan apa yang belum didapatkan.
Bukannya mensyukuri apa yang didapat.

Memang ada banyak mimpi yang tidak kesampaian.
Tapi bukankah semua posisi majkan kita hari ini tak lain dan tak bukan adalah pilihan dan keputusan Allah.
Allah yang telah memutuskan di posisi mana dan apa yang sedang majikan kita kerjakan.
Adakah yang lebih baik dari keputusan Allah?

Sepatu Kiri :

Hemm… entahlah.
Menurutmu?

Sepatu Kanan :
Tentang mimpi yang belum tercapai. Kukira ia hanya belum mejadi bagian takdir dari majikan kita hari ini. Itu saja.
Lagipula, siapa yang lebih tahu apa yang terbaik untuk majikan kita hari ini?

Sepatu Kiri:


Entahlah..
Tuhan mungkin?


Kubiarkan mereka terus bercakap. Aku hanya menguping lewat mimpi dalam tidurku.
Seperti seorang majikan yang menguping para pembantunya. Dalam hati aku hanya berkata.

Sepatuku, kau benar.
Aku belum menjadi apa-apa.
Belum bisa berbuat apa-apa.
Belum bermakna.
Untuk siapa-siapa.
Belum melangkah kemana-mana.
Tapi setidaknya aku masih bisa berkeluh kesah.
Masih bisa menulis sajak picisan.
Tdak cukup bermakna memang.
tapi apakah bermakana itu pula


akupun terbangun.


Jakarta, Desember
Catatan akhir tahun.

2 comments: