14 July 2010

Don't Judge The Book From It's Price (hehe)

Punya teman aktivis kadang memang membosankan. Bukan karena ia pelit atau sombong. Namun mereka ini saya sebut termasuk kaum yang rada-rada susah banget kalau diajak jalan-jalan apalagi janjian buat senang-senang. Saya ingat betul betapa susahnya jika mau ngajak teman aktivis ke toko buku, pasar minggu, futsalan, kemping, atau nonton.

Ketika tawaran diajukan spontan teman-teman saya ini mikir atau melirik agenda.
“Entar yah liat dulu agenda.”
“Besok bisa sih. Tapi cuma bisa datang sebentar. Soalnya jam 9 sampai jam 12 ada acara.”

Saya maklum, jadwal kuliah yang padat ditambah bejibun masalah organisasi tampaknya tak bisa membiarkan sedikitpun waktu terluang untuk mikirin orang lain apalagi hepi-hepi.
Makanya sedari itu saya selalu bersiap sedia jika ada orang mengajak jalan –kemanapun itu- walaupun mendadak. Buat saya spontanitas adalah sisi humanisme manusia yang harus dipertahankan. Karena kita bukan robot yang selalu tertataagendakan dengan program.

Namun pandangan miringku tentang betapa membosankannya aktivis kini berubah. Satu siang di panasnya Jakarta telepon genggamku bergetar lirih. Pesan singkat dari sahabatku di Malang rupanya. “Bang, ada buku keren bgt di gramed...”, katanya. Saya balas. Tak lama berselang handpon saya berkedip kembali. “Jakarta-Paris via French Kiss Syahmedi Dean. Ttg wartawan n fashion editor. Di lelang Cuma 10 rb,” lalu katanya, akan dibelikannya satu buku itu buatku. Ah, jarak 800 kilometer tampaknya bukan apa-apa lagi. Berita hangat, sapa akrab, salam kangen, toh masih bisa dipertukarkan.

Namun yang bikin terngungun adalah karena teman saya ini ingat apa yang saya suka. Tentang buku, wartawan, dan dibelikannya satu buku itu. Saya berterima kasih benar karena dia sudah mengingatku, mengingat apa yang ku suka, dan mau direpoti tentang remeh temeh pengiriman.

“U r welcome,” katanya lewat sms.

Ah, kita memang selalu punya cara-cara tersendiri untuk mengekspresikan kedekatan dan persahabatan kepada orang-orang di sekeliling. Seperti temanku satu ini, yang mau menyempatkan diri melakukan sesuatu yang sederhana buat seseorang lain di kesibukannya yang padat. Sekedar bilang ‘hai’, sekedar menawarkan “ada buku bagus di gramed nih, cocok banget buat lu. Mo dibeliin?’.
Aih..

Hal sederhana apapun itu memang tak pernah gagal jika dilakukan sepenuh hati.

_______
untuk Erik Marangga.

2 comments:

mj said...

:) impulsif.

eniwei, kita sendiri sudah memberi apa??

erikmarangga said...

hehe...saya tersanjung:)
benar sekali, spontanitas meninjukkan sisi humanisme as a human. tapi saya tuh susah juga diajak jalan spontan. sayasering g ikut jalan sama Mbah walaupun terencana. haha...saya benar2 org ilang. jalan kudu sendiri:)