07 December 2009

Malang Yang Sederhana

Terkadang manusia itu tidak peduli pada hal-hal kecil yang sederhana. Entahlah, mungkin karena memori dan indera manusia yang dibentuk dan dilatih hanya untuk merekam kebahagiaan, keterkejutan, atau keperihan yang luar biasa. Sedangkan pada hal-hal kecil-yang sederhana, yang terlalui di tengah rutinitas kehidupan, ingatan seringkali alpa.

Namun saya terlanjur punya keyakinan bahwa kebahagiaan itu juga terselip di tengah situasi kehidupan sesehari. Di episode-epiosode hidup yang sederhana dan tidak istimewa. Tapi, justru karena sederhana itu, ia menyimpan rasa, aura, yang tak bisa di dapat dan ditemukan dari situasi dan barang yang istimewa dan wah. Ia bukan kaget, kegembiraan yang luar biasa. Ia hal sederhana yang berada di pijakan hidup sesehari. Ia seperti selimut lama yang telah usang namun selalu setia menemani tidur dan sanggup menawarkan kenyamanan dan kehangatan. Selimut baru semahal apapun itu, rasanya tak sanggup menawarkan rasa persahabatan yang telah terjalin lama antara tubuh dan selimut lama tadi.

Dan hal sederhana itu ialah seperti sekarang ini. Saat musim hujan, saat Malang mulai terasa dingin kembali, lalu menemukan diri duduk di depan komputer dengan ditemani secangkir kopi panas. Membiarkan benak berkeliar dikejar jemari yang menari di atas keyboard. Menyelusuri serat-serat pikir sambil menyeruput kopi dari cangkir. Hal sederhana itu bisa juga saat terjebak hujan di bawah kanopi bersama seseorang yang spesial. Berdiri atau duduk dan sesekali bertukar pandang. Tidak bicara, hanya menunggu hujan reda.

Hal sederhana itu saat jumpa kawan-kawan lama lalu main futsal bareng atau menyengaja berkumpul di warung lesehan malam di pinggir jalan. Di bilangan Dinoyo atau Soekarno Hatta. Memesan aneka kopi atau cukup dengan STMJ. Berkumpul bercengkrama satu sama lain. Saling menanyakan kabar dan melepas kangen lalu mengobrol ngarol kidul, sambil diselingi komentar rasa kopi yang dipesan.

Hal sederhana itu ialah saat berlama-lama di toko buku atau di kios buku pasar Wilis. Saat memilih dan memilah buku dari tumpukan buku yang tak selalu tertata. Mengambilnya, membacanya sekilas.. lalu meletakkannya kembali sebelum beralih ke buku lain. Saat menimbang-nimbang harga buku yang akan dibeli dengan uang yang dimiliki. Saat mencoba menawar, dan tersenyum geli saat menyadari si penjual menghargai buku dari tebal tipisnya halaman buku.

Hal sederhana itu saat terus mengetahui tempe menjes yang minim gizi namun tetap laris manis. Mendengarkan suara khas para penjaja makanan di malam hari yang bergerilya ke sudut-sudut kota. Mendengarkan teriakan penjaja sate.. dengan teriakkan “teeeeeee...” yang memanjang dan khas. Pedagang tahu campur dengan teriakan “campur purr” dengan penekanan “pur” yang seperti membal ke tembok lalu kemudian hancur. Atau penjaja nasi goreng, tahu tek, mie pangsit, atau bakso, yang kesemuanya punya piranti khusus dan berbeda dalam menjajakan dagangan mereka sendiri, yang entah dari sejak kapan tersepakati.

Hal yang sederhana itu, saat pagi hari di Pasar Minggu. Sendiri, berdua ataupun beramai. Berkeliling dari stan ke stan melihat aneka panganan, jajanan dan pakaian. Lalu membiarkan diri terjebak di tengan riuh hiruk pikuk penjual dan pembeli. Kemudian duduk istirahat di stan makanan pojok, memesan pecel atau apa saja untuk sarapan, sambil mengamati orang yang berlalu lalang. Atau saat sesekali ke pasar Comboran, pasar barang bekas, surganya pemburu barang antik. Tidak selalu untuk membeli barang bekas. Hanya sekedar membangkitkan kenangan dan sedikit bernostalgia dengan barang-barang yang dulu akrab. Barang-barang yang dulu tampak canggih tnamun kini sudah tampak kuno di makan zaman. Barang-barang yang ditata rapi di lapak-lapak menunggu pembeli.

Kebahagiaan sederhana itu ialah sehabis Isya saat berkumpul dan mengobrol bersama keluarga. Dengan ibu, ayah, atau adik. Bicara tentang hal-hal seputar rumah. Tentang kura-kura kecil yang dibeli adik atau bunga yang baru dibeli ibu dari pasar Splindit. Kemudian dengan bebas dan lepas saling berbagi kekhawatiran. Tentang Malang yang terasa semakin panas, jalanan yang mulai macet. Tentang kesulitan keuangan Arema, tentang Pak De yang masih di rumah sakit habis dioperasi. Tentang lagu yang bisa dimainkan dari gitar yang baru di beli adik. Tentang kucing rumah yang semakin besar.
Tentang apa saja..

Kebahagiaan yang sederhana itu bisa juga berupa.. saat di mana malam semakin larut, dan hari semakin senyap, namun menemukan diri masih terjaga sendirian di dalam kamar. Mencoba membuka hati pada Allah atas apa yang terjadi selama perjalanan hidup yang telah dilalui. Lalu menemukan tempat kembali dan segala solusi dari segala masalah beban studi, pekerjaan, hubungan personal, dan masalah-masalah lain yang seakan terus mendera adalah kembali kepada pangkuan Yang Maha Pemberi Solusi.

Hal-hal yang kecil, yang sederhana, yang tak ternilai.
Duh, betapa sebenarnya kebahagiaan itu juga tersebar di sekitar kita pada hal yang sederhana. Dan betapa Malang dianugerahi dengan hal-hal yang sederhana itu.

8 comments:

ALRIS said...

Ternyata banyak hal-hal hebat dimulai dari yang sederhana. Salam kenal. (ALRIS)

kelirirenk said...

Salam kenal, Ayas juga peserta...
Sederhana penyampaian, lengkap ulasannya
KEEP SPIRIT COMPETITION

Unknown said...

banyak hal2 kecil dan sederhana yg jarang kita syukuri, krna sebenarnya hal itu adalah nikmat yg luar biasa...misalnya ngupil dan ngurek telinga...nikmat banget tu....

Anonymous said...

jadi teringat semua kenangan kita benk....
kesederhanaan kita dalam perjuangan di kota malang ini....

tetep semangat dari teman seperjuanganmu Hambali...

beni oktopiansah said...

salam kenal Mas, cerita yang menarik sekali tentang kota Malang.
Pengen jalan-jalan ke Malang nich

mbah jiwo said...

malang yg sederhana dan lelaki sederhana bernama : BAMBANG

Bambang Trismawan said...

Alris< salam kenal kembali.
tapi saya sering tak sabar dengan hal2 yang sederhana dam ingin cepat menuju yang hebat2.

kelirirenk< terima kasih atas kunjungan dan komentarnya. sesama peserta harus rukun yah...
salam semangat juga...

ibel abel> ngupil tok senenganne sampean iku. dasar! mangkane ga laku2. hehehe..

hambali< makasih bro! tetep berjuang. kota malang emang kota perjuangan.


beni< makasih mas... semoga ada kesempatan untuk jalan2 ke malang kembali.

mbah jiwo< tapi tidak sesederhana mbah jiwo..
:)

Master Hipnotis said...

Artikel yang menarik...
dan satu yang perlu saya catat adalah kesederhanan bisa juga membuahkan kesan yang dalam....