01 October 2010

Telinga Wakil Rakyat

Entah terbuat dari apa sebenarnya telinga wakil rakyat kita itu?
Dari kuping wajan? Tidak mungkin.
Dari kuping panci? Ah, jawaban ngawur.

Saya yakin telinga para wakil rakyat bukan dari kuping wajan ataupun kuping panci. Saya yakin, karena saya pernah melihat telinga para wakil rakyat dengan mata kepala sendiri. Baik di teve maupun langsung di Senayan sana.

Dari hasil ketemuan tersebut, saya yakin tidak ada wakil rakyat yang kupingnya seperti kuping wajan atau kuping panci. Kuping mereka seperti kuping saya dan juga anda. Memang ada yang bentuknya kecil kayak kuping cupang, ada juga yang lebar kayak gajah. Namun semuanya normal. senormal-normalnya telinga manusia normal.

Tapi entah kenapa wakil rakyat seolah tidak pernah mendengar suara dari rakyat yang diwakilinya. Contohnya, meskipun sudah dikritik habis-habisan terkait studi banding ke luar negeri, misalnya, mereka nekat juga pergi ke Afrika Selatan. Meskipun sudah di kritik di Koran dan teve karena menghamburkan uang rakyat, mereka dengan pede nya berkelit:

“Ini merupakan tugas dari Negara yang harus dilakukan. Jika mundur atau tidak jadi berangka, berarti telah lalai dari tugas. Dan itu berarti telah mengkhianati amanah dari rakyat yang telah memilih kita,” katanya.

Aih, padahal saya gak pernah tuh mengamanahi mereka untuk pelesiran gak jelas pake uang rakyat.
belum selesai teriakkan kemarin. eh, sudah berjajar agenda wakil rakyat kita untuk pelesiran ke luar negeri.
denger-denger Swiss, China dan India negara yang akan dituju sampai akhir tahun ini.

***
Lalu, kalau bukan dari kuping panci dan kuping wajan, kenapa seolah menreka tidak bisa mendengar suara rakyat? Atau mungkin mereka itu tuli atau budek?

Saya ragu jika mereka budek.
Pasalnya, setiap saya ngobrol dengan mereka, para wakil rakyat, mereka ini bisa menjawab dengan baik pertanyaan dari saya. Jadi tentu tidak budek kan. Begitupun kalau ngobrol. mereka bercakap-cakap layaknya orang normal.
Lagian kalau budek, gak mungkin kan para wakil rakyat ini bisa lolos ke senayan. Pasti KPU sudah mendiskualifikasi caleg-caleg yang budek. Soalnya, bagaimana mereka bisa bekerja jika budek.

Padahal pekerjaan utama wakil rakyat adalah mendengarkan aspirasi rakyat yang diwakilinya.

Orang bijak selalu bilang manusia dianugerahi dua telinga dan satu lidah agar manusia lebih banyak mendengar dari pada berbicara.

Namun si pandir selalu berkelit. Manusia diberi dua telinga tujuannya cuma satu, katanya. Tujuannya tak lain agar mereka mengacuhkan apa yang mereka dengar. Karena Sebelah telinga untuk mendengarkan, sebelah lagi untuk mengeluarkan apa yang baru didengarnya.

Selamat berakhir pekan. :)

No comments: