05 July 2008

Perihal buku

 

Banyak karya tulis atau buku yang kontroversi bermunculan di bumi ini. Dari dulu sampai sekarang (dan sepertinya terus pada yang akan datang). Mulai dari buku yang isinya hanya kutipan ucapan seseorang. catatan harian yang tanpa maksud diterbitkan. beberapa bait puisi. Cerita atau novel dari yang tipis sampai berjilid-jilid. Buku yang isinya sebuah hasil pemikiran mendalam tentang satu hal, sampai dengan tafsir dari sebuah kitab suci. Semua bisa menjadi obyek kontroversi dan karenanya para penulisnya siap dihujat dan bukunya terancam musnah.

Buku memang salah satu subyek subversi paling tua di dunia manusia modern. Dan karenanya tak akan habis kita contoh dari sebuah karya tulis (teks) yang mampu menjadikan penulisnya dihukum bahkan sampai mati dan kemudian teksnya di haramkan beredar. Banyak contoh betapa teks/buku bisa dirasakan sedemikian mengancam (dan merugikan) keadaan dan keberadaan suatu pihak sehingga pihak yang merasa dirugikan merasa perlu mencitrakan buku tersebut sebagai obyek yang berbaya bagi kepentingan umum dan karena itu melarang keberadaannya.

Dan dari semua itu yang membuat saya benar-benar gak suka (bahkan benci) adalah banyak mereka yang buka mulut tentang obyek teks yang menjadi kontroversi tanpa pernah membaca karya tersebut. Atau lebih jauh lagi, adalah betapa mudahnya manusia membebek, betapa mudahnya manusia menelan habis hasil pencitraan suatu pihak yang merasa dirugikan oleh buku tersebut, dan atau membiarkan prasangka pribadi menjadi sebuah citraan yang riil, tanpa pernah sedikitpun atau keinginan untuk memegang buku yang menjadi kontroversi ditangan sendiri, membacanya dengan mata kepala sendiri, lalu menimbang benar buku tersebut buat diri sendiri. Banyak yang percaya begitu saja bahwa buku itu isinya jelek/berbaya/ hanya semata-mata orang lain bilang itu jelek, berbahaya, atau teori kafir.

Kenapa ini perlu? karena sepanjang perjalanan saya, saya melihat kita cenderung acuh dan menutup mata bahkan jadi anti diskusi tentang objek kontroversi. Dan kebiasaan seperti ini saya pikir berbahaya dan juga bodoh. Berbahaya karena dengan acuh dan menutup mata, kita menjadi tidak berpikir kritis terhadap asumsi agama atau idealisme yang kita percaya. Berbahaya karena tanpa pemikiran kritis atau diskusi terbuka sebenarnya proses pemicikan dan pengkerdilan manusia sedang berlangsung. Jadinya banyak orang yang kemudian hanya melihat satu sisi saja.

***

Saya punya sedikit pengalaman (sedikit ? karena jika dibandingkan dengan jumlah teks kontroversi yang ada bacaan saya belum ada apa-apanya) berkenaan dengan buku-buku yang “pernah” menjadi kontroversi dan sempat dilarang per-edarannya. Bagi saya, adalah studi menarik mengetahui isi kenapa sebuah teks menjadi kontroversi apalagi mengikuti perdebatan pro dan kontra diantara keduanya. Karena saya lebih tertarik di bidang sastra bacaannyapun tak lebih berputar disekitar itu saja. Seperti Pledoi Sastra “Langit Makin Mendung” Kipanjikusmin, Pergolakan pemikiran Isam : Catatan Harian Ahmad Wahib, benar-benar menyenangkan bisa berdialog bersimpang pendapat dengan pikiran seseorang yang berani menantang institusi sekelas agama.

Buku Ahmad Tohari dengan Trilogi Dukuh Paruk toh ternyata sedap untuk dibaca, mengikuti kisah lenggak-lenggok hidup Srintil dalam mencari sejatinya kehidupan. Pram dengan kuartet pulau buru : Bumi Manusia, Anak Segala Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca yang jadi favoritku pernah jg sempat dilarang. Baca buku tersebut saya seperti dimasukkan ketempat dan masa dimana setting cerita berlangsung. Abis baca pun saya jadi bertanya penguasa macam apa yang melarang buku yang mengandung nilai sejarah macam tersebut.
Dekontruksi kebenaran sebenarnya bukan teks asli tapi cukuplah untuk awalan untuk membaca teks-teks kontroversi barat macam marx, freud dan lain-lainya. Max Havelar nya Multatuli saya pikir pada masanya sangat kontroversi sekali dan lebih karena itu, MUltatuli mampu memasukkan (kaidah) puisi-puisi romantik dalam cerita yang dasarnya sebuah gugatan terhadap kerajaan Belanda waktu itu. Dan rasanya gak lengkap jika ga nyertain Petunjuk Jalan-nya Sayyid Qutbh, Ini buku menurutku inspiratif banget, (Walaupun sampai sekarang belum tamat-tamat saya bacanya). Apalagi klo ngelihat akibat yang ditimbulkan dari buku ini. Mulai dari penulisnya sampai yang membacanya..

****
Lha, ko Cuma sedikit?? Mana Marx, Darwin, Mein Kramp (ejaannya bener g y?)... hehehe itu aza dulu ya. Kalo udah baca entar saya komentar...
Kalo Dan Brown sama Jk Rowling mah menurutku biasa-biasa saja. Maksudnya ga harus masukkin daftar buku kontroversi gitu, walaupun sebagian orang tidak bersetuju dengan buku2 tersebut.

::
Kenapa saya ngomongin buku dan bukan karya yang lain :Karena saya (merasa) lebih banyak bersentuhan dengan buku (teks) dibandingkan dengan karya musik, gambar, atau bahkan teater. Dan karna itu saya jadi lebih PeDe aza ketika ngomonginnya. walaupun Pede toh omongannya belum tentu benar. Bener ga sih ??
::

3 comments:

Anonymous said...

Gimana mo tamat wong bukunya mung jadi pengantar tidur saja.. (becanda kok, ga serius hehe..)

Ane punya buku favorit cuman sekarang wes ilang, ga tau dipinjam-dipinjam pindah tangan terus ga jelas juntrungnya. tu buku benernya novel yang langsung kontroversi seperti halnya novel saman. Konon katanya pernah dibedah di ITS semasa ane baru masuk ITS. Pernah takpinjamkan staf ane waktu masih jadi sekdep kastrat. E… balik-balik dah disegel ma dia sembari berpesan ga boleh minjamkan lagi ke sapa-sapa daripada makan korban lagi hahaha….

Bambang Trismawan said...

mending jd pengantar tidur...berarti bukunya masih di pegang. lha ni cuma buat display rak aza ko...hehehe


jd penasaran apa bukunya y???

Larung tah???
penulisnya sopo...Wedok ta??
Ayu Utami, Djenar M Ayu..?? ato mbak Esfand....hehehe

admin said...

penulisnya laki-laki. wes ra taksebutke judule karena vulgarnya saman hanya setengahnya saja. vulgarnya tu bukan sekadar bumbu tapi justru disitulah pertarungan pemikirannya.