30 March 2007

tanggapan tentang ulah kammi Bogor

Re: ULAH KAMMI BOGOR - apakah KAMMI malang juga seperti ini?

Tidak menjawab dan tidak mengoreksi pula
(datang dari sahabat sebagai sahabat)

Pada akhirnya saya menyerah juga. Hati dan benak ini tidak sanggup
lagi bertahan.
Cukup lama saya mencoba untuk ber-"cool" ria. Setelah mencoba
mengendapkan semua masalah-maslah yang terus datang yang sepertinya
tak kunjung jua reda. Dan setelah lumayan cukup lama juga saya mencoba
untuk menghemat kapasitas benak saya yang sangat terbatas ini dengan
tidak mereply posting dari pro merdeka "ulah KAMMI bogor " dan diskusi
LKM UB..
Tapi malam ini setelah bosan dengan buku yang saya trus plototi saya
mampir ke kostan temen, nyalain computer dan mulai tangan ini menari
di tuts keyboard computer.

Pada awalnya saya pikir pro merdeka ini hanya seorang yang main2 saja
menanyakan ini dan berkomentar itu. Tapi stelah saya lihat secara tak
sengaja di Fordis ub (forum diskusi ub) ada juga yg menanyakan hal
yang sama (tentang himpunan dan lembaga LKM UB) dengan nick name yang
sama (pro merdeka). Lalu saya berpikir mungkin pro merdeka ini benar-
benar sedang „mencari". Dan pencarian yang tidak berhasil di fordis
beralih ke milis ub ni. (mungkin seperti itu).
(Yah....memang emas, intan dan berlian di cari bukan di tempat sampah
.)

seperti yang terjadi pada dialog-dialog yang lain di lian, dari
argumen-argumen pihak yang mengemuka. saya sering melihat, dan sayang
sungguh sayang, kebanyakan dari mereka sebenarnya tidak sedang
berdialog. Ketika yang satu mengemukakan subyektivitasnya penafsiran
yang lain menjawab dengan kesubyektivitasannya pula. Belum lagi cara
tulis artikel yang seringkali sebegitu sinisnya, hinga-hinga tak lagi
terasa cerdas.

Yang timbul pada akhirnya adalah noise, kebisingan yang sama-sama mau
menang sendiri. Teriakan2 yang ingin mengalahkan orang lain. Dan
hilanglah kesempatan untuk dapat duduk bersama berdialog. Mungkin
pada akhirnya memang demikianlah adab hidup bersama sejatinya yang
sering dinegosiasikan.
Namun saya pikir harusnya tidak seperti itu, karena banyak jalan yang
bisa ditempuh manusia untuk bisa memahami suatu hal dengan baik dan
lebih utuh dan menyeluruh dengan baik pula.

Satu catatan kecil lainnya yang menarik buat saya dalam setiap
diskusi2 diluar adalah betapa sederhananya cara kita menempelkan label
tertentu kepada satu himpunan atau ummat atau organ tertentu hanya
dengan sekali memandang. Apalagi kita memandang dari jendela yang
sempit dengan kaca yang buram dan kotor.

Salahkah mereka dengan berbagai tafsirnya+...
Nggak kok, tafsir toh memang subyektif sifatnya.

Yang memang harus sering lakukan adalah seperti yang pro merdeka
sampaikan,
Dan memang kita harus sering berkaca dan sering pula membersihkan dan
merawat cermin tempat kita berkaca.
Seganteng dan se-cakep apapun kita bila cermin t4 kita melihat retak
dan kotor, objek yang terrekam oleh mata adalah ke-kotoran dan
keburukkan (seindah apapun objeknya).

Maka nyamanlah bagi mereka yang berwajah bopeng dan carut marut karena
tertutup oleh cermin yang rusak dan berteriak kebopengan yang lain.




Kita hampir terombang-ambing
Kekiri dan kekanan, gambar wajah kita
Hampir tak terpegang, sebab
Kaca cermin dihadapan kita
Bergoyang-goyang
(taufik Ismail)

NB: Untuk diskusi seperti apa sistem LKM di brawijaya silahkan datang
ke komisariat KAMMI UB saja.

Bambang trismawan
08170477198