"Bagaimana mengetahui seseorang itu masih mencintai kita dan masih setia," tanya seorang remaja pada dirinya sendiri.
Berkali-kali pertanyaan itu diajukan dalam batok kepalanya. Namun tak pernah ia mendapatkan jawaban.
“Lihat matanya,” jawab sebuah suara suatu kali, di kamarnya. “Mata adalah jendela jiwa. Mata tak pernah berbohong, ia tulus. Bahkan pada mata yang buta sekalipun,” lanjut suara itu lagi.
“Adakah cara lain. Aku tak bisa dengan cara itu. Bahkan menatap matanya aku tak sanggup,” jawab si remaja. Suara itu tak menjawab. Lalu diabaikan jawaban dari suara yang entah dari mana itu.
Setiap hari, si remaja terbangun dengan pertanyaan yang sama dalam kepalanya. Setiap hari pertanyaan itu berputar dalam kepalanya. Sampai pada suatu malam, seorang lelaki rupawan meloncat keluar dari pikirannya. Si lelaki berbadan tegap, mengenakan pakaian kerajaan dengan mahkota indah, berdiri di hadapannya.
”Lupakan pertanyaan yang tak ada jawabannya itu. Akulah korban pertanyaan tersebut,” kata si lelaki yang tak lain adalah Sri Rama.
“Sudah lama manusia menayakan hal itu. Jika manusia bisa menjawab pertanyaan tersebut takkan kubiarkan Sinta melompat ke dalam kobaran api,” kata Rama.
“Pertanyaan tersebut sudah kuajukan ke Dewata, tak ada satupun yang menjawab.”
Ah, Rama yang kasihan, pikir si Remaja. Setelah berjuang mati-matian membebaskan Sinta dari sekapan Rahwana, ia hanya mendapatkan keraguan. Ia tak yakin apakah perempuan yang direbutnya adalah seorang yang setia?
“Itu karena egomu. Egomu menutup matamu,” tukas si remaja.
“Ah.. kau bocah ingusan, kau tak mengetahui rasanya mencintai yang sangat. Kau tak tahu rasanya menjadi aku.”
Lalu, tiba-tiba, meloncat lagi seseorang dari kepala si remaja. Kali ini perempuan cantik, dengan tubuhnya yang harum semerbak. Sang perempuan mengenakan kebaya dengan bahu terbuka. Dari dandanannya pastilah ia seorang permaisuri raja Jawa atau paling tidak ia pastilah seorang putri raja.
“Aku permaisuri. Akulah korban pertanyaan tersebut,” kata si permaisuri.
Samar-samar si remaja teringat legenda yang diceritakan gurunya dulu. Legenda dari daerah Jawa paling timur. Inilah mungkin permaisuri yang didakwa rajanya berselingkuh dengan seorang patih kerajaan.
“Iya, akulah permaisuri yang tidak dipercaya raja, lalu dititahkannya aku mengakhiri hidupku,” ucap si permaisuri.
Iya, tak salah lagi. Inilah legenda Banyuwangi, pikir si remaja. Sekarang ia bisa melihat detik-detik saat sang permasuri menenggak racun lalu menceburkan diri ke telaga. Masih teringat ia dialog terahhir legenda ini.
"Kakanda, jika nanti telaga ini berubah menjadi harum kau akan mengetahui bahwa aku masih setia dan mencintaimu. Kau akan menyesal karena tak memercayai cinta dan kesetiaanku,” ucap permaisuri.
“Jadi, bagaimana mengetahui seseorang itu masih mencintai kita dan masih setia," tanya si remaja pada permaisuri.
“Tidak. Kau tak layak mempertanyakan itu pada orang yang kau cintai.”
Si remaja tak puas dengan jawaban permaisuri. Lalu diusirnya Rama dan Permaisuri dari kamarnya.
Kamar sunyi kembali. Namun pertanyaan itu masih mendengung di telinganya. Bagaimana mengetahui seseorang masih mencintai kita dan masih setia? Kali ini, pertanyaannya hanya berputar di dalam tempurung kepalanya.
No comments:
Post a Comment