Merayakan ide, makna, rasa dalam bahasa. Sebelum terperangkap dalam ketidaktahuan dan ketidakmampuan mengungkap.
24 September 2011
Drupadi Memakai Rok Mini*
Bima tiba-tiba saja menggebrak meja taruhan. Meja judi tempat Duryudana dan Yudhistira bermain dadu itu lansung hancur berkeping-keping.
Wajah putra Pandu yang perkasa itu merah padam menahan amarah. Andai saja Arjuna tak menahan, hampir saja diremukkan tangan kakaknya, Yudhistira.
Bima geram kepada kakaknya. Kakakanya yang telah mempertaruhkan Drupadi di meja perjudian. “Saat kau pertaruhkan seluruh hartamu, aku diam saja. Karena kau adalah raja. Saat kau pertaruhkan kami, adik-adikmu, aku diam saja. Karena kau adalah kakakku. Begitu juga saat kau pertaruhkan dirimu. Karena kau yang berhak atas hidupmu. Tapi apa hakmu mepertaruhkan Drupadi?” geram Bima.
“Mana tanganmu, biar kuremukkan tanganmu. Tangan yang mempertaruhkan apa saja dan kalah!”Arjuna kembali menengahi meredakan amarah Bima.
Yudhistira hanya menunduk. Seluruh harta, tanah, ternak, kerajaan, kini sudah ludes terampas ke tangan Kurawa. Keempat adiknya, bahkan dirinya sudah bukan miliknya lagi, semua sudah berpindah tangan lewat meja taruhan. Terakhir sekali Drupadi, istri Pandawa, yang terenggut ke tangan Kurawa.
Duryudana segera menyuruh adiknya, Dursasana, menyeret Drupadi ke tengah ruangan. Menyadari Drupadi menjadi miliknya, birahi Dursasana langsung naik ke ubun-ubun. Kata-kata cabul langsung keluar dari mulutnya. Lalu segera direnggutnya ujung kain Drupadi.
Yudhistira masih diam menunduk. Di sampingnya, rahang Bima mengeras menahan amarah melihat kelakuan cabul Dursasana. Tak tahan atas penghinaan tersebut, segera Bima melepas sumpah yang mengerikan. Ia berikrar, dalam peperangan kelak, ia akan merobek dada Dursasana dan meminum darahnya.
Mendengar sumpah itu, Dursasana sedikit menciut nyalinya. Namun nafsunya kembali menguasai dirinya. Dia tetap berhasrat menelanjangi Drupadi saat itu juga. Di hadapan Pandawa.
Tapi, Dewa melindungi Drupadi. Kain yang membalut tubuh Drupadi menjadi tak berujung. Kain yang direnggutnya terus terulur tiada habis-habisnya.Tubuh Drupadi tetap terbungkus. Sampai putra itu kelelahan sendiri dan menghentikan kecabulannya.***
Itu sepenggal cerita dari epik Mahabrata. Cerita saat kebaikkan dan kejahatan begitu jelas batasnya. Seorang ksatria perkasa marah saat seorang perempuan lemah dihinakan didihadapannya.
Kini batas itu menjadi kabur dan samar. Ketika perempuan sendiri menanggalkan sendiri pakaian yang membungkus tubuhnya. Dan mempertontonkannya kepada orang-orang tubuhnya sebagai suatu keindahan. Dan dia menyukainya saat mempertontonkan kemolekkan tubuhnya. Adakah seorang Bima yang melepaskan sumpahnya?
Dulu, Duryudana harus menggunakan kelicikan Sangkuni, berjudi dengan Yudistira, dan menghadapi kemarahan Bima agar Dursasana bisa melucuti kain penutup tubuh Drupadi yang ternyata tak berujung itu.
Sekarang, kain-kain Drupadi terlucuti dengan sendirinya. Begitu mudah. Tanpa harus menghadapi amarah Bima.
Oh, betapa senang Dursasana..
*Tulisan di atas merupakan cerita ulang dari esai As. Laksana yang berjudul Kain Sang Dewi dari Podium Detik.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment