Bagi yang masih ragu untuk menikah, ada baiknya mendengarkan
nasihat Bu Geni. Bu Geni adalah seorang juru rias pengantin dalam cerpen Bu
Geni di Bulan Desember karya Arswendo Atmowiloto. Beliau adalah seorang juru
rias handal yang hasil riasannya bisa manglingi.
Manglingi artinya tak dikenali lagi
karena lebih cantik dari aslinya.
“Untuk melangkah ke pelaminan,” Nasehat Bu Geni, “yang
diperlukan hanya sedikit keberanian, dan banyak kebodohan, itulah modal kawin.
Untuk bercerai, diperlukan banyak keberanian dan sedikit kebodohan.” Begitu Bu
Geni.
Nasihat tersebut mengingatkan saya pada keputusan Charles Darwin sebelum akhirnya menikah. Sebelum mantap ke pelaminan, Darwin menyusun daftar dua kolom dengan judul yang isinya alasan "menikah" dan "tidak menikah".
Nasihat tersebut mengingatkan saya pada keputusan Charles Darwin sebelum akhirnya menikah. Sebelum mantap ke pelaminan, Darwin menyusun daftar dua kolom dengan judul yang isinya alasan "menikah" dan "tidak menikah".
Kelakuan tersebut tak aneh jika mengetahui sifat Darwin yang dikenal
sebagai seorang pemikir dan –sudah bukan rahasia- seorang yang sering menunda-nunda
sesuatu.
Bukunya yang terkenal On the origin of Species by Means of
Natural Selection atau Asal-usul Spesies mungkin tak pernah diterbitkan jika naturalis
jenius yang tengah bermukim di Nusantara, Alfred Russel Wallace, terus mendorong Darwin
segera menerbitkan bukunya itu.
Dalam kasus Darwin,
sebelum memutuskan menikah, ia mengisi daftar kolom pro pernikahan dengan “pendamping
tetap dan teman pada usia tua” .. “betapapun lebih baik dari seekor anjing,”
tulisnya.
Sementara daftar di antara yang kontra adalah "lebih
sedikit uang untuk buku" dan "hilangnya waktu yang sangat
menyedihkan." Setelah berpikir lama, pertimbangan pro akhirnya menang. Dan
menikahlah Darwin.
Menganggap perkawinan sebagai sesuatu yang menakutkan memang
sesuatu yang wajar. Bagi Darwin pernikahan berarti mengurangi keluangan waktunya untuk dirinya.Bu Geni bahkan bilang penemuan manusia yang paling
membelenggu dan menakutkan adalah perkawinan. :D
Menurut Bu Geni, tak heran jika ketakutan terwujud pada
perkawinan. Takut terlalu bahagia, terlalu bebas, terlalu nikmat, makanya kita
mengikatkan diri pada perkawinan yang banyak mengatur tanggung jawab, mengatur
kewajiban. Termasuk memberi nafkah, membesarkan anak-anak.
“Aneh saja, tapi pada dasarnya kita takut dengan kebahagiaan
diri kita sendiri, dan membatasi dengan adanya kuasa Tuhan.” Demikian Bu Geni.
--
Nah, malam-malam begini saya kok ngomongin pernikahan. Mau menikahkah saya?
Lha, siapa juga yang gak mau.. :P