07 October 2010

Rahasia Uang dari orang terkaya

Dalam cerita Babylon, terkisahlah seorang pemuda bernama Arkad.

Arkad berasal dari keluarga miskin. Ketika tumbuh besar, ia sadar bahwa ia tidak memiliki orang tua yang memiliki harta yang banyak yang akan diwariskan kepadanya.
Sebab itu, setiap hari Arkad bekerja dan berusaha keras untuk menjadi seorang yang kaya raya.

Tekadnya untuk menjadi seorang kaya bukan tumbuh begitu saja. Tekadnya dilatari kesadaran akan kekayaan : kekayaan memang tak selalu menciptakan kebahagiaan, tapi pasti meningkatkan kualitas hidup.

Seorang yang kaya memungkinkan seseorang menjadi “tamu di sebuah perjamuan kenikmatan.”

Arkad pun mulai bekerja menjadi seorang juru tulis, menyalin undang-undang, catatan keuangan, atau apapun sesuai pesanan kliennya ke atas lempengan batu.

Namun hasil kerja kerasnya seperti tidak ada artinya sama sekali. Rasanya pendapatannya tak pernah tersisa. Pendapatannya sekedar cukup untuk kebutuhan sehari-hari seperti makan minum dan pakaian sederhana.

Sampai suatu hari, setelah bekerja lembur dua hari dua malam, Arkad tidak bisa menyelesaikan pekerjaan yang ia janjikan kepada seorang rentenir, Algamish. Algamish marah-marah. Arkad pun memberinya tawaran.

"Algamish, engkau seorang kaya raya, beritahu aku rahasia bagaimana caranya kau menjadi kaya-raya, sebagai gantinya aku akan ukir lempengan batu salinan hukum ke sembilan ini sepanjang malam. Dan besok pagi-pagi akan ku serahkan padamu," kata Arkad.

Algamish setuju, dan di pagi harinya menjawab dengan sebuah kalimat “sebagian pendapatanmu harus menjadi milikmu”
Arkad, bingung dengan singkatnya jawaban Algamish.

"Tetapi bukankan aku telah gunakan seluruh pendapatanku untuk diriku sendiri ?" tanya Arkad.

“Biaya makan dan tetek bengek hidup dengan cepat menghabiskan pendapatanmu selama ini, membuatmu menjadi budak pekerjaan dan mendapat penghasilan hanya untuk bertahan hidup,” jelas Algamis.

Akan tetapi, lanjut dia, jika kau menyisihkan paling tidak 10% dari pendapatan dan menandainya “bukan untuk pengeluaran”, seiring waktu jumlah itu akan membesar, dan membuatmu mendapatkan uang tanpa perlu bekerja.

Mengikuti nasihat itu, Arkad mulai menabung dan menabung. Tak terasa jumlah simpanannya semkain besar. Algamish yang mendengar cerita sukses Arkad akhirnya mengajaknya untuk menjadi partner bisnis dan berbagi keuntungan dengannya.

Itulah cerita Arkad, yang kemudian terkenal sebagai orang terkaya dari Babylon. Seorang yang memiliki kunci emas untuk membuka gerbang kekayaan yang diimpikannya, yaitu : menyisihkan sebagian pendapatan untuk dirinya sendiri.

Cerita di atas disarikan secara bebas dari buku : The Richest Man In Babylon karya George S. Clason

Baca cerita di atas jadi kaget liat sisa hasil gajian kemarin..

05 October 2010

pidato sang penguasa kota

Suatu pagi, tergesa-gesa sang penguasa kota keluar dari istananya. Ia perintahkan para pengawalnya untuk segera mengumpulkan rakyatnya di alun-alun kota.

”Kumpulkan semua rakyatku di alun-alun jam sepuluh nanti,” titahnya.

Di alun-alun, sang penguasa kota naik ke atas mimbar. Ia tanggalkan mahkota dan baju kebesaran yang biasa ia pakai sehari-hari.
Di atas mimbar ia kuatkan agar bisa berdiri tegak menghadap rakyatnya. Namun, kali ini wajahnya sayu, tak ada lagi kelicikan dikilatan matanya. Tatapnya meredup melemah. Wajahnya pucat seperti wajah manusia di altar pengakuan dosa.

“Saudara-saudara..”
”Rakyatku semuanya..,”
Lantang suaranya menyapa lautan manusia yang berkumpul di lapangan.
Tiba-tiba suara riuh lautan manusia diam.

Kemudian dengan lancar sang penguasa berbicara:

Saudaraku,
Hari ini, kota kita hampir sempurna terkoyak-koyak.
Gedung-gedung kita terendam air banjir
Jalanan kita macet bukan main
Tawuran hampir di setiap kampung
Sampah kita menggunung
Jalan rusak bertambah tiap hari sementara jalan baru tak rampung-rampung
Sementara korupsi tak terbendung

Sadaraku, berpuluh tahun yang lalu aku berdiri persis di sini. Di hadapan kalian semua. Waktu itu, Aku mengaku sebagai ahli. Ahli dari segala ahli. Lalu aku berjanji bahwa aku bisa membenahi semrawut kota yang tercinta ini.
Akan memperbaiki semua yang rusak.

Namun, hari ini. Kalian pasti lebih teliti dengan apa yang aku capai hari ini. Karena memang tak ada kemajuan dari kota ini yang aku perbaiki, meski satu inci.
Aku Gagal sepenuh-penuhnya gagal..

Sekarang mesti aku akui. Aku memang bukan ahlinya
Keahlian saya sama seperti keahlian kalian semua
menghabiskan uang untuk bersenang-senang.

Jadi, sekarang tergantung kalian. Kalian lah hakimku hari ini. Nasibku penuh di tangan kalian.

Begitu pidato Sang Penguasa. Tidak seperti biasa yang berkhutbah panjang dan bersilat lidah mengelak tudingan.
wajah Sang Penguasa kota terlihat pasrah. Tak ada lagi yang bisa dilakukan, menyerah bahkan bila harus di amuk.

Namun anehnya tak ada yang protes. Tak ada yang teriak rakyatnya diam memaklumi.

Lalu terdengar bisik di ujung lapangan. Lalu riuh bisik-bisik bergeser ke tengah, ke samping ke seluruh lautan manusia di lapangan. Dari belakang sayup-sayup terdengar teriakan.
Lalu lantang menggema di lapangan serempak mereka bersepakat memberikan restu.
Satu restu:
”Lanjutkan..”
”Lanjutkan...!!”

Manusia berputar mengelilingi podium, sambil melafalkan mantra

Lanjutkan..
Lanjutkan...!!
ram ram ra ra ra ram
ca ca caca ra ram

01 October 2010

Telinga Wakil Rakyat

Entah terbuat dari apa sebenarnya telinga wakil rakyat kita itu?
Dari kuping wajan? Tidak mungkin.
Dari kuping panci? Ah, jawaban ngawur.

Saya yakin telinga para wakil rakyat bukan dari kuping wajan ataupun kuping panci. Saya yakin, karena saya pernah melihat telinga para wakil rakyat dengan mata kepala sendiri. Baik di teve maupun langsung di Senayan sana.

Dari hasil ketemuan tersebut, saya yakin tidak ada wakil rakyat yang kupingnya seperti kuping wajan atau kuping panci. Kuping mereka seperti kuping saya dan juga anda. Memang ada yang bentuknya kecil kayak kuping cupang, ada juga yang lebar kayak gajah. Namun semuanya normal. senormal-normalnya telinga manusia normal.

Tapi entah kenapa wakil rakyat seolah tidak pernah mendengar suara dari rakyat yang diwakilinya. Contohnya, meskipun sudah dikritik habis-habisan terkait studi banding ke luar negeri, misalnya, mereka nekat juga pergi ke Afrika Selatan. Meskipun sudah di kritik di Koran dan teve karena menghamburkan uang rakyat, mereka dengan pede nya berkelit:

“Ini merupakan tugas dari Negara yang harus dilakukan. Jika mundur atau tidak jadi berangka, berarti telah lalai dari tugas. Dan itu berarti telah mengkhianati amanah dari rakyat yang telah memilih kita,” katanya.

Aih, padahal saya gak pernah tuh mengamanahi mereka untuk pelesiran gak jelas pake uang rakyat.
belum selesai teriakkan kemarin. eh, sudah berjajar agenda wakil rakyat kita untuk pelesiran ke luar negeri.
denger-denger Swiss, China dan India negara yang akan dituju sampai akhir tahun ini.

***
Lalu, kalau bukan dari kuping panci dan kuping wajan, kenapa seolah menreka tidak bisa mendengar suara rakyat? Atau mungkin mereka itu tuli atau budek?

Saya ragu jika mereka budek.
Pasalnya, setiap saya ngobrol dengan mereka, para wakil rakyat, mereka ini bisa menjawab dengan baik pertanyaan dari saya. Jadi tentu tidak budek kan. Begitupun kalau ngobrol. mereka bercakap-cakap layaknya orang normal.
Lagian kalau budek, gak mungkin kan para wakil rakyat ini bisa lolos ke senayan. Pasti KPU sudah mendiskualifikasi caleg-caleg yang budek. Soalnya, bagaimana mereka bisa bekerja jika budek.

Padahal pekerjaan utama wakil rakyat adalah mendengarkan aspirasi rakyat yang diwakilinya.

Orang bijak selalu bilang manusia dianugerahi dua telinga dan satu lidah agar manusia lebih banyak mendengar dari pada berbicara.

Namun si pandir selalu berkelit. Manusia diberi dua telinga tujuannya cuma satu, katanya. Tujuannya tak lain agar mereka mengacuhkan apa yang mereka dengar. Karena Sebelah telinga untuk mendengarkan, sebelah lagi untuk mengeluarkan apa yang baru didengarnya.

Selamat berakhir pekan. :)