29 September 2010

beasiswa S2



yang menyemai angin akan mendapatkan badai.
yang menanam kebaikan akan memanen kebaikan..

kita lihat apa hasilnya setahun atau dua tahun ke depan.

16 September 2010

nasihat si buta tentang lafadz Allah yang menggantung di langit




Malam itu, terjadi keajaiban. Ketika malam mulai menyelimutkan gelapnya, tiba-tiba di langit yang biru, gumpalan awan putih, membentuk lafadz Allah.

Hanya satu lafadz. Lafadz yang kadang, demi toleransi hidup bersama, sering berganti nama menjadi ‘tuhan’ atau ‘yang di atas’. Kini lafadz tersebut menggantung tepat di atas bulan sabit langit Sumatera.

Manusia terpana. Ternganga.

Malam berikutnya keajaiban kembali terjadi. Lafadz Allah kembali terukir tepat di tempat sebelumnya.

Manusia terpana. Ternganga. Gempar.

Meteorolog dari berbagai penjuru negeri memeriksa fenomena tersebut. Prakiraan dipaparkan. Perhitungan dirumusakan. Model X, Y, Z dikontruksi. Namun tak ada yang bisa menjelaskan keajaiban tersebut.

Tergesa-gesa diskusi digelar, talk show diadakan, foto dan video didokumentasikan dan di upload ke ranah maya. Di koran-koran menjadi berita utama. D twitter menjadi trending topics. Gempita.

Di masjid, mereka yang telah lama beriman pada seutas rambut dibelah tujuh bersyukur. Bersujud. Allah?

Di jalan-jalan, orang berkerumun takjub menyaksikan keajaiban tersebut. Di tanah lapang mereka berkumpul membagikan Al-Qur’an.

Malam demi malam keajaiban tersebut terjadi. Tiap malam, awan putih seolah mengerti tugas mereka : membentuk lafadz Allah.

Sampai suatu malam seorang buta yang hanya berjalan lewat tuntunan tongkat melewati mereka yang berkerumun. Ia menyeret kakinya dan mengacuhkan segala decak kagum manusia di sekitarnya.

Orang-orang heran. Melihat si buta tak menjadi bagian dari mereka yang terkagum-kagum.

“Hai buta, tidakkah kau rasakan keajaiban ini?” tukas seorang.

“Ada lafadz Allah di langit sana. Tidakkah kau rasakan,” sahut yang lain.

“Berhentilah di sini. Biar kuceritakan padamu bagaimana indahnya lafadz Allah yang terlukis di langit sana,” tambah yang lain di antara kerumunan.

Si buta yang tak pernah terperdaya oleh indah warna-warna dan tak pernah terpukau oleh rupa, menjawab.

“Emang kenapa kalau Allah ada. Terus kenapa kalau Allah hidup dan menciptakan langit bumi dan seisinya”.

“Tapi, sudahkah kita menjalani hidup sehari-hari seolah Allah ada?” tandasnya.

Semua diam.



Selamat I’dul Fitri semuanya.

Mohon maaf lahir dan batin.

::

cerita di atas terinspirasi dari berita tentang lafadz Allah.

Beritanya ada di sini: http://www.jpnn.com/read/2010/09/15/72220/Lafadz-Allah-Muncul-di-Langit

04 September 2010

Wawancara Imajiner dengan Sang Wakil Rakyat


Kemarin, saya terlambat datang pada acara sosialisasi gedung DPR yang baru. Maklum saja, saya bangunnya kesiangan. Sampe DPR baru jam satu siang. Akhirnya gak dapat apa-apa. Untunglah secara gak sengaja saya ketemu dengan wakil rakyat. Gak pikir panjang saya minta waktunya sebentar untuk wawancara mengenai gedung DPR yang baru.

Karena bingung saya gak sempat bikin beritanya. Cuma ada data mentahnya saja. Berikut rekaman wawancaranya:


Saya tuh heran, kenapa kok wartawan dan media itu terlalu membesar-besarkan gedung DPR yang cuma Rp 1.6 triliun ini. Padahal kan, banyak kantor media apalagi kantor BUMN yang lebih bagus dan lebih mahal dari gedung DPR yang masih dalam tahap pembangunan ini.

Lagian kan tingginya cuma 36 lantai. Cobalah anda main-main ke kawasan Sudirman sana. Di sana, malah banyak gedung yang lebih tinggi. Hampir semuanya 30 lantai ke atas. Masa gedung DPR yang namanya wakil rakyat gedungnya kalah tinggi. Padahal sudah jelas-jelas kalau di negeri ini disebutkan bahwa suara rakyat adalah suara tertinggi. Bukannya suara pengusaha atau suara pedagang kayak di kawasan Sudirman sana.

Jadi, menurut saya, langkah membangun gedung yang tinggi itu langkah yang tepat. Sehingga dalam gedung tersebut tercermin bahwa suara rakyat adalah suara tertinggi di negeri ini.

Mangkanya itu, rakyat seharusnya bangga. Karena cuma di negeri ini suara rakyat dijungjung tinggi dan termanifestasikan dalam betuk sebuah gedung.

Lagian kalau masyarakat belum bisa memperlihatkan kesejahteraannya jangan banyak ngoceh. Diam saja. Kita bantu masyarakat untuk memperlihatkan kesejahteraan negeri ini kepada dunia. Caranya tak usah repot-repot. Simpel saja, cukup dengan menunjukkan kesejahteraan wakil-wakil rakyatnya kepada dunia. Salah satunya yah memperbagus tempat bekerja para wakil rakyat.

Kalau wakilnya sejahtera, otomatis kan pandangan dunia menganggap orang-orang yang diwakilinya juga sudah sejahtera.

Makanya itu, untuk memperlihatkan kesejahteraan para wakilnya, saya berharap di Gedung DPR yang baru itu nanti ada kolam renang, tempat lobi antar fraksi. Tempat rekreasi, ada karaoke. Tempat spa. Ruang kerjanya diperluas.

Dikira enak apa kerja di DPR. Duduk lama-lama tanpa ngomong, kayak kambing congek. Gaji gak seberapa. Capek tau!
Lagian kan dari pada uangnya habis buat spa dan renang di hotel mendingan uangnya dikelola sama koprasi DPR. Jadi uangnya kembali ke kita-kita juga.

Makanya wartawan dan masyarakat jangan asal ngomong. Jangan asal tuduh. Jangan banyak mengeluh. Bilang kita keterlaluan lah. Kerja gak bener. Korupsilah. Padahal uang Rp 1.6 triliun ini buat bangsa dan negara juga.

Menurut saya, orang-orang yang menolak gedung baru DPR harus dicurigai sebagai anti pembangunan. Bisa jadi menolak ideologi pancasila juga. Berbahaya kalau terus dibiarkan. Kita nanti akan desak polri untuk menindak orang-orang yang anti pembangunan.

Berbahaya jika dibiarkan berkeliaran. Bisa mengancam disintegrasi bangsa.
Ya sudah, gituh ajah dulu yah. Udah lapar nih. Belum makan. Mau makan dulu.

*saya baru nyadar inikan belum waktunya berbuka.



Anda liat baik-baik fotonya. Megah bukan?