31 July 2009

Entah bagaimana Aku Menuliskannya

Entah bagaimana aku mesti menuliskannya, kukira tak kan pernah bisa runtut terkisahkan olehku. Tentang bagaimana hari-hari itu datang dan pergi, dan betapa aku menantikan masing-masing dari mereka.

Hari-hari musim hujan yang segar menggoda atau musim kemarau yang panas menyengat, bagiku adalah dirimu.

Saat-saat di mana aku pernah merasakan begitu mengenalmu. Saat aku merasa kau begitu dekat denganku. ketika kita mengobrol, tentang apa saja, dan menemukan diri saling menatap sekian detik, tak bicara, sekedar bertukar pandang. Atau saat satu dua leluconku membuatmu tertawa lepas. Aku suka caramu tertawa, dengan mata, dengan hati.

Atau tiap kali kita jalan. Dan di tengah itu semua, tanganku sejenak menggamit, tak ada yang spesial, hanya menjaga kesadaran bahwa aku sedang bersamamu. Di sebentar waktu itu, akan terasa seperti selamanya bagiku. Atau aku yang menginginkannya sebagai selamanya.

Sampai akhirnya hari itu. Hari ketika perlahan aku merasa tak mengenalmu. Saat wajahku beranjak asing di hadapan tatapmu. ketika kata dan mata tak lagi menjalin. Saat aku merasa kau sangat begitu jauh. Saat dimana, tanpa aku sadari dan mengerti, akhirnya kita saling memberi jalan untuk berselisih arah. Kurasa, itu terakhir kali aku bersamamu.

Di hari itu, kurasa sakit aneh yang merambat dari ujung-ujung lidahku, ia merangkak turun perlahan ketengah dadaku. Lalu menyesak, menumpuk di dalam dadaku. Hari itu, sekian lama lalu, adalah kali pertama aku merasa sakit yang aneh tersebut, sekaligus merasa sangat kesepian dan sendirian.

Setelah hari itu, seringkali aku bangun pagi dan pergi di pagi hari, hanya untuk bertemu denganmu. Dimana saja. Meskipun hanya sesaat. Walau aku tahu, tak akan ada cakap di antara kita.

Sedang kemarin siang, setelah sejenak bersamamu, setelah satu dua kata terlepas dari hati ku, kurasa lagi sakit yang aneh yang merambat dari ujung lidah yang menyerang dadaku.
Di hari itu, kurasa akhirnya aku mengerti apa sebabnya. Sakit yang aneh yang merambat itu. Adalah makna yang tak terkatakan, karena memang tak pandai aku memilih ucapan, tak pintar aku mengungkapkan perasaan. Tak tersampaikan, ia merangkak menujumu. Hingga di ujung lidahku ia berhenti, tak tertembus, jalan buntu. Ia berbalik ke asalnya, ke dadaku. Menjelma jadi sensasi, protes menghembalang benak pandirku.

***
Sekarang, teringatku padamu. Pada celoteh kita dahulu. Pada jalan-jalan yang pernah kita lewati bersama. Pada tempat-tempat yang pernah kita datangi bersama. Pada waktu-waktu yang pernah kita lalui bersama. Pada saat aku pernah diam-diam berjanji dalam diri, bahwa suatu saat aku akan terus bersamamu.

Sekarang...
aku disini. tanpamu
Dan kurasa lagi ngilu itu.



31 Agustus 2008

29 July 2009

mimpi indahkah kau tadi malam?

Malam ini tak ada yang lebih ingin aku lakukan
Selain berada bersamamu. Sedekatmu mungkin.
kemudian membisikkan “selamat malam”, “tidur nyenyak”,
“mimpi indah” padamu.
Pelan saja. Dekat telingamu. Hanya cukup aku, kau mendengarnya.
Agar tak terusik sunyi yang membungkus kita.

Malam ini tak ada yang lebih ingin aku lakukan
Selain berada bersamamu. Sedekatmu mungkin.
menanti momen di mana matamu pelan-pelan menutup.
Saat sadarmu berangsur redup. Saat jiwamu perlahan tertidur.
Lalu menikmati lelapmu. menghitung nafasmu
yang lepas sehelai demi sehelai ke ruang sepi

Malam ini tak ada yang lebih ingin aku lakukan
Selain berada bersamamu. Sedekatmu mungkin.
Menjagamu.. sampai embun pagi mewujud setitik demi setitik di atas daun.
sampai semburat fajar perlahan terlukis.
Hingga pagi menjelma.Lalu menemukanmu di awal hari,
dan aku bertanya “mimpi indahkah kau tadi malam?”


2008

Cuplikan operet anak...

inilah salah satu cuplikan dari naskah operet anak... yang beberapa hari kemarin berhasil pentas di hotel apa..gituh . Namanya juga cuplikan..jadi yah..cuma se upritt.. :) catatan: operet ini di mainkan oleh bocah-bocah kelas 3-5 SD.

Pemain : Teater (anak) Juara
Sutradara : Suaidi Bakhtiar
Cerita : Bambang Trismawan
Penata Musik : Bambang & Suaidi


K+K : Assalamualaikuuuuuuuuummm.............
Ibu : Waalaikum salam...

((Kaka dan Kiki pulang dari mengaji di masjid dekat rumahnya. Kiki pulang dengan wajah yang sedih dan tertunduk. Hampir menangis. Matanya berkaca-kaca. Melihat anaknya datang seperti itu, ibu lansung bereaksi)).

Ibu : Ono opo toh ndukk..?? sini cah ayu...
Kiki : (matannya tak kuat lagi menahan curahan air yang segera membanjir
hiks...hiks.... (lalu tersedu-sedu)

Ibu : Kaka, kenapa Kiki ko nangis...?
Kaka : Ga tau Bu...
Ibu : Loh..kok bisa ga tau sih...
Kaka : Yah..ga tau Bu....di ejek Rini paling Bu...
(kaka lalu pergi ke kamar)
Kiki : (Masih...menunduk) hiks..hiks...
Ibu : Kenapa toh nduk...ko anak Ibu nangis...?
Kiki : Buuu....
Ibu : Iya....
Ada apa...toh??
Kiki : Bu, kata si Rini, orang yang punya hutang, kalao meninggal gak bisa masuk surga Bu. Bener gak, Bu?

Ibu : (mendengar pertanyaan tersebut ibu heran, mendekati anaknya serasa mengusap seluruh rambutnya)
emang kenapa toh nduk...?

Kiki : Ka...ta si Riii..ni Ba...pak punya hu...tang banyak.... jadi gak bo...leh ma..suk su...rg..aa Bu.
Emang Benar ya, Bu? Hiks..hiks.. (masih tersedu-sedu)

Ibu : Lha Rini tau dari mana toh nduk kalau Bapak punya utang...?
Kiki : Da..ri ma...manya, Bu?
Ibu : (Si ibu kaget dan tersentak dalam hati, tapi masih berpikir untuk cari jawaban terbaik)
Emh.... coba Kiki tanya sendiri gih sama bapak yah....
Tuh bapak lagi nonton tv...

Bapak : (Bapak mendengar percakapan si ibu langsung mematikan tv yang sedang di tontonnya lalu menyambut anaknya)
Sinih... Ki...

Kiki : (Kiki duduk di samping bapak) paaaaak...??
Bapak : Apa, Ki..?
Kiki : Bener yah Pak, kata si Rini itu...?
Bapak : Bener apanya toh nduk...?
Kiki : Yang katanya Bapak punya utang Pak ? dan gak bisa bayar hutang.....
Kata si Rini Pak orang yang punya hutang gak bisa masuk surga. Bener ya Pak?? (masih terisak-isak)

Bpk : Bapak jawab, tapi Kikinya jangan menangis yah..yah..!?? (di pangkunya Kiki ke pangkuan si Bapak)

Kiki : (mengangguk-ngangguk)
Bapak : Kalau katanya Bapak punya hutang, iyah... Bapak punya utang.
Tapi, Bapak passsti akan membayarnya, Sayang.
Terus.. kalau masuk surga dan enggak, itu semuanya urusannya Allah.
Jadi ga ada hubungannya sama omongannya Rini, sayang....

Kiki : Tapi uangnya tuk bayar utang dari mana pak?? Katanya Bapak ga bisa lagi bayar hutang ...

Bpk : Ya...kita minta sama Allah juga.
Kiki : Kenapa minta sama Allah pak??
Bapak : (si Bapak berpikir) Karena Allah itu Maha Besar.
Kiki : Besar...? lebih besar dari gajah.. Pak?
Bpk : (tersenyum) lebih besar dari semuanya, kiki. Tapi maksudnya bukan besar badannya.
Sebab Allah itu tidak berbadan. Ia tidak menyerupai apapun.
(ragu...ragu...sebentar. berpikir. Mencoba bagaimana menerangkannya dengan baik.)
Allah itu di sebut besar, karena Ia baik. Sangaaat Baik.

Kiki : Lebih baik dari Pak de, Pak??
Bpk : O, Jauh..lebih baik. Kalau pak de suka ngasih permen dan kue ke Kiki, maka Allah mengasih Kiki, mengasih Kaka, mengasih Ibu, mengasih bapak; ya, mengasih semua orang.
Lebih dari itu Dia mengasih kita bulan, matahari, gunung, pohon, awan, sungai, dan lain-lain.
Dia yang mengasih kita mata, mulut, telinga.

Kiki : Kalau gitu Allah kaya, dong, Pak. Banyak uangnya?
Bpk : Hus, (tersenyum dan mencium kening si Kiki) Allah tidak memerlukan uang sayang.
Yang memerlukan uang itu manusia. Allah membuat semuanya sendiri.

Kiki : Tapi Pak, kalau minta uang sama Allah di kasih ga Pak?

Bapak : Pasti di kasih..tapi sebaiknya Kiki jangan minta uang. Kiki mintanya...agar dimudahkan rezekinya...
Nah..uang itu salah satu rizki..

Kiki : Emmmmhh.....mmhh (masih bingung)
Jadi Pak, kalau Kiki minta apapun sama Allah pasti di kasih, Pak?
Kalau Kiki minta eeeu.. (berpikir..matanya ke atas berusaha mengingat keiginannya)... minta...sepeda juga, Pak?
Minta ikut ke Dufan Pak?

Bpk : Iyah.. insya Allah. Di kasih. Asal Kiki rajin belajarnya dan berdo’a yah...?

Kiki : Tapi nggak jadi Pak ah minta sepedanya...
Bapk : Loh....kok ga jadi?? Kenapa??
Kiki : Kiki mau minta supaya Allah ngasih uang ke bapak ajah.
Biar bapak bisa bayar utang. Biar bisa masuk surga.

Bpk : (mata Bapak berkaca-kaca. Terharu. Di usapnya kembali rambut anaknya)
sudah ya sayang...
sekarang Kiki pergi sama Ibu, ya?
Cuci kaki, cuci tangan, gosok gigi, lalu bobok, ya??

Kiki : (tersenyum dan mengangguk-ngangguk dengan antusias)
Bapak : (bapak terpekur sendirian lalu berdo’a.)
Ya Allah, tentangMu itu benar. Maha Pengasih. Maha Penyanyang.
Dekatkanlah kami selalu kepada kasihMu Ya Allah...

28 July 2009

Entah Apa..

karena tak ada tulisan yang bisa diposting selama beberapa waktu ini, maka untuk beberapa waktu ke depan akan diposting beberapa cerita lama... sekalian latihan menulis cerita. Monggo silahkan dinikmati. dan mohon komentarnya yah!?

Entah apa yang sedang bermain dibenakku waktu itu.
Mungkin tentang deadline laporan, atau appointment dengan dosen. Atau mungkin tentang judul film yang akan kutonton nanti malam.
Atau juga tentang jadwal pertandingan liga Champion.
Entahlah. Yang pasti aku tiba-tiba tersadar. Dari sudutku berdiri kulihat dia berjalan sendiri. Tidak ke arahku. Hendak pulang rupanya.
Ah, benar-benar kebetulan bisa bertemu dia.
Nggak bisa juga kalo disebut kebetulan. Bisa dibilang kebetulannya 75% dan kesengajaannya 20%.
aku sengaja datang ke arahnya. Menunggunya sebentar. Ia masih mengobrol dengan orang lain. Mungkin temannya. Mungkin fans-nya. Aku berdiri menunggu. Membisu. Membatu.

Dia sekarang di sana. Tak jauh dari tempatku berdiri, hampir berhadapan. Nggak seperti biasanya. Rambut panjangnya sekarang terikat kebelakang. Dan beberapa helai rambutnya di bagian depan dibiarkannya tergerai bebas dipermainkan angin hingga menerpa-nerpa wajahnya.
Dia tersenyum. Dimataku ia selalu tersenyum. Senyum yang renyah.

“Apa kabar?” aku mencoba mengawali percakapan.
aku tahu aku cuma basa-basi
“Dari mana?” lanjutku
ah..basa-basi lagi.
“Gimana skripsinya?” “udah selesai?”
rggghhh....basa-basi lagi
...
“Mau ke mana sekarang?”
Shit.! .masih basa-basi... tak bisakah aku berkata selain basa-basi.
“Ada acara abis ini?”
Dan tiba-tiba saja dadaku yang berdebar terasa berhenti.
Sesak. Rasa yang selalu muncul ketika mengingatnya...

“Nggak, nggak kemana-mana” jawabnya.
Dengan senyum yang mengembang, seperti yang selalu tersimpul dari bibirnya.

Sekarang aku yang bingung...
Cari kata yang pas. Yang tepat. Sedang semua basa-basi yang aku punya sudah keluar.
Tinggal satu pertanyaan lagi untuk menjawab penasaranku. Penasaranku bertahun-tahun..
Masih ragu. Tak ada keberanian. Ia tampak tergesa.

“Eeuu..ee...mau minum kopi dulu sebentar?”

Hampir terucap oleh ku. Tertahan dalam benak.
Atau sudah menggantung di ujung lidah.
Atau sudah cukup mataku untuk mengungkapkan semuanya.
Aku tahu itu cuma alasan untuk membahagiakan diri sendiri. Huh?.

Ia masih berdiri di depanku. Tak terlalu jauh. Juga tak dekat.
Cukup untuk dapat melihat parasnya dengan jelas.
Masih belum kutemukan kata-kata.
kutelan ludah. Aku menunggu.
I know. I think too much.
Confuse. Feel stupid. Foolish. Numb. Happy. Sad.

Akhirnya aku hanya tersenyum dan bilang “sukses terus” padanya.
Dia membalas dengan sedikit “terima kasih”.
Oh..God, aku sudah tak objektif lagi.
Tentang dia, aku tak pernah objektif.
Dia terlalu..manis. Terlalu sederhana
.

Entahlah, tak ada yang kuingat benar setelahnya.
Bahkan ketika aku sampai di kamarku masih tersisa “rasa”, yang mesti bisa aku rasakan, namun tak bisa aku identifikasi dimana letaknya.
Mungkin lubang yang tertutupi. Atau justru lubang baru. Atau keduanya.
Entahlah...

Aku tahu, saat aku berbaring dan mengecek handphone tak akan ada sms yang aku terima. Tak akan ada siapa-siapa yang menyapa. Aku tahu itu. Dan juga pengetahuan bahwa besok tak akan ada yang berubah, begitu juga dengan besoknya. Dan besoknya lagi. seperti pudar warna senja tertelan malam.

Bagiku hari ini seperti hidup dari kematian dan lalu mati kembali.
Sungguh.




April 2009

21 July 2009

catatan sarjana bag. 3 (Episode terakhir )

inilah beberapa jepretan yang sempet terabadikan selama jalannya episode terakhir kemaren...untuk versi tulisannya...tunggu beberapa waktu lagi... sedang di edit dulu soalnya :)

dasar cah cilik... ga di rumah ga di mana... Monopoli ituh ko akrab banget yak?? ga apa-apa... lagian kan jarang-jarang maen monopoli bareng lagi...
mereka sebenarnya sedang bales dendam... soalnya mereka ga pernah menang kalo lawan kakaknya hihihi...
bareng Hendra... ah..sama orang gila jadi kebawa gila deh...:)

My Parent... emak dan abah (sebelum berangkat ke Sakri) mau nganterin anaknya diwisuda..hehehehe.. kayak jadi pengantin baru... (emang rasanya jadi pengantin gimana yah?? ah.. paling ga beda-beda jauh kayak ginih nih.. :))

My Little Sister....
My Family... senyum semuanya...cheeeessee *sambil dengerin soundtracknya keluarga cemara*
## harta yg paling berharga,
adalah kluarga…
istana yg paling indah,
adalah kluarga…
puisi yg paling bermakna,
adalah kluarga…
mutiara, tiada tara,
adalah kluarga..’##

my Little bro and sist. makacih Ade dan Hani... entar-entar tak traktir lagi deh... hehehehe...

emak dan abah sedang menunggu.... mau melihat anaknya di wisuda.. entar-entar anterin nikah ya.. :)
##terima kasih abah..
terima kasih emak...##

temen-temen... makacih cemuanya udah mau datang!! love u all.....
kalo ini temen-temen seperikanan... se kolam dan se empang....hahahaha....


itu dulu....
ntar-ntar tak tambahin :)

20 July 2009

Tuhan, maafkan aku.

Tuhan, misscall aku lagi.
Nuraniku sudah lama tak bergetar
Oleh panggilanMu

Atau SMS-i aku kembali, Tuhan
Karena pesan dari suratMu yang kubaca semalam
(dengan sepenggal-sepenggal tentunya)
Sudah hilang oleh berita koran tadi pagi.

Tuhan, Kirimi aku lagi satu alamat namamu
Karena 99 namaMu yang kuingat tadi Subuh
(sambil tekantuk-kantuk pastinya)
Sudah terhapus bahkan sebelum siang.

Tuhan, misscall aku lagi.
Nuraniku sudah lama tak bergetar
Oleh panggilanMu.
Atau nuraniku sudah lama hilang entah di mana ?

13 July 2009

Tetes embun terakhir


Tetes embun terakhir
yang bercampur air hujan semalam,
akhirnya jatuh jua dari hati.
menguap sebelum menimpa bumi
terlupa sebelum menjadi puisi