28 February 2009

Evrybody waits until it’s too late


Satu hal yang menyenangkan dari membaca buku atau menonton film adalah ketika menemukan buah pikir yang sudah lama dibolak-balik dalam kepala terekspresikan lewat bahasa, cerita, langgam, atau tulisan orang lain.

Minggu lalu saya mengalaminya kembali ketika menonton film Ghost Town besutan sutradara David Koepp. Di salah satu adegannya saya tertabrak dengan kalimat yang meluncur dari mulutnya dr. Pincus. Ia mengatakan : Evrybody waits until it’s too late.

Bravo!
Sudah lama saya membolak-balik asumsi serupa tapi tak pernah terumuskan sejelas apa yang dikatakan dr. Pincus. Sudah lama saya berpikir dan berproses tentang hal yang sama, mungkin akibat tergelitik novelnya Burung-burung Manyar -Romo Mangun, atau film-filmnya Tom Hanks, The Terminal atau Cast Away. Teto, Atik, Amelia Waren, Victor Novorsky....

Tapi bukankah memang sebagian cerita kehidupan manusia adalah tentang menunggu. Tentang menunggu telepon, sms, e-mail. Menunggu Angkot, bis, kereta, pesawat. Pasien menunggu dokter, dokter menunggu pasien. Pembeli menunggu penjual, penjual menunggu pembeli. Ibu menunggu ayah. Ibu menunggu anak dan lain-lainnya dan lainnya.

Lalu apa yang paling menyenangkan saat menunggu?
Terus kenapa ada orang yang rela menunggu. Bahkan rela menderita dalam penantiannya? Bahkan seolah menghayati tiap detik dari penderitaannya dalam penantian.
seperti mereka yang menunggu Ratu Adil. Semakin mereka tertindas semakin kuat penantian mereka, dan semakin yakin pula Ratu Adil akan datang secara dramatis di akhir cerita dengan membawa keadilan.

Entahlah..mungkin memang karena semakin lama ia menunggu, semakin ia menderita dalam penantian maka akan semakin dramatis, mengharukan dan semakin membahagiakan saat dipertemukan dengan yang ditunggunya. Dipertemukan bukan bertemu. Karena jelas tergantung kemurahan hati Allah Yang Maha Mengasihi.

Tapi bagaimana bila ternyata yang ditunggu dan menunggu sama-sama menunggu. Atau ternyata yang ditunggu tidak menyadari bahwa ia sedang ditunggu.
Maka yang terjadi tragedi. Ironi.

Dan meluncurlah apa yang diucapkan dr. Pincus dalam kepala saya.
“Everybody waits until its too late”.

Ah, Entahlah...



______________________________
lek..lek...awakmu peno ngenteni opo??
mbuh... ngenteni keajaiban.. paling mbah

nungguan belut jangjangan....

23 February 2009

sudah tiga bulan

Sudah tiga bulan
Mentari tak muncul di ufuk timur
Konon katanya telah dicuri oleh seseorang
Lalu dikuburnya rapat-rapat dalam mimpinya.


februari 2009

Pertemuan

Kau sebut kemarin kita bertemu
Ku sanggah hanya kau yang melihatku

Tiap waktu kutunggu
kita bertemu

saat wajah bertemu wajah
kata melawan kata
ketika mata bertemu mata
hati melawan hati.
Satu lawan satu


Kita akhiri apa yang dulu tersisa
Pecahkan yang retak
sampai tuntas
dan kita impas.
dua lawan dua

kita lenyapkan semua sampai tak ada sisa
kecuali seutas kenangan

Untuk mengikat kembali apa yang dulu kita mulai

Februari 2009

22 February 2009

obituari 3

seorang tak pernah mati
jika tersimpan di hati
abadi
walau raganya tak ada lagi
meski jiwanya tak lagi di bumi.

Ia telah pergi
ketempat dimana
tak seorangpun dapat memanggilnya kembali.

malang, feb. 2009
untuk uwa.
======= ======== =
Teriring duka
Innalillahi wa inna ilaihi ra ji’un.


Telah meninggal
Bpk. H. U. Solihin
Sukabumi RS. Bunut
Ahad, 27 Safar 1430/ 22 Februari 2009
Jam. 05.00 Wib

***
Semoga segala amal baiknya diterima
oleh Allah swt.
Dan ditempatkan oleh Allah pada tempat yang terbaik.
Amin.

19 February 2009

mempertanyakan Seputar Indonesia dalam polemik puyer

Perbincangan mengenai boleh tidaknya, tepat tidaknya, penggunaan obat puyer atau serbuk dalam bidang medis semakin ramai terdengar. Hal ini memang tak lepas dari pihak RCTI –dalam hal ini seputar Indonesia, yang terus menerus dan gencar, empat kali dalam sehari selama, lebih dari seminggu, memberikan informasi bahaya dari penggunaan obat puyer.

Sampai hari ini, berbagai tanggapan pro dan kontra tentang penggunaan puyerpun terus bermunculan, baik melalui forum yang disediakan oleh pihak Seputar Indonesia (Sindo) maupun dengan hanya ikut mempublikasikan di weblog pribadi. Walaupun tampaknya semakin riuh, tapi tampaknya dalam perdebatan (pihak SI menyebutnya polemik) tersebut hanya terdengar nyaring pada satu sisi saja. Terutama bila menyimak berita-berita yang disiarkan di Seputar Indonesia, yang terdengar lantang hanyalah berita tentang bahaya penggunaan puyer. Sehingga terkesan Seputar Indonesia, yang terus menerus menayangkan berita tentang penggunaan bahaya puyer oleh sejumlah dokter, tidak ada pada posisi yang netral sebagaimana fungsi media massa sebagai wadah adu argumen dalam polemik.

Sehingga arti Polemik yang dalam bahasa Indonesia (lihat KBBI) diartikan sebagai perdebatan mengenai suatu masalah yang dikemukakan secara terbuka di media massa sesungguhnya tidak terjadi. Yang justru terjadi adalah intimidasi dan teror Seputar Indonesia terhadap dokter dan pasien yang menggunakan obat racikan berupa puyer tersebut.

Iklim polemik memang seyogyanya harus terus dikembangkan. Selain menumbuhkan iklim demokratisasi dan akedemisi adanya polemik juga membangun kesadaran informasi bagi para pihak yang berpolemik maupun yang mengikuti polemik. Akan tetapi apabila tidak ada netralitas media dalam mewadahi polemik secara fair, polemik justru akan mencederai orang ataupun pihak yang terlibat dalam polemik itu sendiri.

Hal yang sangat disayangkan adalah media sebesar Seputar Indonesia, sebagai media yang mengawali jurnalisme televisi dan telah menjadi koran nasional ketiga, bisa mengambil tema polemik yang remeh temeh. Remeh temeh bukan karena mengabaikan bahaya dari racikan puyer, tapi remeh temeh karena polemik puyer sebenarnya tidak menyentuh esensi masalah kesehatan di masyarakat Indonesia. Kasarannya orang tidak akan menggunakan obat puyer kalau ia sehat.

Sekali lagi, remeh temeh bukan dalam maksud untuk mengabaikan ancaman dari kesalahan dalam meracik puyer. Yang pada tataran teori, penggunaan obat puyer atau serbuk yang dibuat dengan tidak memperhitungkan sterilitas dan dosis yang tepat, pada akhirnya akan berdampak buruk pada pasien, yang baru akan terasa dalam jangka waktu yang lama, atau bahkan akan menyebabkan kematian. Ia remeh temeh karena tema polemik puyer tidak dibangun dalam realita masyarakat Indonesia. Ditengah realita masyarakat yang kesadaran akan pengobatan ilmiah masih rendah. Bukankah dengan menggempur habis-habisan obat puyer justru akan menambah keraguan masyarakat dalam berobat secara ilmiah.

remeh temeh karena tema tersebut dibangun pada saat masyarakat semakin susah dalam menjangkau fasilitas-fasilitas kesehatan. Puskesmas atau rumah sakit. Apalagi ditengah masyarakat yang semakin tidak rasional yaitu lebih memilih pengobatan alternatif macam bocah ‘dukun sakti’ Ponari dari jombang dari pada obat dari rumah sakit yang mahal.

Secara media (siapaun ia) Seputar Indonesia memang selakyaknya memberikan perhatian dan peringatan kepada masyarakat tentang adanya kemungkinan produk puyer yang diracik tidak steril. memang pada akhirnya penggunaan puyer atau serbuk yang dalam pembuatannya tidak memperhatikan kebersihan dan ketepatan dosis akan merugikan pasien itu sendiri. Pasien bukannya akan berangsur sehat malah bertambah parah sakitnya. Namun derasnya informasi yang terus mencekoki masyarakat secara tidak proporsional dan berimbang justru membuat orang bingung. Selain jadi malas mengikuti polemik itu, malah bertambah muak!



salam,
bambang trismawan

18 February 2009

Mungkin karena kutahu

kau tahu saat kedip menyimpan makna
Saat membaca catatan hidup dari gurat wajah
Atau saat senyum penutup luka tersimpul

Bila kata tak terucap
namun tatap mata membawa berita
saat hela nafas bercerita banyak
tentang rahasia di sudut hati.

Kaupun tahu suara derak di pintu kamarku
Tentang bau kamar dan sudut -sudut
dimana sarang laba-laba menunggu dirajut
Tentang bantal dan guling yang usang.
Atau meja tua tempat secangkir kopi menemani pagi

Ku tahu kau tahu segala celaku
Segala sedih, segala harap, segala takut
juga mimpi dan banggaku kukira.

Mungkin karena ku tahu kau menyadari semua itu
Tak terpikirkan sedetikpun untuk aku tak mencintaimu...


::Malang, Februari 2009::
Lima koma enam tahun kebelakang
Dan semuanya akan tunai.

Sosok yang berdiri

Sosok yang berdiri
Dalam gelap lorong kota
Adalah teka-teki

ia renggut cita dan cinta
pada sumsum hidup
dihempaskan pada karang
Di jurang paling curam

lalu terdegar suara mencekam
dari jerit sunyi yang paling sengsara

kemudian dia tersenyum
tiada hentinya

Februari 2009

13 February 2009

membongkar "trik" clown fish

clown fish punya trik jitu dalam merubah anemon yang beracun menjadi tempat bermain dan berlindung yang nyaman?

ingin tahu caranya?? baca selengkapnya di sini

11 February 2009

Cardinal Tetra : ikan manja yang tak mau kesepian??



Kenalkan teman saya: Paracheirodon axelrodi! Nama kerennya disini? cardinal tetra!
Ini bukan nama merk celana atau merk kopi ya? Ini nama ikan hias asal sungai Amazon. Tepatnya di Rio Negro, di Brazil sana.

Tampangnya keren. Terlihat indah malah. Mungkin karena perawakannya juga ya?
Badannya munggil, panjangnya tak lebih dari sebatang korek api, sekitar 5 centimeter-an. Besarnya tak lebih dari jari kelingking. Mata dan mulutnya yang kecil di ujung serasi dengan tubuhnya. Makanya tak heran kalau ikan ini jadi salah satu ikan hias aquarium yang sangat populer di dunia. Malah, Cardinal tetra ini dikenal sebagai ikan paling cakep (baca : indah) dari seluruh keluarganya. Keluarga Characidae. Mungkin yang bisa nyaingin adalah sepupu terdekatnya : Neon tetra.

Nah untuk membedakan dengan sepupunya, Neon tetra, Cardinal Tetra di beberapa negara Eropa, Inggris misalnya, dikenal dengan nama Red Neon Tetra. Ini sesuai dengan warna merah yang tersapu menyeluruh di badannya di bawah warna biru. Warna Ini juga yang membedakan dengan sepupunya, yang warna merah dan birunya hanya tersapu sebagian di badannya.

Yang bikin ikan ini indah dan banyak disukai para aquarist adalah warna biru dan merah yang membentang sepanjang Linear cateralis, itu tu...garis renang yang memanjang dari perut ke ekornya. Sehingga kalau dilihat dari jarak tertentu, yang terlihat bisa hanya warna biru terang mirip nyala lampu neon saja yang bergerak-gerak hilir mudik. Cool..!

Warna terang di badannya itu? Tenang, itu bukan listrik ko. Dan ga berbahaya. Cardinal tetra ini bukan jenis ikan laut dalam yang bisa menghasilkan listrik sendiri, atau belut listrik yang bisa menyengatkan listrik sebagai cara pertahanan diri. Warna terangnya itu hanya pantulan sinar dari partikel iridescent. Diduga warna terangnya itu agar bisa terlihat oleh kelompoknya dan mengikuti gerak kelompoknya. Maklum sungai amazon kan rada butek juga warnanya. Gak percaya??

Tapi entah mungkin karena ikan impor atau entah apa, Cardinal tetra ini termasuk ikan yang manja. Ikan ini sangat sulit beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Beda suhu air atau Ph atau beda cuaca dikit ajah ikan ini biasanya langsung klepek-klepek masuk angin atau demam filek. (Bagi ikan, meriang dikit ajah sudah jadi ancaman...kalau diibaratkan penyakit pada manusia meriangnya ikan ini setara dengan stroke lah.. kan ga mungkin ikan gagal jantung apalgi paru-paru basah..ikan kan ga punya paru-paru). Makanya memelihara ikan ini butuh perhatian yang extra.
Agak berbeda dengan sepupunya, Neon tetra, yang walaupun kurang di gemari para aquarist, kemampuannya untuk beadaptasinya lebih tinggi. Ko bisa ya??

Secara naluri Cardinal tetra ini termasuk ikan yang over act. Ikan yang tak mau diam... tapi walaupun ikan ini termasuk ikan yang aktif, tapi ia juga agak pemalu kalau untuk beraktifitas di tempat terbuka. Senengannya bergerombol hilir mudik disela-sela tanaman air. Ditempat-tempat yang agak tertutup. Ini mungkin karena bawaan genetik dari tempat asalnya di sungai Amazon sana. Di sana (entah karena indahnya (baca : warnanya) atau lemahnya atau rasanya) Cardinal tetra ini termasuk mangsa empuk yang digemari para ikan predator. Jadi, walaupun ikan ini sudah dibawa ke aquarium yang aman dan gak ada ikan predatornya, kebiasaann dari nenek moyangnya untuk bergerombol dan main ditempat agak gelap tetep saja gak bisa hilang. Ah, dasar ikan....


Nah itu ikan caridinal Tetra. Tertarik memelihara?
Jika Anda berniat memelihara ikan Cardinal tetra, Saya sarankan untuk memeliharanya lebih dari delapan ekor dalam satu akuarium. Kasihan kalo melihara cuma seekor. Belum satu hari bisa-bisa mati kesepian dia. Hehehe....

Mohon maaf apabila ada kesamaan nama, tempat, karakter, sifat, dan cerita. Ini semata-mata bukan disengaja..


:: untuk ikan ini sengaja saya pajang disini.
Mudah-mudahan ga bau amis...hehehe::

Selanjutnya...ingin tahu cara clown fish dan fugu mempertahankan diri?
Baca selengkapnya...

08 February 2009

Hal yang sederhana itu...

Hal-hal kecil, yang sederhana, yang membahagiakan yang tak ternilai.

Seringkali manusia itu tak perduli pada hal kecil yang sederhana. Mungkin karena memori dan indera manusia yang dibentuk dan dilatih hanya untuk merekam kebahagiaan, keterkejutan, atau keperihan yang luar biasa, yang ekstrim. Pada hal-hal kecil,-yang sederhana, yang terlalui di tengah rutinitas, memori kita seringkali tidak bekerja.

Tapi saya punya keyakinan bahwa kebahagiaan itu juga terselip di tengah situasi kehidupan sesehari. Di episode-epiosode hidup kita yang sederhana dan tidak istimewa. Tapi justru karena sederhana itu, ia menyimpan rasa, aura, yang tak bisa didapat dari situasi yang istimewa.

Ia bukan kaget, kegembiraan ataupun perih yang luar biasa. Ia hanya hal sederhana yang ada diseputar pijakan kaki sesehari...

Dan hal-hal sederhana itu ialah seperti sekarang ini. Saat musim hujan yang dingin dan menemukan diri duduk di depan komputer dengan ditemani secangkir kopi panas. Membiarkan benak berkeliar dikejar jemari yang menari di atas keyboard. Menyelusuri serat-serat pikir sambil menyeruput kopi dari cangkir.

Atau saat berlama-lama di toko buku. Memilih dan memilah buku. Mengambilnya, membacanya sekilas.. lalu meletakkannya kembali sebelum beralih ke buku lain. Lalu menimbang-nimbang harga buku yang akan dibeli dengan uang yang dimiliki.

Hal sederhana itu saat terus mengetahui tempe menjes yang tidak bergizi namun tetap laris. Mendengar teriakan penjaja sate madura yang khas.. atau saat membaca satu, dua SMS dari teman, imel, yang sekedar menanyakan kabar atau melepas kangen. Atau bercengkrama dengan teman tentang film yang sudah ditonton.

Hal yang sederhana itu saat pagi hari di Pasar Minggu. Sendiri, berdua ataupun beramai. Berkeliling dari stan ke stan. Terjebak di tengan hiruk pikuk dan riuh penjual dan pembeli. Lalu duduk di stan makanan sambil melihat keluar mengamati manusia yang berlalu lalang.

Kebahagiaan sederhana itu setelah Subuh atau selepas Isya saat mengobrol di telepon dengan ibu, ayah, atau adik. Bicara tentang hal-hal seputar rumah. tentang Pak De yang masih di rumah sakit habis dioperasi. Tentang lagu yang bisa dimainkan dari gitar yang baru di beli adik. Tentang kucing rumah yang semakin besar. Tentang nilai rapor...

Kebahagiaan yang sederhana itu bisa juga berupa ... saat dimana malam semakin larut, di mana hari semakin senyap, namun menemukan diri masih terjaga sendirian di dalam kamar. mencoba membuka hati, dan diri pada Allah atas apa yang terjadi selama sehari, seminggu, sebulan yang telah dilalui. Lalu menemukan tempat kembali, bahwa segala solusi dari segala beban studi, pekerjaan, hubungan personal, yang terus mendera adalah kembali pada pangkuan Yang Maha Pemberi Solusi.


Hal-hal yang kecil, yang sederhana, yang tak ternilai.
Betapa sebenarnya kebahagiaan itu tersebar disekitar kita pada hal yang sederhana.
pada keping-keping hidup sesehari.

Syukur kembali untuk teman dan sahabat yang walaupun tak banyak namun sangat berharga. Keluarga sebagai sumber inspirasi yang terus mencintai.

04 February 2009

Mengukur Panjang Ikan

Bagaimana cara mengukur panjang ikan? Eits... sebelum menjawab pertanyaan “bagaimana” tersebut, ada baiknya mengetahui pertanyaan yang lebih mendasar :
Kenapa ikan perlu diukur panjangnya?

Ingin tahu? Baca selengkapnya di sini..