24 September 2007

Al-Qur'an Terbesar di dunia

Adalah manusia yang tanpa henti untuk terus mengejar apa yang diinginkan. Terus untuk tak henti menncapai apa yang dicitakan. mengejar impian. Karena (mungkin sifatnya yang tak pernah puas) Sampai-sampai kadang lupa dengan daratan, karena terus disibukkan atau bahkan dibutakan oleh dunia - untuk selalu menjadi nomor satu-. Menjadi yang “ter” dan yang “paling”: Terbaik, terbesar, tercepat, terhalus, dan paling-paling yang lain.

Kemarin, di headline Jawa Pos, menampilkan sebuah foto lonceng terbesar buatan tiongkok dan di halaman belakang di muat foto Al-qur’an terbesar. Saya pikir lonceng tersebut disamping dalam pembuatannya memakan banyak biaya juga pasti terlalu merepotkan dalam pemasangan dan pembuatannya. Padahal, belum tentu lonceng tersebut nantinya bisa memenuhi fungsinya. Belum tentu al-qur’an tersebut (yang besar) memenuhi tugas (minimal bisa dibaca sama orang) utamanya.

Konon katanya lonceng terbesar yang ada di Moskow, Rusia, sana belum pernah sekalipun dibunyikan. Atau meriam terbesar yang ada di sana juga, belum pernah sekalipun ditembakkan. Sungguh sangat ironis. Hal-hal yang terbesar justru tidak pernah menjalankan fungsinya dengan baik. Saya jadi penasaran apakah nasib al-Qur’an terbesar juga sama dengan lonceng dan meriam yang tak pernah dipergunakan sama sekali. Jika nasibnya sama tentu akan sangat menyedihkan sekali. Masih mendingan Al-qur’an saku yang dulu saya punya (sekarang sudah g ada, hilag entah dimana), kecil, biasa, dan ada beberapa benang di covernya agak terurai. Walaupun kecil namun masih bisa menemani saya dan bisa terus saya baca. Masih mengingatkan saya tentang apa yang diinginkan oleh Allah terhadap saya yang sering bermaksiat ini.

Dititik inilah saya sering terpikir dan sering sengaja berpikir. Dan saya pikir, hal seperti ini juga sebaiknya dipikirkan oleh yang lain sehingga tidak ada penyesalan dikemudian hari. Sungguh sayang jika kita yang mati-matian mngejar yang tertinggi dan tercepat dipuncak, namun setelah berada dikeadaan yang “paling” (tertinggi dan tercepat) ternyata kita baru sadar tangga yang kita naiki bersandar pada tembok yang salah.
Duh, betapa sayangnya jika suatu ketika, saat berada pada posisi yang “paling”, kemudian melihat jejak perjalanan pada waktu lalu, kita sadar apa yang kita bangun seperti apa yang terjadi pada Al-qur'an yang terbesar... besar namun tidak pernah memenuhi fungsi utama yang dulu direncanakan.

22 September 2007

Estafet kemenangan

tulisan ini saya buat tepat satu tahun dulu, entah saya ingin mengingat
atau ingin bermemoria...tulisan ini pernah di muat di akselerasi, namun sekarang udah beberapa perbaikan


“Rome was not built a day”
Julius Caesar

Roma tidak dibangun dalam satu hari, Ia dibangun oleh hari-hari panjang yang penuh sejarah dan penuh perjuangan oleh bangsa itali itu sendiri. Ia dibangun di atas pondasi sejarah masa lalu…. Pun kemenangan pasukan muslim dalam pembebasan kota Mekkah (fatthu Mekkah), kemenangan yang paling sukses yang menjadi tonggak paling bersejarah dalam perjuangan Islam selanjutnya, ternyata ia tidak ditaklukan dalam sekejap. Kemenangan tersebut bukan peristiwa yang turun begitu saja dari langit sebagai hadiah dari Allah. Namun ia digapai dari sebuah perjuangan, ia digapai dalam sebentuk tekad membaja dan perjuangan gigih. Ia diraih melalui pengorbanan-pengorbanan panjang. Ia adalah akumulasi dari kemenangan-kemenangan sebelumnya.

Begitulah setiap kemenangan akan disusul oleh kemenangan-kemenangan lain bila dalam proses kerja keras meraih cita-cita tersebut terdapat proses belajar yang berkesinambungan. Karena tidak mungkin meraih kemenangan berikutnya, bila dalam kemenangan sebelumnya tidak ada proses pembelajaran yang sungguh-sungguh dari padanya.

Meraih kemenangan adalah proses kerja keras yang sulit, namun menjaga kemenangan untuk meraih kemenangan selanjutnya adalah menghadapi kesulitan lain yang jauh lebih sukar dan pelik. Meneruskan tongkat kemenangan menuju proses kemenangan selanjutnya adalah ujian yang lain selanjutnya: menjaga nilai kemenangan dari debu-debu kemunafikan, menjaganya agar tidak terjerumus kedalam jurang kesombongan, menjaganya tetap murni dari segala godaan yang menyesatkan.
Menjaganya dari anggapan “merasa”, merasa besar, merasa kuat, dan atau merasa hebat. situasi yang sulit dihindarkan karena sering terlalu menyakitkan bagi para pemenang. Engkau hebat tapi ga boleh merasa hebat, engkau besar tapi jangan merasa besar ; jebakan megalomania. Pepatah jawanya : adigang, adigung, adiguna.

adalah perang uhud yang telah menyejarah hadir, tidak sekedar untuk dikenang.

Begitu pula dalam suasana idul fitri tiba. Disaat kemenangan yang ditunggu-tunggu tiba. Bisakah melanjutkan kemenangan terebut ke kemenangan-kemenangan selanjutnya. Memang selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan kita berpuasa. Menahan lapar dahaga. Berjuangan membina dan mengendalikan nafsu. Selama satu bulan juga kita jaga lisan kita agar tidak keluar perkataan sia-sia darinya. Mata sekuat tenaga kita tundukkan, telinga kita tutup rapat-rapat dan menghindar dari segala kesia-siaan. Hati pun kita jaga dengan sangat hati-hati. Kita berlomba-lomba mengerjakan amal baik. Terawih, sholat malam, tilawah tiap hari, sholat berjamaah yang tak pernah luput.

Namun apakah kemenangan itu akan kita jadikan milestone untuk meraih kemenangan selanjutnya. Ataukah selama satu bulan di madrasah takwa justru ama sekali tidak membekas. Apakah banyaknya amalan-amalan dalam Ramadhan bisa kita jadikan jaminan untuk memperoleh kemenangan seterusnya. Ataukah kemenangan itu justru sebagai titik puncak yang kemudian berbalik arah dengan kecepatan tinggi menuju jurang kekalahan. Atau bahkan ternyata amalan-amalan ibadah kita adalah sebuah bentuk kurva kuadratik; yang penaikkannya berbanding lurus dengan penurunannya atau bahkan lebih dari itu.

Jangan sampai jerih payah kita melaksanakan ibadah selama ramadhan tidak mampu meubah diri kita menjadi lebih baik. Tidak mampu menjadikan diri kita menjadi seorang pembelajar sejati. buktikan kita adalah hamba Allah bukan hamba Ramadhan.

PSSI (TEMPAT, BUTUH) PRESTASI BUKAN KORUPSI

Inginnya saya ngomong “udahlah bung nurdin, anda sebenarnya udah ga layak (dari dulu emang ga layak) lagi duduk di PSSI.” Tapi mungkin omonganku ga sempat sampai ke mereka para pengurus yang duduk di PSSI, apalagi dengan bung Nurdin yang lagi sibuk di pengandilan atau (sekarang malah udah) di balik penjara. Omonganku kalau toh nyampe ke kantor PSSI pastinya pun akan bertumpuk (dan pastinya berada ditumpukan paling bawah) dengan berkas-berkas proyek yang tidak kalah penting.

Saya mungkin adalah salah satu dari sekian banyak orang indonesia yang berharap dan bermimpi timnas bisa bicara banyak di pentas dunia. Bisa lihat timnas bertanding dengan sekuat tenaga dan seluruh kemampuan melawan Prancis atau Brazil. Bisa mendengarkan lagu Indonesia Raya di kumandangkan di pertandingan final piala dunia, dan para suporter dari Indonesia, dengan mengibarkan berndera kecil, berdiri khidmat sambil mengikuti lagu dengan suara lirih namun menggema diseluruh stadion. Siap berteriak, bertepuk tangan, beryel-yel untuk memberi semangat.

Para pemain berbaris tegap dengan kaos timnasnya sambil tangan kanan bersidekap didada, percaya ada suporter yang menemani perjuangannya. Sadar ada tugas dan harapan dari seluruh orang di Indonesia yang di letakkan di pundak mereka. Ah...betapa mengharukan dan membahagikannya.

Namun, dengan harapan dan impian setinggi itu betapa kecewa dan menyedihkannya sepak bola tanah air sekarang ini. Betapa prestasi timnas kita terpuruk bahkan ditingkatan Asia. kompetisi kita carut marut dan penuh konflik, penjaringan dan pembinaan pemain kita payah. Hal tersebut diperparah dengan para pengurus PSSI yang menginginkan jabatan ketua sebagai jabatan seumur hidup. Diperburuk dengan kepengurusan sebagai ajang koncoisme dan pencarian proyek dan berbisnis. Makin mengenaskan dengan adanya kebijakan naturalisasi ala bung Nurdin. Ah...betapa mengecewakan dan menyedihkannya...

Padahal pada titimangsa kemaren, di ajang piala Asia, pasukan timnas sudah bertanding ala pahlawan. Dengan berbagai keterbasan yang ada, namun tetap memberikan perlawanan yang sengit yang bahkan lawanpun angkat topi, tidak akan melupakan semangat Ponaryo dan kawan-kawan. mereka sadar betul ada mimpi yang harus mewujud dari bangsa yang haus prestasi. Sungguh benar jika jiwa ini bersemangat fisik pasti tidak akan mampu mengimbangi.

Seharusnya Bung Nurdin dan para penurusnya di PSSI sadar, malu (dan langsung mengundurkan diri) ada orang-orang yang benar-benar memperjuangkan sepak bola Indonesia untuk meraih prestasi (Karena prestasi satu-satuny yang dicapai bangsa ini terus menenurus adalah korupsi). Bukan sebagai kandang koruptor untuk korupsi.

18 September 2007

sajak orang belajar




Sejumput rumput terserabut
Berderai Terbawa angin
Ke timur laut

Topan datang

Riak air gemericik
Membuncah meninggi
Ranting terbanting
Pokok tumbang

Badai datang

lama...

Awan gelap tersingkap
Angin sunyi senyap
Topan lenyap

Hangat mentari terang
Air tenang
Badai hilang

Topan datang
Topan lenyap
Badai datang
Badai hilang

Sadar hilang


sebelum Ramadhan
kuyakinkan setiap satu kesulitan
selalu berada di dua kemudahan.
satu pintu kesulitan menutup
dua pintu kemudahan terbuka.

11 September 2007

Menulis tentang menulis.

Saat ini saya benar-benar berada dalam kondisi dimana saya ingin menulis tapi tidak tahu apa yang ingin saya tulis. Ingin mengeluarkan sesuatu dalam pikiran ini tapi kok mentok. Buntu. (Benar-benar dalam posisi netral tidak coindong ketimur ataupun miring kekiri. Berada benar pada posisi kesetimbangan, yang akan keutara jika ada angin dari selatan atau akan kedarat jika ada angin laut.) Ingin menuturkan cerita tapi ko lidah ini kelu karena kehabisan cerita.

Seperti dalam cerpen Seno Gumira Aji darma, klo ga salah judulnya penggusuran, yang berkisah seorang ibu yang setiap malam senantiasa membacakan sebuah cerita sebagai pengatar tidur bagi anaknya. Pada sustu saat sang Ibu kehabisan stok bacaan dan buku cerita, kehabisan dongeng, kisah, fable, semua telah diceritakan. Ia benar-benar kebingungan karena kehabisan bacaan untuk dibacakan sebagai pengantar tidur anaknya. Tak mau kehabbisan akal si Ibu mengambil koran yang tergeletak dan membacakan sebuah rubric di koran sebagai cerita pengantar tidur anaknya.

Persis seperti itu mungkin keadaan saya saat ini. Ingin menulis tapi menulis tentang apa saya tidak tahu benar.Bedanya kalau dalam cerpen tersebut dikisahkan si ibu tidak bias bercerita karena semua buku cerita sudah dibaca, semua dongeng sudah diceritakan, semua legenda local maupun impor sudah dikisahkan dan akhirnya kebingungan menapatkan cerita baru. Sedangkan saya, saya tidak bisa menulis karena bukan telah banyak karya tulis saya. Tidak. Tapi lebih karena tidak piawainya saya dalam mengolah kata untuk sesuatu yang ingin saya sampaikan. Akhirnya saya duduk didepan computer dan mencoba menggerakkan jari-jemari diatas tuts keyboard berharap sebuah catatan lahir mendefinisikan dirinya. Entah akan menjadi tulisan yang baik atau tidak, tidak terlalu saya khawatirkan.

Keras kepalanya saya untuk tetap menulis, walaupun tidak tahu yang akan diceritakan. Ngeyelnya saya untuk tetap duduk bermesra-mesra di depan computer dan tetap tekun menggerakkan jemari di keyboard tanpa tahu hasil akhir tulisan saya, mungkin terlebih karena ada keinginan yang kuat dalam diri saya atau entah efek dari hasil doktrinasi buku2 yang saya baca untuk menjadi seorang penulis. Dalam setiap buku tentang bagaimnana (buku-buku dengan subjek how to) agar menjadi seorang penulis senantiasa disebutkan langkah pertama yang harus dilakukan adalah menulis….menulis…dan menulis…. Lha mau nulis apa saya ga tahu.

Eh,…tapi mungkin benar juga. Lha buktinya tanpa tahu apa yang harus saya tulis saya sudah dapat tiga paragraph. Eh…empat deng! jika dihitung dengan paragraph dimana kalimat ini berada. Lumayan banyak dan lumayan lancar bagi sebuah tulisan yang lahir tanpa persiapan. Lumayan mengalir deras serat pikiran menterjemahkan buah pikiran ke dalam rangkaian kata-kata bagi catatan tanpa oret2an sebelumnya.
Padahal dulu ketika masa-masa sekolah, selalu dapat teori jika mau menulis (dalam mata pelajaran bahasa indonesia, yang jika ujian selalu dikasih kertas polio untuk mengerjakan soal membuat karangan ketika berlibur. gimana g bosen coba!) buatlah terlebih dahulu rangka pikiran dari setiap tulisan yang akan kita buat. Lalu tentukan jenis paragrapnya: induktif atau deduktif; kemudian buat pokok utama dari tiap paragraph dan lalu pokok pendukung.

Jadilah menulis sebuah pekerjaan yang sangat sulit. Karena terikat dengan berbagai macam aturan yang kaku. Jadilah seni menulis seperti pekerjaan mata pelajaran fisika dan matematika yang penuh ukuran dan rumus-rumus yang aneh. Jadilah pelajaran menulis seperti pelajaran teknik yang penuh perhitungan, yang sepertinya jika salah perhitungan maka sebuah bangunan tidak akan berdiri atau sebuah mesin tidak akan berjalan. Atau jika salah dalam menghasilkan perhitungan yang cermat (biasanya sampai hitungan harus benar2 tepat), maka sebuah bangunan atau jalan akan roboh jika tertiup angina atau sebuah jembatan akan runtuh jika beban terlalu berat.

Jadilah menulis seperti pelajaran ekonomi. Yang pada setiap akan melakukan sebuah usaha ekonomi harus dih itung dengan teliti segala pengeluaran dan potnsi keuntungan jauh sebelum melakukan usaha itu sendiri. Akhirnya yang terjadi kira-kira jika tidak bisa menyajikan sebuah plan dengan tliti dipastikan usaha tersebut akan merugi dan gagal.

Jadilah saya setiap ketika menghadapi soal ujian bahasa Indonesia dan ketika berhadapan dengan kertas polio menjadi serba salah. Seolah-olah menulis adalah pekerjaan membatik yang jika sudah tersedia kain dan canting maka proses membatik bisa langsung dilakukan dan bahkan bisa ditunggu. Seolah menulis disamakan dengan pekerjaan pertukangan, yang bisa dikerjakan kapan saja ketika perangkat sudah tersedia. Padahal Budi darma menyatakan kepengaran adalah tetap kepengarangan (Proses kreatif, 1984).

Lanjutnya kepengarangan berbeda dengan pekerjaan, contoh seorang rektor, yang ketika habis atau meninggal bisa digantikan pekerjaannya oleh orang lain. Berbeda dengan kepengarangan karya Romeo and Juliet tidak akan ada jika tidak ada Shaksphere, atau jika ada karya yang judulnya sama maka isinya-pun dipastikan akan berbeda dengan karya Shaksphere. Makanya saya yang tidak tahu tentang tulis menulis ini (dulu) jadi semakin sering tidak bisa banyak berbuat apa-apa jika disuruh buat karangan.
Lho,...ko saya jadi melantur begini. Namun yang penting saya akhirnya bisa menulis cukup banyak dan lumayan panjang bagi sebuah tulisan yang benar-benar tidak diawali dengan sebuah kaidah yang baku seperti yang diajarkan guru-guru (salam hormat untukmu guru, walau bagaimanapun saya tetap berterima kasih dan tak akan pernah bisa membayar engkau) sewaktu sekolah dulu. Akhirnya saya bisa menulis juga.

Yahhh...walaupun ala kadarnya. Saya tetap membuat tulisan. Membuat kehidupan.

Bukankan manusia itu juga produk dari apa yang tertulis. Perjalanan manusia di masa lalu, saat ini dan esok bukankah merupakan perjalanan mengikuti pola dari apa yang telah tergores. Perjalanan hidup manusia dari awal, terus berlanjut sampai akhir kehidupan, merupakan kehendak Allah, yang telah menuliskannya. Kehidupan yang lalu, sedang dan akan terjadi semua telah tertulis.

10 September 2007

dari bidadari yang hilang

hati-hati
mencabut duri dalam hati
bukan cinta yang bersemi
tapi benci yang terpatri


aku memugar mimpi di hati
membangun cinta di bumi
yang berdiri adalah benci


======++++++========+++++
tentang sajak setelah baca novel
"bidadari yang hilang" karya sayyid qutb
dan "burung pipit dari timur" karyanya el-haqeem.

dua novel ini saya pungut di sebuah pameran buku di stand Yusuf agency. bagi yang sering ke pameran pasti ngeh stand ini. stand buku dengan buku seabreg dan dijual dengan harga yang murah banget. mulai dari 5k sampai dengan 25k.

***
pada sebuah titik mangsa dahulu...

dari cerita teman yang telah membaca novel BYH aslinya saya ga cukup tertarik untuk menjadikan novel ini sebagai koleksi perpustakaan pribadi. terlalu mahal untuk membeli sebuah novel yang menceritakan seorang kekasih yang patah hati dan lalu ingin menjalani hidup ditemani kesendirian. terlalu mahal untuk sebuah novel yang tipis.

namun toh pada akhirnya saya memungut ni novel tuk jadi koleksi pribadi ku juga. pada akhirnya saya memutuskan untuk menambah novel (lagi) ini juga, dengan pertimbangan bukan ingin menikmati ceritanya tapi ingin lebih mengenal perjalanan hidup penulisnya : Sayyid Qutb. cukup murah untuk sebuah karya sang maestro dengan harga 10k.

novel ini ditulis semasa Saayid Qutb masih sebagai pelajar.
bersambung...